Kolom Eko Kuntadhi: ZOMBIE DI SEKOLAH KITA

Pilpres 2019 ini sudah mulai memasuki babak keterlaluan. Di SMU Negeri 87 kemarin, ada guru agama Islam yang main gila. Guru ini menampilkan adegan bencana Palu, Donggala, dan Lombok dalam sebuah video pendek. Lalu murid-murid diminta menutup matanya. Nah, ketika itu dia menceritakan bahwa gempa tersebut akibat kita memilih Jokowi sebagai Presiden.

Bayangkan. Guru agama. Mengaitkan bencana alam dengan pilihan politik. Sebuah kengawuran level budeg.

Berita yang sama juga terjadi di Bogor. Di salah satu sekolah, ada guru agama dan PKN yang melarang muridnya masuk kelas kalau mereka ketahuan bersimpati pada Jokowi. Dengan tidak diperbolehkan masuk kelas, artinya murid diancam dengan nilai.




Kemarin, ada yang lebih gila lagi. Pada acara di Posko Prabowo-Sandi, di HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta, seorang Novel Bamukmin berkata di hadapan jemaah.

“Ibu-ibu mau masuk surga? Minta sama Allah. Minta sama Rasulullah. Minta sama Prabowo dan Sandi,” ujarnya tanpa malu-malu.

Guru-guru dan tokoh agama ini memang menyebalkan. Bagaimana mereka bisa merusak rasionalitas beragama dengan kebencian politiknya.

Sudah lama memang diindikasikan sekolah-sekolah kita menjadi ajang penyebaran paham garis keras. Liqo-liqo yang seolah mengajarkan agama tetapi sesungguhnya menggiring ke arah pilihan politik bermunculan. HTI merajalela. Mereka berkedok pengajian tetapi sesungguhnya mengajarkan anak-anak kita kebencian pada bangsanya sendiri.

Biang keroknya adalah para alumni sekolah yang keracunan pikiran ala Ikhwanul Muslimin di kampus-kampus mereka dan juga guru-guru. Guru yang picik menjejali pikiran anak didik dengan logika yang melintir.

Bagaimana mungkin seorang guru agama mengaitkan terjadinya gempa di Palu, Lombok atau Situbondo dengan sebuah pilihan politik. Bagaimana mungkin mereka menyalahkan Presiden atas terjadinya bencana alam. Bencana alam, lebih disebabkan karena perilaku alam. Bukan karena perilaku politik manusianya.

Toh, negara-negara yang penduduknya kebanyakan penganut atheis biasa saja. Gak terjadi gempa dahsyat juga. Karena mereka hidup di wilayah yang memang tanahnya stabil. Sementara Indonesia, semua tahu, hidup di atas tanah cincin api. Kalau sesekali alam mencari titik keseimbangan baru, ya itulah alam.

Lagipula, kalau guru-guru itu mengaitkan gempa di Palu, Lombok dan Donggala dengan pilihan presiden, betapa culunnya dia. Coba lihat saja pada Pilpres 2014, di Palu dan Lombok justru dimenangkan oleh pasangan Prabowo. Bukan Jokowi.

Tapi sekali lagi. Gempa adalah bencana alam. Gak ada kaitannya dengan pilihan politik. Titik.

Nah, Novel Bamukmin lebih maju lagi dalam membodohi umat. Masa mau masuk surga mintanya kepada Prabowo dan Sandi. Agama dengan murah ditukar sama recehan.

Tampaknya Mendikbud harus mulai jeli mengawasi guru-guru pekok yang mengajarkan logika amburadul. Sebetulnya silakan saja kalau mereka mau memberikan pendidikan politik. Asal logika yang dibangunnya benar. Logika yang sehat. Bukan cara mikir gothak-gathuk seperti itu.

Kalau guru-guru kita dibiarkan terus mengembangkan logika semrawut, gabungan antara kebencian politik dan mistis, bisa dibayangkan bagaimana kualitas anak didiknya nanti.




Menurut saya, justru bencana terbesar bangsa ini bukan disebabkan karena gempa. Bukan karena tsunami. Tetapi guru-guru pekok itulah yang bisa menjadi bencana paling tragis pada sebuah bangsa. Sebab di tangan merekalah masa depan bangsa dititipkan.

Untung saja ada orangtua murid yang kritis. Mereka menolak anaknya jadi zombie bloon yang termakan omongan nir-nalar dari gurunya. Orangtua murid yang mau menyuarakan kegundahan hatinya karena anaknya dicekoki doktrin beragama yang payah. Mereka menolak anaknya jadi korban hasutan politik berbalut khotbah agama.

Sekolah-sekolah kita memang mengkhawatirkan. Guru-guru kita memang harus dibersihkan dari cara berfikir yang memuakkan. Pengajian-pengajian kita harus disterilkan dari slogan politik. Jika tidak, maka agama ini akan jadi barang mainan para pengasongnya saja.

Karena itu, awasilah anak-anakmu. Jangan biarkan zombie-zombie di sekolah menggigit mereka menularkan virus kegoblokan. Jika kamu menemukan indikasi seperti itu di sekolah anakmu, viralkan. Adukan. Kita ringkus zombie-zombie yang meracuni pikiran anak didik kita. Kita berantas virus yang ingin mereka sebarkan.




Bukan hanya karena guru-guru itu mendukung Prabowo. Jika ada guru dengan logika pekok yang mengajak anak-anak didik mendukung Jokowi juga perlu kita sadarkan. Pilihan politik adalah satu soal. Tata cara beragama adalah soal lain. Jangan dicampuraduk.

Silakan guru mengajarkan rasionalitas politik. Silakan membantu anak didik membuat pilihan-pilihan sehat. Tetapi jangan sebarkan kekacauan berfikir kepada anak didik. Ini jauh lebih berbahaya ketimbang bencana alam.

Pepatah mengatakan, guru kencing manis. Murid kencing batu. Jika dibiarkan lama-lama semuanya bermasalah dengan prostat.

Tapi, katanya Novel Bamukmin, sudah meralat ucapannya. Bukan ‘minta’, tapi cinta. Jadi kalau mau masuk surga, harus cinta sama Prabowo.

“Kasihan mbak Titiek. Dia bakalan masuk neraka, mas,” ujar Abu Kumkum. “Udah gak cinta lagi…”




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.