Kolom Eko Kuntadhi: DENNY SIREGAR DITUDING MIRIP BUNI YANI DAN MAU DI-AHOK-AN

Denny Siregar kabarnya dilaporkan ke polisi karena berkomentar atas video pembunuhan keji suporter sepak bola. Dari beberapa video yang beredar dengan angle yang berbeda, kita bisa mendengar saat pengeroyokan itu ada suara yang meneriakkan kalimat tauhid. Denny mengecam kejadian itu. Dia juga mengecam kalimat penting umat Islam diteriakkan untuk membunuh. Bukan membunuh musuh. Bukan membunuh penjahat.

Yang dibunuh dengan keji adalah suporter sepak bola club lawan. Ya, hanya suporter yang berbeda club.

Denny mencuitkan kegundahan hatinya di twitter. Lalu twitnya disambar dan diplintir bahwa DS menyebarkan hoax. Mereka menyangkal ada kalimat tauhid diteriakkan dalam prosesi pembunuhan itu. Padahal bukan hanya DS yang menyaksikan video itu, ada ribuan orang lain yang juga menyaksikan video yang ditonton DS.

Tuduhan mereka terhadap DS cukup sadis. DS mengedit video itu lalu memasukkan kalimat tauhid di sana. Kemudian menyebarkannya. Padahal ketika menulis cuitannya, DS tidak mengupload video tersebut. Artinya, mereka menyangka DS seperti Buni Yani dalam kasus Ahok.

Buni Yani mengedit video, memberi teks dan komentar, lalu menyebarkannya. Dari situlah Ahok disasar.

Rupanya para alap-alap politik melihat potensi untuk memicu emosi umat dalam kasus ini. Maklum ini tahun politik. Mereka membutuhkan kasus untuk dibesar-besarkan agar umat Islam terpancing emosinya. Agar rombongan 212 punya alasan menggelar hajatan. Di group-group WA sengaja tersebar hujatan pada DS. Informasi diplintir. Emosi dibangkitkan.

DS bukan hanya diposisikan seperti Buni Yani sang pengedit video. Tapi juga akan di-Ahok-an. Laporan polisi sudah mulai masuk menuduh DS.

Para alap-alap politik itu sadar, kelompoknya tidak akan mampu memenangkan pertarungan jika suasana adem ayem. Jika rakyat bisa berfikir sehat, mana mungkin mau menyerahkan suaranya dalam Pilpres untuk Capres yang miskin prestasi. Hanya dengan menciptakan kekacauan saja mereka bisa merebut kekuasaan.

Maka, setiap ada peluang untuk menciptakan kekacauan akan dimanfaatkan dengan baik. Kali ini sasarannya adalah DS, seorang yang dikenal aktif mendukung Jokowi. Sekali lagi, ini adalah usaha untuk memancing emosi orang dengan tujuan politis. Mereka ingin mencari momentum mirip Pilkada DKI, dan diterapkan dalam momen Pilpres kali ini. Peluang sekecil apapun akan digoreng sampai hangus.

DS ada di tengah persoalan itu. Dia kini jadi sasaran tembak karena cuitannya. Orang memelintir cuitannya, memfitnah, lalu membawa masalahnya ke kantor polisi.

Sebetulnya gak masalah. Ada banyak versi video seperti apa yang dituliskan DS dalam statusnya. Tinggal buktikan saja keasliannya. Persoalannya mereka bukan hendak mencari pembenaran hukum. Tapi, sekali lagi, cuma ingin mencari momentum untuk menggoreng kasus ini. Tujuan akhirnya tetap saja Pilpres 2019. Bukan yang lain.

Dalam statusnya, DS merasa sedih kalimat tauhid diteriakkan untuk membunuh orang. Sebagai muslim yang waras, semua orang juga akan merasakan kesedihan yang sama jika menyaksikan video itu. Kesedihan inilah yang diplintir.

Padahal, sebelum kasus ini, Evie Effendi seorang penceramah sok gaya, petantang-petenteng mengatakan Kanjeng Nabi pernah sesat. Dia bicara langsung dari mulutnya. Tapi, kasusnya adem saja. Sebab Evie Effendi dianggap satu kelompok dengan mereka. Mau ngomong Kanjeng Nabi sesatpun, gak masalah. Sedangkan DS hanya mengungkap kesedihannya kalimat tauhid digunakan untuk membunuh. Malah diplintir. Malah dijadikan sasaran tembak.

