Kolom Ray Bambino: CURCOL POLITIK

Friend list saya dapat dipastikan mayoritas sebagai Jokowi Voter. Sedari dulu kita sering berdebat bareng dengan oposisi. Lalu pemikiran kritis saya sebagai independen perlu mengkritisi kebijakan atau manuver politik pemerintah. Saat itu, saya mendapat lawan diskusi dari Jokowi Voter (baca manusia) dan “Cebong”. Dengan manusia, diskusinya cukup baik, berbeda dengan “Cebong”. Seringnya malah jadi debat kusir, kenapa?

Karena pada saat itu saya cukup banyak menulis premis-premis yang konklusinya Golput (baca wacana). Caci maki terhadap saya pun tak terhindari.




Bahwa dengan “hembusan angin politik” sebegitu cukup dramatis, saya pun mulai berpikir keras guna memformulasikan premis-premis baru beserta argumen-argumen rasional yang berkaitan dengan tema, yaitu politik. Maka kecenderungan preferensi politik saya jelas harus “berdiri” bersama barisan manusia dan “Cebong” tadi untuk dan semata-mata demi cita-cita reformasi, yaitu “Supremasi Sipil”.

Ternyata eh ternyata, “perubahan angin” ini disikapi dengan “warna” lain. Ada yang rasional kritis seperti meminta saya untuk berlaku bijak karena bla bla bla, dan ada juga yang Asbun. Nah, yang Asbun ini umumnya bertolak dari kedangkalannya sendiri, bisa dibilang “ilmu secangkir bacot selaut”. Mengenai yang meminta saya untuk berlaku bijak, jawaban saya mudah saja: “Anda terlambat, seharusnya ketika saya ‘menguliti’ argumentasi dangkal dari oposan, anda sudah menyuarakan hal ini.”




Akhirnya saya hanya dapat berbisik, hidupku tidaklah sia-sia. Ternyata ada juga yang mau mengingatkan saya untuk bijak meskipun terlambat. Terima kasih, kawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.