AROMA JAMBU MENTE DARI DESA NAKU (Kecamatan Biboki Feotleu, Kabupaten TTU Kefamenanu, NTT)

Laporan Wartawan SORA SIRULO

Maria Fatima Anmuni

Dari Kupang (Nusa Tenggara Timur)

 

Bangsa yang kaya adalah bangsa yang memilki hasil komoditas utama dalam negerinya sendiri. Patut kita syukuri kepada Tuhan sang pencipta karena Nusantara kita ini diberikan iklim tropis dengan pergantian musim yang teratur sehingga berbagai jenis tanaman dapat hidup di tanah kita tercinta ini. Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang memilki tanah yang subur karena ketersedian bahan-bahan anorganik, sehingga dari Sabang sampai Merauke ditumbuhi berbagai jenis tanaman yang bernilai ekonomis; salah satu diantaranya adalah tanaman jambu mente (Anarcadium Ocidantalle).

Kita mungkin tidak dikenal sebagai negara penghasil mente, tapi di beberapa daerah kita dapat ditumbuhi tanaman mente.

Tanaman mente adalah tanaman yang multifungsi. Betapa tidak, isi bijinya dapat dijadikan kacang mente, kulit bijinya pun telah dijadikan bahan peneltian sebagai anti toksin. Daunnya juga apabila diolah secara baik-baik dapat bermanfaat bahkan pucuk daun mudanya dapat dikunyah untuk mencegah bau mulut. Buahnya dapat dimakan langsung. Sari buahnya dapat dijadikan jus buah.

Manfaatnya yang paling baik adalah apabila dikonsumsi oleh anak kecil dapat membuat ingatan anak tajam dan cerdas, sementara dahan dan rantingnya dapat dijadikan kayu bakar sebagai ganti bahan bakar minyak tanah. Dengan demikian dapat kita sadari betapa besar manfaat tanaman mente bagi kehidupan manusia.

Manusia dan alam, senantiasa berinteraksi sehingga terbinalah hubungan ekologis yang kontras. Contoh yang konkrit adalah orang yang menuai benih pada tanah maka akan memanen hasilnya asalkan benih yang telah dituai dirawat dengan sepenuh hati.

Hal ini sudah dilakukan oleh seorang bapak (Leonardus Tareke Anmuni) nun jauh di sana di sebuah desa terpencil yang berada di Kecamatan Biboki Feotleu, Kabupaten TTU. Desa ini berbukit-bukit. Tekstur tanahnya sedikit berbatu kerikil dan dialiri kali-kali kecil yang dijadikan sumber air minum oleh semua warga di desa itu. Air yang menghidupkan tanaman, air yang menyejukkan diri di kala dahaga terasa kering dan haus.

Bpk. Leonardus Tareke Anmuni dengan kebun mentenya sebagai latar belakang.

Bapak ini setelah menamatkan pendidikannya dari SMA Pelita Karya Kefamenanu, hembusan angin sepoi dari puncak Gunung Afka”a memanggilnya pulang untuk berbakti pada orangtua dan desa tercinta, tanah tumpah darah. Dalam situasi saat itu ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Waktu terus berlalu, pergantian musim terus dilaluinya. Setelah beberapa waktu kemudian, tepatnya pada tahun 1988, setelah melihat lahan kosong di belakang rumahnya, tergeraklah hatinya untuk menanam beberapa biji mente. Kurang lebih 100  biji pada lahan tersebut, tepatnya di dusun Baurasi.

Setelah menanam dengan dibantu oleh anggota keluarganya, mereka harus menempuh jarak 500 m untuk mengambil air dengan lepah bambu agar bisa menyirami benih yang telah dituai. Mereka tidak menyerah walaupun kegiatan itu harus dilakukan secara rutinitas. Memang butuh kesabaran untuk menunggu hasil dari benih yang telah ditanam. Misteri sang waktu yang akan menjawab semua itu. Jarum jam terus berputar. Waktupun terus berjalan tanpa harus menoleh.

