Kolom Asaaro Lahagu: ANALISA KENAPA PRABOWO TIDAK SERIUS JADI PRESIDEN

Adalah Wakil Sekjen Demokrat (Andi Arief) yang pertama memberi penilaian soal ketidak-seriusan Prabowo menjadi Presiden. Lewat akun Twitternya, Andi menangkap kesan Prabowo Subianto agak kurang serius menjadi Presiden.

“Ini otokritik: Kalau dilihat cara berkempanyenya sebetulnya yang mau jadi Presiden itu @sandiuno atau Pak Prabowo ya. Saya menangkap kesan Pak Prabowo agak kurang serius ini mau jadi Presiden,” tulis Andi Arief.

Kritik Andi Arief itu bukan tidak berdasar. Dua bulan setelah resmi mendaftar di KPU, Prabowo terlihat masih belum aktif keliling Indonesia. Padahal waktu kampanye tinggal 6 bulan lagi. Target koalisi Prabowo meraup elektabilitas 40% hingga akhir Desember, sepertinya mustahil dicapai. Pasalnya, Prabowo yang didaulat sebagai Capres, belum keluar dari sarangnya.

Menurut Andi Arief, Prabowo masih belum meninggalkan sarangnya di Kartanegara. Ia belum mendatangi masyarakat, mengunjungi rakyat, menyapa, memeluk dan mencium serta menyampaikan apa yang mesti dilakukan ke depan.

Bagi Andi Arief, kemenangan tidak datang menghampiri tanpa usaha keras. Tidak ada rumus ajaib untuk menang. Kalau Prabowo agak malas-malasan, lanjut Andi, maka tak mungkin partai pendukungnya menjadi super aktif.

Pertanyaannya adalah benarkah Prabowo tidak serius menjadi Presiden?

Saya sendiri kurang setuju jika dikatakan Prabowo tidak serius menjadi Presiden. Prabowo jelas sangat dan bahkan amat serius menjadi Presiden. Ia sangat kebelet menjadi Presiden. Bahkan menurut penerawangan saya, Prabowo terus bermimpi siang-malam untuk menjadi Presiden.

Masalahnya, Prabowo hanya mau menjadi Presiden. Artinya, ia hanya mau menjadi Presiden tanpa susah payah. Ia sepertinya sudah malas turun ke bawah berkampanye. Ia sudah bosan berpura-pura ramah, mengobral janji, merangkul berbagai pihak dan memberikan bantuan ke sana-kemari.

Bayangkan sejak tahun 2004 atau 14 tahun yang lalu, Prabowo sudah berkampanye agar masyarakat memilih dirinya. Belum lagi lewat iklan di televisi, Prabowo sudah berbusa-busa mulutnya memberi janji untuk membesarkan Indonesia Raya jika ia presiden. Tetapi hasilnya? Prabowo terus kalah. Ini tidak dipahami oleh Andi Arief.

Prabowo saat ini justru bangga dengan Partainya Gerindra yang kini menjadi partai 3 Besar dan menjadi partai utama oposisi. Tak mengherankan, pada Pilpres kali ini tujuan utama Prabowo adalah mau membesarkan terus partainya Gerinda. Hal itu terbukti ketika ia sendiri, Sandiaga Uno, ketum tim pemenangan, semuanya dari Gerinda. Partai lain hanya pendukung dan penyorak.

Apalagi ada rencana Prabowo terhadap Sandiaga Uno di tahun 2024 nantinya. Setelah Jokowi lengser, lalu Gerinda terus menjadi partai nomor 3, syukur kalau nomor 2, maka pada tahun 2024 nantinya, giliran Gerindra yang berkuasa melalui Sandiaga Uno. Itulah sebabnya sekarang yang aktif berkeliling dan bermesraan dengan emak-emak adalah Sandiaga Uno.

Untuk turun ke bawah, Prabowo benar-benar malas. Mengapa? Ia sudah paham realitas politik. Bagi Prabowo yang seorang Jenderal Kopasus, realitas politik sudah memberinya kesimpulan. Kesimpulannya adalah bahwa ia tidak mungkin mengalahkan petahana Joko Widodo walaupun ia meraung-raung untuk berkampanye setiap hari.

Prabowo belajar dari kenyataan bahwa tanpa kekuasaan, sedikit partai dan diserang secara masif bercampur hoax, fitnah di tahun 2014 lalu, Joko Widodo tetap saja menang terhadap dirinya. Apalagi saat ini di mana Joko Widodo sebagai petahana, ada kekuasaan di tangannya, TNI-Polri di bawah kekuasaannya, ada menterinya, banyak partai pendukungnya serta serangan hoax dan fitnah satu per satu dimatikan, maka mustahil ia dikalahkan.

