Kolom Arif A. Aji: AKU KAFIR

Predikat yang sama sekali tidak aku harapkan tapi harus kudapatkan. Berawal dari rasa takut berpuluh tahun mencengkeram. Dan harus terikat oleh kepercayaan, yang berumbai janji penuh keindahan. Kusemat kepercayaan warisan di hatiku. Tapi, ketika kepercayaan itu menuliskan kebimbangan dalam intelegensi dalam diriku, aku makin memperdalam ilmu pengetahuan dan mempelajari bahasa alam.

Satu tujuan memperkuat kepercayaan warisanku supaya jadi keyakinan.

Namun, kenapa semakin aku melapisi kepercayaanku dengan ilmu pengetahuan? Malah semakin melunturkan kepercayaan itu. Material kepercayaan hanya sebatas kepentingan dari sesuatu.
Akupun makin terjerumus dalam ketidak percayaan,yang menguasai semua elemen kehidupanku.




Bertahun-tahun kuterombang-ambing dalam hilangnya kepercayaanku, menjadi ketidakpercayaan membatu. Sudah kepalang basah, aku memperdalam arti dari ketidakpercayaanku. Aku pemberontak sejati dari semua aturan yang diwariskan padaku. Aku tersisih dari peradabanku.

Dari semua itu, aku mulai bisa memahami tentang bahasa makna, bahasa hikmah, dan bahasa alamiah yang menyentuh semua dimensi keberadaanku. Saat kutinjau kembali, terbit kembali kepercayaan itu. Namun, bukan dalam diriku. Bahasa alam semestalah yang memberikan inspirasi-inspirasi abadi dan melahirkan kepercayaan baru.

Aku jadi makin tahu, Kafir dalam diriku adalah proses satu putaran penuh dari Kepercayaanku menuju Ketidakpercayaanku dan kembali pada Kepercayaan yang lahir dari keberadaanku. Jadi KAFIR menurutku adalah ketika sudah selesai dalam siklus perjalanan psikologi manusia yang berkonstitusikan percaya dan tidak percaya.




Dan, bahasa subtansial alam semesta yang akan menempatkan diri pada objectifitas nilai kemanusiaan, yang jadi penyeimbang keduanya. Menuju kelangsungan kehidupan Umat Manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.