Kolom Eko Kuntadhi: JOKOWI SANG MASTER KOMUNIKASI

“Orang tidak menanyakan apa agama atlet bulutangkis kita. Tidak menanyakan dari suku mana atlet Pencak silat. Yang dibicarakan adalah prestasinya,” ujar Presiden Jokowi, di hadapan sidang Senat Terbuka Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.

“Yang heran, kok yang dibicarakan malah saya naik motor. Yang terbang itu. Jelas saya pakai stuntman-lah. Masa Presiden terbang-terbangan begitu,” selorohnya lagi. Seisi ruangan pecah tawanya.

“Gila brow…” ujar Jokowi. Hadirin tertawa lagi.

Diselingi humor segar, pidato Presiden di hadapan mahasiswa ini memang memikat. Dia mengerti kepada siapa dia bicara. Bahasa dan celetukannya khas milenial. Dia menampilkan banyak prestasi Indonesia dalam slide yang tampil di layar lebar.




Apa isi yang disampaikan di hadapan mahasiswa itu? Bahwa kita perlu bangga menjadi bangsa Indonesia. Prestasi kita tidak kalah dengan bangsa lain. Jika bangsa lain menghormati Indonesia, masa kita sendiri yang mengecilkan negaranya.

Tapi semua itu disampaikan dengan komunikatif dan santai. Bahkan sesekali terdengar celetukan mahasiswa di tengah pidato Presiden. Pernah kamu mendengar pidato seorang Presiden diselingi celetukan?

Justru karena naturalnya, ribuan mahasiswa di ruangan itu menikmati hadirnya seorang Jokowi di kampusnya. Seorang Presiden dengan gaya komunikasi kelas wahid. Padahal baru saja kemarin, di acara pembukaan IMF-WB meeting 2018 di Bali, pidato Jokowi di hadapan para kepala negara dan petinggi seluruh dunia mendapat standing ovation.

Jokowi berhasil memukau seluruh peserta yang hadir. Meski disampaikan dengan membawa serombongan tokoh fiktif dalam kisah Games of Thrones, dia berhasil mengkomunikasikan kritik pedasnya kepada AS dan China yang sedang terlibat perang dingin.

“Dalam sebuah pertempuran, yang menang maupun yang kalah sama-sama menderita. Sama-sama hancur,” ujarnya. Lalu Jokowi mengajak seluruh kekuatan dunia untuk bergandengan tangan. Bekerjasama. Membangun kesejahteraan bersama.

Sebelumnya di acara pertemuan pemimpin ASEAN, pidato Jokowi juga mendapat aplaus meriah. Saat itu dia membawa Thanos sebagai tokoh antagonis dalam membangun argumentasi. Sebuah cara elegan untuk menyentil.

Dulu, banyak orang beranggapan kemampuan komunikasi verbal Jokowi dianggap kurang. Mungkin karena dalam setiap omongannya dia tidak menggunakan logika yang ndakik-ndakik. Pembicaraannya simpel, menghujam ke sasaran dan karena itu efektif. Jokowi adalah seorang komunikator yang efektif.

Orang bisa saja jago ngomong. Jago orasi. Tapi dia tidak bisa dikatakan hebat jika belum bisa bicara di depan anak-anak dan pendengarnya tetap terpukau. Banyak orang bisa orasi hebat, tapi begitu menghadapi audience bocah, langsung babak belur.

Berbeda dengan Jokowi. Di belakang istana Bogor, dia harus berbicara di depan anak-anak usia SD. Apa yang dikisahkan?




Dia membuka kisah tentang rusa di halaman istana yang digigit biawak. Itu adalah kisah nyata. Ketika membuka dengan cerita itu, lihatlah puluhan pasang mata bulat yang mungil itu. Terus melotot mendengar kisah yang membuat mereka betah duduk berlama-lama di atas rumput istana. Dari kisah sederhana itu Jokowi menyelipkan nasihat dan pelajaran.

Tapi bagi anak-anak, yang hadir di depannya bukan hanya seorang presiden tetapi juga seorang pendongeng yang menarik. Seorang juru cerita yang menyenangkan.

Atau coba nonton sambutan Presiden di depan masyarakat. Atau di pesantren. Bahasa yang digunakan sederhana. Banyak interaksi. Banyak melibatkan publik. Artinya, dia bukan hanya mau didengarkan, dia menyiapkan diri untuk mendengarkan. Bahkan mendengarkan celetukan hadirin.

Jarang ada pemimpin yang memikiki kemampuan komunikasi sekelas Jokowi. Di depan pimpinan dunia, pidatonya mendapat standing ovation. Di depan mahasiswa bahasanya segar dan gurih. Di depan anak SD, dia berubah jadi pendongeng yang efektif.

Kenapa cara komunikasi Presieden Jokowi begitu menarik? Mengapa setiap pidatonya sangat berkesan dan mampu meninggalkan kesan mendalam pada audiencenya? Sebab Jokowi bicara dengan bahasa cinta. Dia bukan hanya bicara dengan lidahnya. Dia juga sedang bicara dengan hatinya. Dia hadir di depan forum bukan hanya sebagai seorang Presiden. Dia hadir sebagai seorang manusia biasa. Yang bersahabat. Yang dekat. Yang mengayomi.




Jujur saja. Di mata saya, Jokowi adalah seorang master dalam komunikasi. Dia menguasai panggungnya dengan sempurna. Penampilannya tidak berjarak, akrab tanpa kehilangan wibawanya.

Ketika bicara di depan anak-anak, dia hadir sebagai pendongeng yang mengasyikan. Ketika bicara di depan mahasiswa, dia hadir sebagai teman yang menyenangkan. Ketika bicara di depan pemimpin dunia, dia hadir sebagai seorang Presiden dari sebuah negara besar bernama Indonesia.

Orang boleh saja pandai bicara. Tapi seorang pembicara yang baik, mestinya dia juga pendengar yang baik. Dan untuk mendengar, butuh kerendahan hati. Butuh sikap yang tidak mentang-mentang. Butuh sikap natural yang keluar dari hati. Dengan itulah dia bisa berkomunikasi dengan bahasa sesuai tingkatan pendengarnya.

“Mas, Sandi juga akan menarik kalau tampil di depan anak-anak,” ujar Abu Kumkum.

“Pidato juga?”

“Gak perlu, mas. Dia nari-nari aja dengan memakai wig dari pete. Pasti anak-anak senang. Makasih, mama. Badut acara ulang tahunnya lucu…”




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.