Kolom Asaaro Lahagu: BILLY SINDORO DITANGKAP, KLAIM MEIKARTA TERBONGKAR, SAHAM LIPPO ANJLOK

Apa pesan dari tertangkapnya Direktur Pperasional Lippo Group (Billy Sindoro) bersama Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan 8 orang lainnya dalam kasus suap izin proyek Meikarta? Pesannya adalah bahwa megaproyek Meikarta milik Lippo group, terlalu berambisi, terlalu percaya diri dan terlalu heboh.

Dari namanya saja Meikarta. Katanya, nama ‘Mei’ kabarnya diambil dari nama ibunya James Riady. Plus nama ‘karta’ menjadi Meikarta.

Tujuannya adalah untuk menyaingi Jakarta, bahkan akan mengalahkan Jakarta. Bayangkan, ketika Lippo group mengumumkan rencana pembangunan kota raksasa yang diklaim akan menjadi lebih indah dari Jakarta, sontak publik berdecak kagum.




Apalagi Meikarta diproyeksi sebagai saingan langsung Pantai Indah Kapuk yang dimiliki oleh Sugianto Kusuma (Aguan). Meikarta ini dibangun untuk mengimbangi Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Utara Jakarta. Dua naga, penguasa property ini bertarung memperebutkan kue property yang masih laku keras di Jabotabek dan sekitarnya.

Pada bulan Mei 2017 lalu, CEO Lippo group, James Riady, dengan penuh percaya diri mengatakan Meikarta adalah kota modern terlengkap fasilitas maupun infrastrukturnya di Asia Tenggara. Kota ini, lanjut James Riyadi, berdiri di atas lahan 500 hektar, luas bangunan 22 juta m2.

Dalam iklannya yang bombastis di hampir semua media, disebutkan bahwa di Meikarta akan ada 7 mal (300 ribu m2), area komersial 1,5 juta m2, ruang terbuka hijau 100 ha, 3 universitas, 15 sekolah, pusat riset industri, convention center raksasa, hotel berbintang, rumah sakit, gedung pertunjukkan, dan perpusatakaan.

Dalam iklan selanjutnya, dengan cerdik Meikarta ikut ‘menjual’ 6 proyek infrastruktur pemerintah, yakni tol layang Cikampek, monorel, LRT, kereta api cepat Jakarta-Bandung, pelabuhan Patimban dan Bandara Kertajati. Selama masa pembangunan kota baru Meikarta, Lippo mengklaim menyerap 65 ribu tenaga kerja. Sungguh fantastis.

Insting bisnis Mochtar Riady dan puteranya James Riady memang patut diacungi kedua jempol. Cara-cara mereka berbisnis, membuat lawan dan kawan terperangah. Trik dan strategi bisnis Lippo sungguh mengocok-ngocok jantung orang yang pernah menjadi rekan bisnis mereka.

Proyek sangat ambisius Meikarta menambah nama Lippo group berkibar di angkasa. Bintang gemerlap Mochtar Riady, bersinar terang. Ketika nama Kota Meikarta menjadi kenyataan, namanya akan abadi bersama kota itu. Meikarta adalah kotanya Mochtar Riady dan James Riady.




Di balik iklan bombastis Meikarta ternyata menyimpan desas-desus. Beragam bisik-bisik masyarakat bahwa ada urat masalah dalam proyek ambisius itu. Desas-desus yang tersebar selalu bisa dibantah oleh pihak Lippo. Namun, bau desas-desus itu semakin tercium. Dalam beberapa hari ini, desas-desus itu menjadi terbukti.

Ternyata, proyek Meikarta itu menyimpan lubang menganga dalam berbagai izinnya. Bukan hanya sejak Meikarta diluncurkan, tetapi jauh sebelum itu, sejak tahun 1996. Sejak tahun 1996, Lippo Group sudah memiliki rancangan spektakuler (masterplan) di kawasan Meikarta sekarang, lewat izin lokasi dari Pemprov Jawa Barat.

Ketika Lippo mengajukan izin pemanfaatan lahan untuk pemukiman, ternyata tidak semua sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi. Lahan Lippo itu ada yang sesuai dengan RTRW dan ada yang tidak sesuai.