Apalagi berdasarkan berbagai lembaga survei ternama, elektabilitas Joko Widodo sudah mencapai 60% berbanding 30% terhadap dirinya. Artinya apa? Jika survei tahun 2014 lalu, elektablitas antara dirinya dengan Jokowi sangat tipis perbedaannya dan Jokowi tetap menang, apalagi saat ini. Perbedaan elektabilitas sangat jauh. Kesimpulannya, Jokowi mustahil dikalahkan.

Lalu, apa yang bisa diperbuat oleh Prabowo? Memproduksi hoax. Survei internal Prabowo sendiri mengatakan bahwa Jokowi mustahil bisa dikalahkan dalam keadaan biasa. Benar kata mantan Presiden Habibie. Lawan terberat Jokowi adalah bukan Prabowo. Lawan terberatnya adalah hoax.

Kubu Prabowo dan Prabowo sendiri percaya akan strategi ini. Hanya hoax yang bisa mengalahkan Jokowi. Maka tak heran, produksi hoax di Kubu Prabowo sangat gencar dilakukan. Hoax Ratna Sarumpaet adalah buktinya. Prabowo sendiri turun langsung memviralkan hoax Ratna.

Untung Polisi bergerak cepat. Kalau tidak, hoax Ratna Sarumpaet sudah siap digoreng menjadi demo besar untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Walaupun hoax Ratna Sarumpaet berbalik menyerang Prabowo, nampaknya mereka juga masih belum kapok. Dalam soal hoax Ratna, misalnya, Prabowo memframing kubunya sebagai korban dan bahkan menyebarkan hoax baru bahwa Ratna itu adalah penyusup dari Kubu Joko Widodo.

Produksi hoax menjadi senjata andalan Prabowo. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan Mardani Ali Sera yang menyebarkan hoax bahwa salah satu prestasi Prabowo adalah menjadi orang Indonesia pertama yang menakhlukkan Mount Everest.

Padahal semua tahu bahwa Prabowo bukanlah orang pertama yang menakhlukkan mount Everest. Apalagi ada rumor bahwa saat pendakian, Prabowo tidak sampai ke puncak Everest tetapi hanya sampai di basic Camp Kopassus.

Strategi Prabowo untuk menghadapi Jokowi sangat simpel. Ia terus menunggu sambil memancing serta memprovokasi Jokowi agar salah langkah, blunder kata-kata atau blunder kebijakan. Misalnya Jokowi melakukan blunder seperti Ahok, maka segera Prabowo bersorak dan bersuka-cita. Blunder itu akan digoreng secara besar-besaran.

Jadi Kubu Prabowo hanya bisa menunggu. Ketika menteri Jokowi sudah sempat mengumumkan kenaikan BBM Premium, kubu Prabowo sudah siap menggorengnya. Namun gagal ketika Jokowi membatalkan kenaikkan itu. Artinya Prabowo hanya menunggu satu kebijakan Jokowi yang kira-kira bisa digoreng.

Hal lain yang ditunggu Prabowo adalah memburuknya ekonomi. Seraya terus berpidato bahwa ekonomi kebodohan sedang melanda kita, Prabowo terus menunggu ekonomi Indonesia hancur. Prabowo juga terus berdoa agar dolar terus melambung. Dengan demikian Prabowo dapat memanfaatkan situasi itu untuk menyerang Jokowi.

Prabowo paham bahwa hanya dollar yang bisa mengalahkan Jokowi. Sama halnya dengan bapak mertuanya Soeharto, bahwa awal kejatuhan Soeharto bukan demo mahasiswa tetapi kenaikkan dollar yang tak terkendali. Dari memburuknya kurs Rupiahlah, Soeharto bisa dijatuhkan oleh mahasiswa.

Prabowo mengambil kesimpulan. Untuk apa turun ke bawah? Keliling Indonesia dan berkampanye agar dia dipilih oleh rakyat jika hal itu tak banyak efeknya? Sama saja membuang-buang waktu, tenaga dan uang. Lebih baik berdiam diri di sarangnya di Kartenegara sambil terus memberi pernyataan bahwa ekonomi terus memburuk dan menunggu dollar mengamuk terus.

Selain menunggu dollar meroket, Prabowo juga menunggu produksi hoax dan menunggu hasil kampanye surga ala Novel. Jadi tidak perlu banyak berkampanye ke bawah. Santai saja Andi Arief. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.