Dalam beberapa tahun kemudian, tanaman mente terus berkembang dan menunjukkan hasilnya dangan warna buahnya yang unik saat ranum, yaitu kuning dan merah. Sukacita untuk memanen hasilnya akhirnya dirasakan oleh anggota keluarga dan dijadikan penopang ekonomi dalam keluarganya. Walaupun tak seberapa banyak.

Besar harapan bapak ini agar penduduk yang lain juga bisa menanam benih mente  sehingga ia pun membagikan benih mente itu kepada penduduk yang lain agar ditanam pada lahan yang masih kosong. Berita pun tersebar bahwa di Desa Naku kini telah bisa menghasilkan mente sehinngga lokasi Bapak ini mendapat kunjungan dari pemerintah daerah bahkan juga dari tingkat nasional. Hingga pada tanggal 28 Oktober 1997, tepat pada hari Peringatan Sumpah Pemuda, Bapak ini terpilih menjadi pemuda pelopor di tingkat Propinsi NTT. Dia diundang ke Istana Negara dan menerima Piala Kalpataru karena kepeduliannya terhadap lingkungan hidup. Saat itu, Indonesia berada di bawah tangguh kepemimpinan Bapak Presiden Soeharto.

Setelah kepulangannya dari kegiatan tersebut Ia menyadari bahwa piala yang ia dapat hanya sebagai simbolisme saja. Yang ingin terus dilakukannya adalah wujud nyata kerjanya dalam mencintai lingkungan hidup sehinnga setelah itu ia memperluas lahannya untuk menanam biji mente. Lebih dari itu, juga banyak warga lain yang semakin giat menanam biji mente karena mereka juga telah merasakan manfaat  nilai ekonomis biji mente.

Mesin waktu seolah cepat berputar. Kini desa itu telah banyak ditumbuhi tanaman mente. Bahkan di pekarangan rumah juga.

1 pohon mente yang subur bisa menghasilkan 5 kg biji mente. Dalam 4 tahun terakhir ini, harga mente mulai meningkat. Mulai dari Rp.7 ribu/ Kg. Sekarang ini, harganya telah mencapai Rp. 20 ribu/ Kg.  Hal ini bisa membuat warga Desa Naku bisa terbantu kebutuhannya.

Dulu untuk menjual biji mente mereka harus membawanya ke Toko Gajah Mada di Atambua. Tapi, sekarang rupanya orang-orang dari luar desa itu telah mengetahui bahwa di desa terpencil dan berbukit-bukit itu kini telah menghasilakn biji mente. Mereka berbonndong-bondong menggunakan truk untuk membeli mente dari warga Desa Naku.

Hasil akhir biji jambu mente yang dipasarkan di Eropah siap dikunyah seperti makanan biji-biji-bijian lainnya ataupun kacang-kacangan.

Suatu suguhan pemandangan alam yang menarik ketika kita memasuki pintu gerbang Desa Naku. Puncaknya pada bulan Oktober hingga bulan November sepanjang jalan di kiri dan di kanan kita melihat hamparan hijau daun mente serta buahnya yang kian ranum berwarna kuning dan merah. Pepohonan itu mengeluarkan  semerbak wanginya yang khas dapat tercium oleh indera penciuman kita.

Suatu karunia bahwa dulunya desa itu banyak ditumbuhi pohon kayu putih. Kini telah dusulap oleh tangan-tangan putra-putri desa itu menjadi desa dengan pemandangan hutan homogen tanaman jambu mente. Ketika tanaman mente masih mengasilkan buahnya dalam jumlah sedikit, buahnya hanya bisa dimakan secara langsung. Tapi kini, buah mente sudah bisa dibuat laru (air perasan dari buah mente yang sudah ranum). Mente dan daging mentehya dapat dijadikan abon mente sebagai lauk makanan.