Dari total lahan 360 Ha milik Lippo untuk proyek Meikarta, tidak semuanya memenuhi RTRW. Karena kawasan lahan seluas itu tidak semuanya untuk pengembangan hunian, tetapi diperuntukan sebagian yang lainnya sebagai zona pengembangan kawasan industri.

Dari total lahannya 360 Ha, Lippo mengajukan izin seluas 140 Ha. Namun, lahan yang lolos untuk peruntukkan untuk hunian hanya 84 Ha. Hebatnya, Lippo dalam iklan bombastisnya mengklaim luas lahan yang dibangun adalah 500 Ha khusus untuk kawasan Meikarta.

Padahal, izin lahan yang keluar adalah hanya 84 Ha. Wagub Jabar saat itu (Deddy Mizwar) hanya memberikan 84 Ha dan menolak izin 500 Ha. Masalahnya hanya dengan mengantongi izin peruntukkan penggunaan lahan ini, Lippo sudah meluncurkan proyek ambisisius Meikarta, dengan mengklaim 500 Ha lagi.




Padahal, Lippo sendiri dengan modal hanya izin peruntukkan penggunaan lahan dan belum memiliki izin yang lain Lippo sebetulnya tidak bisa langsung menggarap bangunan fisik; baik untuk sentra permukiman maupun bisnis. Artinya, Lippo memang sudah memiliki sertifikat tanah namun belum bisa membangun. Mengapa? Karena harus mengantongi izin lain seperti izin lingkungan, lalu lintas, air, limbah, hingga izin konstruksi.

Semua izin-izin di atas belum dikeluarkan dan masih dalam proses evaluasi di tangan Pemkab Bekasi. Pemkab Bekasi sendiri memang berhak mengeluarkan izin-izin itu, namun juga harus mempertimbangkan rekomendasi dari Pemrov Jawa Barat karena proyek itu dianggap strategis.

Bukti bahwa izin-izin itu belum dikeluarkan oleh Pemkab Bekasi bisa dilihat dari tertangkap tangannya Bupati Bekasi (Neneng Hassanah) dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. Itu mengkorfirmasi bahwa segala izin dalam proyek ambisius Meikarta belum keluar. Fakta itu juga membantah pernyataan Luhut Panjaitan saat menanyakan soal izin-izin kepada James Riyadi 27 Oktober 2017 lalu (Detik.com) bahwa segala perizinan tidak ada masalah.

Namun, faktanya banyak izin yang yang belum dikeluarkan. Itulah sebabnya Billy Sindoro, petinggi Lippo, yang sudah ahli dalam suap-menyuap diberi tugas khusus untuk mengurus izin-izin yang diperlukan. Karena begitu banyaknya izin, maka tak heran, yang ikut diciduk KPK adalah para pejabat yang terkait dengan rekomendasi penanggulangan kebakaran, izin Amdal, banjir, tempat sampah, lahan makam dan seterusnya.




Izin-izin tersebut di atas menjadi kue amat lezat bagi para pejabat Pemkab Bekasi. Bagi Bupati Neneng, izin-izin terkait proyek Meikarta itu menjadi bancakan yang spektakuler. Ini jelas menambah pundi-pundi kekayaannya yang sudah mencapai lebih Rp 70 miliar.

Tentu saja pemilik Lippo Group (Mochtar Riady dan James Riady) akan mudah lolos dari kasus ini. Pasalnya, yang mengerjakan proyek Meikarta adalah PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), anak perusahaan Lippo Group. Tentu PT MSU yang sakit kepala membersihkan namanya dari kasus itu.

Namun demikian, karena melibatkan nama Lippo Group, maka saham Lippo Group hari ini [Selasa 16/10] anjilok. Kepercayaan publik mulai tergerus karena investor memang sangat tidak menyukai perusahaan yang tidak mengutamakan Good Corporate Governance.

Jelas suap izin terjadi karena Lippo Group terlalu ambisius, terlalu yakin, terlalu tergesa-gesa membangun proyek spektakuler. Padahal izin-izin belum keluar, sudah keburu gatal membangun dengan klaim lahan yang keliru pula.

Jadi, ketika Billy Sindoro tertangkap, klaim lahan Lippo 500 Ha terbongkar kebenarannya, sahamnya pun anjilok. Begitulah kura-kura.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.