Kolom Asaaro Lahagu: TAK DIDENGAR PIDATONYA OLEH EMAK-EMAK, PRABOWO MARAH

Pemarah. Itulah karakter utama Prabowo. Karakter pemarah ini diperlihatkan oleh Prabowo pada hal sepele sekalipun. Saat dia tengah berpidato di Ponorogo kemarin [Kamis 1/11], sejumlah emak-emak ribut. Mereka mengabaikan pidato Prabowo. Mengapa emak-emak ribut?

Rupanya emak-emak saling berebut buku Prabowo yang gratis.

Buku Prabowo itu dibagikan oleh tim Prabowo di saat dia berpidato. Tentu saja emak-emak lebih peduli pada objek yang nyata daripada pidato fiksi Prabowo. Pidato fiksi atau khayalan Prabowo, tak laku bagi emak-emak. Ketinggian.

Apa ungkapan kemarahan sekaligus isi pidato Prabowo itu? Berikut kutipan kemarahan Prabowo.

“Saudara mau diam atau saya yang bicara, saudara naik ke sini (panggung). Kalau mau sopan saya bicara dulu. Ini ingin lanjut atau tidak. Jangan ribut sendiri,” ujar Prabowo saat berada di salah satu tempat makan di Jl. KH. Ahmad Dahlan, sebagaimana dilansir oleh Detik.com [Kamis 1/11].

“Saudara mau diam atau saya yang bicara, saudara naik ke sini.”

Kalimat ini khas militer yang diktaktor. Orang lain harus dipaksa diam. Jika orang lain tidak bisa diam maka akan diancam dan dibungkam. Kalimat ‘atau saya yang bicara’ sangat keras. Kalimat ‘saya akan bicara’ bisa diartikan, mengambil tindakan keras. ‘Saya yang bicara’ bukan hanya Prabowo yang bicara dengan kata-kata, tetapi juga bicara lewat aksi. Artinya akan ada tindakan keras untuk membungkam anda.

Perangai marah Prabowo itu menunjukkan sifat aslinya. Ia tak peduli siapa yang ada di hadapannya. Padahal yang ribut itu bukan anak-anak kecil. Mereka adalah emak-emak atau kaum perempuan. Tetapi bagi Prabowo yang pemarah, tak peduli anda emak-emak. Tak peduli anda di muka umum. Jika anda mengabaikan pidato seorang Prabowo, maka Prabowo sendiri yang akan menyemprot anda.

Pidato Prabowo harus didengar. Tak peduli anda bosan. Tak peduli anda mengerti. Tak peduli anda tak paham. Pokoknya anda harus mendengar. Anda harus menyimak. Dan jika anda tak mendengarnya, anda akan kena marah.

Marahnya Prabowo karena pidatonya tak didengar, sebetulnya menggelikan. Saat saya memperhatikan rekaman pidatonya lewat youtube, saya melihat situasi tidak kondusif. Sangat padat, sangat ramai dan orang begitu banyak. Prabowo pun terlihat kepanasan.

Dalam situasi demikian, maka keributan sangat bisa terjadi. Gangguan sangat rentan muncul. Karena itu. pada situasi demikian, seorang yang berpidato di tengah kerumunan harus bisa menguasai emosinya jika pidatonya tak didengar atau disimak. Namun, apa yang terjadi?

Prabowo tak mampu menahan emosinya. Ketika ada keributan sedikit, ia marah. Padahal ributnya kaum emak-emak itu karena kesalahan tim Prabowo sendiri. Buku dibagikan saat Prabowo sedang berpidato. Seharusnya buku dibagikan sebelum atau sesudah Prabowo berpidato. Namun Prabowo tak melihat situasi itu. Ketika ia tak didengar, ia marah.

