Kolom Muhammad Nurdin: SANG JENDERAL TUA YANG MAKIN LELAH

Pepatah mengatakan, “Tua-tua keladi, makin tua makin jadi.” Nampaknya, usia malah membuat Mayjen (Purn) Kivlan Zen makin jadi. Ya, makin jadi dalam berhalusinasi, soal PKI, Komunis dan China.

Di usia yang serapuh itu. Betapa indahnya jika sang jenderal menikmati hidup yang benar-benar hidup.

Misal, menghijaukan pekarangan. Sebab, suasana yang hijau mampu memberikan kebugaran untuk Lansia. Atau berkebun, jalan-jalan. Atau hanya sekedar jalan di pagi hari. Tapi sang jenderal malah masuk ke dalam kubangan politik. Mempengaruhi banyak orang dengan pengaruh yang ia miliki. Sayangnya, jalan yang ia lalui tak sebaik juga tak semulia jalan hidup seorang perwira.

Ia terus saja menggemboskan isu bahwa di belakang Jokowi ada kekuatan komunis yang siap menguasai negeri ini. Dan ia terlihat makin lelah dengan tuduhan yang ia lontarkan.




Sebab. Analisa yang ia pakai tidak pernah berkembang. Dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, ya itu-itu saja. Orang-orang pun malah semakin yakin bahwa Kivlan Zen makin tua. Makin kelelahan. Juga makin sering berhalusinasi tentang musuh yang dulu pernah ada.

Katanya, Jokowi menjalin kerja sama (dagang) dengan China, sehingga ia menyimpulkan ada semacam “proses pengaderan” paham komunisme.

Padahal. Belum lama ini Prabowo juga menjalin kerja sama dengan China. Bahkan, China yang sebelumnya selalu diidentikan dengan PKI dan komunis, kini Probowo juga Timsesnya memuji-muji China.

Katanya lagi, kelompok PKI disebutnya telah menyiapkan dukungan lima belas (15) juta suara untuk Jokowi.

Ini PKI atau NU sih? Kalau NU, setidaknya masih masuk akal. Sebab, Rais Aam NU telah menjadi pasangan Jokowi. Atau, Bung Kivlan menuduh bahwa NU… ah sudahlah. Saya enggak mau berasumsi kayak anda.

Kivlan juga menuding bahwa PDIP adalah partai yang menampung antek-antek PKI.

Saya tidak tahu mengapa sang jenderal tua(-tua keladi) ini semudah itu dan setega itu menyimpulkan. Apakah ia lupa, 2014 merupakan Pilpres paling kotor sepanjang sejarah politik kita?

Saat itu, digemboskan secara masif dan terstruktur, Jokowi itu China, antek aseng, PKI dan namanya Herbertus Joko Widodo. Dibuat juga nama Chinanya.

Tapi, apakah sang kakek lupa, dengan fitnah sebesar itupun tak mampu mengantarkan Prabowo ke kursi Presiden? Masyarakat Indonesia lebih cerdas ketimbang warga Amerika. Catat itu.




Sekarang. Sebenarnya, isu PKI dan komunis sudah mulai ditinggalkan konstituennya Prabowo. Meski, masih ada saja yang berseliweran di WAG atau grup-grup Facebook. Namun, efeknya cuma bikin kubu sebelah tambah mabok. Tapi sama sekali tak mampu mendongkrak elektabilitas Prabowo.

Kalau cebong nemu status fitnah soal PKI, peninggalan 2014 silam. Kalau enggak diketawain, ya minimal bersimpati. Sebab, masih ada primate yang doyan fitnah usang.

Sebagai anak muda yang menghormati orang tua, saya sangat prihatin dengan Atuk Kivlan. Di usia sesenja itu, masih belum juga beristirahat dari hiruk-pikuk politik. Orang baik pun bisa bersandiwara menjadi penjahat.

Sebab. Menjadi antagonis ada takdir yang tak bisa dihindari sebagai oposisi dalam kehidupan politik.

Kalau kita suka sebel sama “duo F”, belajarlah memaklumi bahwa menjadi antogonis bukan pilihan hati nurani mereka. Mereka cuma sedang memainkan peran. Apalagi. Capres dan cawapres yang kini mereka perjuangkan hampir minim prestasi. Yang satu gagal jadi jenderal. Yang satunya lagi gagal kelola Oke-Oce.

Sangat berat jika harus bertarung secara sehat dengan menjunjung tinggi etika ketimuran yang seharusnya saling menghormati pilihan orang lain.

Belum lagi ada pihak-pihak yang sedang mendompleng kubu nomor dua. Itu tuh… yang ngebet mau mendirikan khilafat. Tapi dibubarin sama pemerintah.

Atuk Kivlan hanya satu dari sekian banyak jenderal yang terserang “post power syndrome”. Ada lagi yang teranyar. Yaitu Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Mau framing kebangkitan PKI di Talkshow Rosi, eh malah di-skakmat sama Usman Hamid. Sang Jenderal pun terdiam. Mulutnya terasa kelu. Terlihat, ia benar-benar tidak yakin bahwa PKI masih ada dan akan menguasai negeri ini.

Saya tetap respek kepada para mantan jenderal, yang kini tengah berhadapan dengan ilusi PKI yang terasa amat nyata bagi mereka. Sebab, bisa jadi, mereka hanya sedang berperan menjadi sesuatu, yang bertentangan dengan hati nuraninya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.