Kolom Acha Wahyudi: MENJEBAK JOKOWI

Pemerintahan Indonesia menganut sistim Trias Politica yang sejak reformasi telah dijalankan lebih ketat dibanding masa Soeharto..

 

Trias Politica dimaksudkan untuk membagi kekuasaan agar kekuasaan tidak bersifat absolut dan mencegah agar kekuasaan tidak dikendalikan oleh satu pihak saja. Masing-masing lembaga tidak boleh melampaui ranahnya masing-masing. Termasuk Presiden sebagai lembaga Eksekutif tidak diperbolehkan mengintervensi hukum sebagai ranah lembaga Yudikatif.

Presiden hanya dapat terlibat dalam proses hukum manakala suatu kasus sudah dalam tahap permohonan grasi atau saat suatu kasus dapat diselesaikan sebelum dibawa ke ranah hukum; seperti kasus dibebaskannya korban yang membuat pembegalnya terbunuh di Bekasi beberapa waktu lalu.

Apabila Jokowi melakukan intervensi hukum seperti yang dengan bebasnya Soeharto lakukan di masa lalu, maka Presiden Jokowi jelas akan berhadapan dengan pemakzulan oleh MPR. Dan, kita pun akan kehilangan pemimpin hebat ini seperti kita kehilangan seorang BTP yang sangat berharga.

Perangkap yang gagal menelan mangsanya saat kasus Ahok, tentu tidak menghentikan mereka untuk memasang perangkap-perangkap lain. Konsisten dengan taring dan kuku-kuku runcing terasah menunggu kecerobohan Jokowi agar melakukan intervensi hukum atas kasus kontroversial lainnya yang skenarionya telah direncanakan sedemikian rupa.

Seperti kasus Meiliana, dimana pihak yang dirugikan malah dihukum 1,5 tahun penjara, orang waras manapun tahu bahwa vonis atas kasus ini sungguh mengada-ngada. Persis sama dengan vonis atas BTP dan dr Otto Rajasa. Juga beberapa teman lainnya.

Di banyak media, tentu fatwa MUI kembali dijual demi keuntungan rival Jokowi dengan, lagi-lagi bermodal Pasal karet UU Penistaan Agama, yang sangat amat lucu itu. Ada 6 agama resmi diakui di Indonesia akan tetapi, seperti yang kita ketahui, pasal itu sepertinya tidak berlaku adil dan hanya diberlakukan saat agama mayoritas saja yang merasa ternista.

Sebuah peluru jelas-jelas telah kembali diarahkan langsung kepada Jokowi.

Berbeda dengan saat kasus sebelumnya, setelah Jokowi memilih MA sebagai Cawapresnya, kali ini target suara yang disasar adalah kaum nasionalis. Bukan lagi kaum Islam radikalis seperti halnya dalam kasus Ahok.

Inilah yang ditunggu-tunggu para Iblis-iblis yang pundi-pundinya mulai menipis di Senayan sana. Mereka berkolaborasi dengan Capres abadi dan beberapa perompak serta penumpang gelap yang berkepentingan untuk berkuasa. Di saat mereka tidak dapat mencari celah Jokowi dalam korupsi, nepotisme atau negatif poin lainnya, maka serangan-serangan dengan cara lain terus dilancarkan.

Strategi jahat yang dijalankan komprehensif ini telah menuai hasil. Beberapa teman yang merasa minoritas mulai teriak bahwa percuma memilih Jokowi dan mereka tetap tidak mendapatkan hak dan perlindungan di Jaman Jokowi. Alih-alih menyalahkan Jokowi yang juga tengah berjuang menghindari jebakan-jebakan jahat ini. Bukankah akan lebih baik bila kita semua bersatu melawan tuk memberangus para bedebah itu?!

Satukan suara untuk mendorong Penghapusan Pasal Karet UU Penistaan Agama. Pasal yang sangat amat konyol itu adalah salah satu alat mereka para penjahat kemanusiaan yang serakah itu untuk merebut kekuasaan!



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.