Perjuangan bapak ini untuk mengabdi lingkungan hidup di desa tercintanya kian terus dilakukannya. Ia pun membagikan bibit mente kepada orang-orang bukan saja dari desa lain tapi juga diberikannya kepada orang-orang di luar kecamatan. Besar harapannya untuk menjalin kerja sama dengan Pemkab TTU bahkan Pemprov NTT, khususya di bidang pertanian, agar ke depannya bibit unggul biji mente yang dipilihnya dapat disemaikan dengan baik pada polibec. Anakan mente yang unggul tersebut dapat didistribusikan ke semua kabupaten yang ada di Pulau Timor sehinngga semua masyarakat di Pulau Timor bisa menanamnya pada lahan yang masih kosong dan yang belum digarap.

Hasilnya dapat dipanen sampai pada anak cucu. Menanam biji mente tidaklah sulit seperti menanam tanaman niaga lainnya untuk ditunggu lama. Tanaman mente cepat berkembang. Untuk memetiknya tidak harus memanjat tapi buahnya dapat jatuh sendiri. Pohonnya juga tidak terlalu tinggi sehingga dapat dengan mudah dijanggkau buahnya.

Wartawan SORA SIRULO (Maria Fatima Anmuni) berdiri di bawah sebuah pohon jambu mente.

Melalui refleksi saya sesuai permenungan yang mendalam dari Alkitab, pohon mente adalah pohon kehidupan bagi manusia. Hal ini sesuai dengan kenyataan dari multifungsi tanaman mente yang juga bernilai ekonomis yang bisa menopang kehidupan manusia. Besar harapan bapak ini kita bekerjasama agar ke depan pada tahun  2030 mendatang di Pulau Timor telah banyak ditanami tanaman mente pada lahan-lahan yang masih kosong sehingga bisa dijadikan sumber penghasilan bagi kaum rakyat kecil. Mungkin ini suatu harapan yang tidak bisa dicapai dengan mudah tetapi apabila terwujud maka masyarakat di Pulau Timor sedikit tidak lemah lagi dalam perekonomian rumah tangga bagi rakyat kecil. Kita tidak harus terus menjadi yang terbelakang dibanding pulau-pulau lain di NTT.

Bapak ini juga mengharapkan perhatian dari pihak pemerintah agar diberdayakannya tenaga-tenaga terampil untuk mengolah biji mente dan buahny,a dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Wartawan SORA SIRULO (kanan) berpose dengan pemuda setempat.

Mungkin di tempat lain telah ada tanaman mente, akan tetapi marilah kita merasakan semerbak wangi mente dari desa Naku yang akan menyapa semua penduduk di Pulau Timor sehinnga semua orang di luar Pulau Timor juga dapat mencium semerbak wanginya. Wangi yang terus memikat dan sumber dari semerbak wangi itu dapat dijadikan sumber penghasilan juga. Menilik hal ini, marilah kita semua generasi penerus di pulau kita ini bergandeng tangan bersama dan mengadakan gerakan menanam sejuta pohon anakan mente di wilayah kita sendiri.

Kami pemuda-pemudi dari Kab TTU akan terus menebarkan semerbak aroma mente kepada siapa saja yang belum pernah menciumnya. Sehingga tersentuhlah mereka betapa bermanfaatnya tanaman mente bagi kehidupan kita untuk Pulau Timor dan NTT, juga untuk Indonesia. Demikain juga semerbak aroma wangi mente dari Desa Naku untuk Pulau Timor, NTT dan juga kepada bangsa kita tercinta ini. Karena bibit mente yang unggul  dari desa Naku adalah bibit yang akan disebarkan ke seluruh pelosok desa di Pulau Timor ini dan bahwasanya akan terus menyebar ke pulau- pulau yang lain.

Dan, semerbak wangi mente juga kian tersebar ke tempat lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.