Inilah berbahayanya orang-orang miskin prestasi dalam pusaran politik. Untuk menang, mereka bukan menunjukan kemampuan, kapabelitas dan prestasi agar orang mau memilihnya. Tetapi caranya dengan membuat kakacauan.

Kalau suasana kacau, publik tidak mampu berfikir sehat.

Denny Siregar hanya mencuitkan kegundahan hatinya. Oleh mereka Denny dituduh seperti Buni Yani. Dan sedang berusaha di-Ahok-an.

“Kalau mereka mau meng-Ahok-an Bang Denny, gampang mas. Bilang aja ke polisi. Ahok itu Tionghoa. Denny Batak. Bedalah,” ujar Abu Kumkum.

One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: DENNY SIREGAR DITUDING MIRIP BUNI YANI DAN MAU DI-AHOK-AN

  1. “Jika rakyat bisa berfikir sehat, mana mungkin mau menyerahkan suaranya dalam Pilpres untuk Capres yang miskin prestasi.” Pernyataan ini sangat tepat, karena itu juga MSM milik perusahaan besar neolib seluruh dunia, sudah 170 tahun bekerja keras untuk bikin mind control dan brain washing publik dunia, artinya supaya rakyat TIDAK BISA ‘berfikir sehat’. Selama 170 tahun mereka berhasil, artinya selama sejak permulaan dibangunnya Manifesto Partai Komunis Marx 1848. Dan mind control ini dalam era internet berangsur-angsur dihancurkan oleh media independen seluruh dunia. MSM sudah susah untuk mengibuli publik, kalaupun masih terus menjalankan. Misalnya tidak pernah memuat kebangkrutan dolar (de-dollarization), dan terakhir ucapan Dalai Lama di Swedia tentang ‘Eropah adalah milik orang Eropah, dan refugee harus kembali ke negerinya untuk membangun negeri masing-masing’. Nada nasionalisme Dalai Lama merupakan racun besar bagi kaum globalis NWO, karena itu tidak menyiarkannya. Tetapi biarpun MSM tidak memuat berita ini, seluruh dunia tahu juga dari berita-berita media independen internet. Itulah bagusnya dan itulah duri besar dalam sepatu bagi neolib/NWO. Tidak heran juga kalau Trump bilang bahwa MSM ini adalah ‘the enemy of american people’, karena sering bikin fake news dan hoaks menghadapi presiden nasionalis Trump.

    “Hanya dengan menciptakan kekacauan saja mereka bisa merebut kekuasaan.” Ini juga adalah pernyataan yang ilmiah. Politik MENGACAU dan MEMECAH BELAH. Selama 170 tahun pecah belah dan mengacau, telah banyak hasilnya bagi kelompok divide and conquer ini. Duit mengalir ke pundi-pundi mereka sangat banyak. Korban kematian manusia sangat banyak juga, cukup melihat perang dunia 1 dan 2.

    Dengan membungakan duitnya ke kedua belah pihak untuk membiayai perang masing-masing dan bunga untuk pinjaman pembangunan setelah perang juga ke kedua belah pihak . . . uh . . . bukan main aliran duit masuk.

    Kita masih ingat (bagi yang pernah baca) perang Ingrgris melawan Napoleon, bagaimana bankir Inggris membiayai pasukan pemerintah inggris dan bankir Perancis membiayai Napoleon, dimana bankir kedua negara itu adalah kakak adik dari bankir yang sama. Dan informasi ini semua tidak pernah keluar sebelum era internet, era media independen. Sekarang sudah bisa dibaca semua dan indahnya ialah bahwa semakin banyak dari pihak publik yang sudah paham terutama dari segi ‘mind control’ itu. Jadi dengan menciptakan kekacauan itu adalah jalan penting merebut kekuasaan tetapi juga merebut duit bangsa-bangsa dunia.

    Bagi kita tentu sudah gampang dimengerti ‘kekacauan’ 1965, dimana duit dan kekuasaan pindah tangan. Triliunan dolar SDA Indonesia dikeruk diangkut keluar negeri dan kekuasaan boneka Soeharto jadi mandat utama perampokan SDA ini. Enak sekali bukan?

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.