Bayangkan jika seorang Prabowo menjadi pemimpin bangsa ini. Ia pasti tidak lepas dari kritik. Namun dengan karakternya yang pemarah, ia akan membungkam pengkritiknya dengan tindakan keras. Ia mungkin memerintahkan langsung tentara dan polisi menghajar para pengkritiknya. Ini berarti Indonesia kembali ke Zaman Soeharto. Bicara sedikit saja soal Soeharto, maka anda ‘diamankan’ oleh intel.

Kejadian marahnya Prabowo di Ponorogo itu menunjukkan siapa Prabowo sebenarnya. Ia tak bisa menutupi karakternya yang pemarah walaupun ditutup-tutupi oleh pendukungnya. Prabowo adalah seorang yang grasa-grusu, seorang yang emosional, seorang yang diktaktor dan bukan seorang yang tegas.

Marahnya Prabowo tidak bisa disamakan dengan tindakan tegas. Tegas bukan berarti marah. Tegas bukan berarti menghardik. Tegas bukan berarti marah-marah. Tegas bukan berarti membanting handphone. Tegas berati tidak berkompromi dengan koruptor, kaum khilafah, provokator, dan para pengkhianat bangsa.

Lalu, apa isi pidato Prabowo yang tidak didengar oleh kaum emak-emak itu? Perhatikanlah isi pidato Prabowo berikut ini!

“Sekian banyak produk asli dalam negeri banyak yang diambil pihak asing. Jika kita hitung setiap tahunnya berapa banyak produk kita diambil oleh asing, dan itu sudah terjadi puluhan tahun,” ujar Capres Prabowo.

“Kita harus yakinkan rakyat semua, bahwa negara kita dalam keadaan sakit. Segelintir orang telah menguasai kekayaan kita, dan mereka itu ingin menentukan siapa bupati, gubernur, dan presidennya,” tuturnya.

Siapa yang tidak bosan mendengar retorika Prabowo itu? Negara Indonesia sedang sakit? Indonesia tidak sakit. Indonesia sedang maju. Infrastrukturnya semakin maju. Pemberantasan korupsi semakin membahana. Yang sakit barangkali para pendukung Prabowo dan Prabowo sendiri yang menyebar hoax Ratna. Sampai-sampai Prabowo melakukan konferensi pers segala. Sakit jiwa.

Prabowo berkoar-koar tentang anti asing. Namun ia tidak punya konsep bagaimana membangun Indonesia tanpa investor asing. Prabowo tak punya konsep bagaimana membangun Indonesia menjadi negara mandiri tanpa campur tangan asing.

Misalnya Prabowo berpidato dan berjanji dengan tegas. Jika ia menjadi Presiden, maka seluruh perusahaan asing, langsung diambil alih. Seluruh orang asing akan diusir dari bumi Indonesia. Produk-produk asing akan dihilangkan di pasar-pasar, di toko-toko dan di mall-mall. Seluruh hal yang berbau asing termasuk bahasa Inggris akan dihancur-leburkan. Nah, ini baru konsep jitu Prabowo.

“Saya juga seorang pejuang, pahlawan nasional dan penulis. Saya sudah banyak menulis buku salah satunya Paradoks Indonesia, yang berisi data dan angka kerugian negara yang diakibatkan kekayaan kita dikuasai pihak asing, bahkan data itu saya dapat dari pemerintah RI,” ujar Prabowo (Tribunnews).

Mendengar lanjutan pidato Prabowo ini, jelas emak-emak semakin bosan. Ini pasti bohong. Fiksi. Tak berwujud. Tak nyata. Sejak kapan Prabowo seorang pejuang? Sejak tahun 1998? Saat ia melakukan penculikan para mahasiswa? Bosan.

Sejak kapan Prabowo pahlawan nasional? Siapa yang mengangkatnya? Apa jasa Prabowo bagi negara sampai ia menyebut dirinya pahlawan nasional? Ini fiksi. Khayalan. Sangat bosan mendengarnya.

Lalu, sejak kapan Prabowo seorang penulis? Bukankah buku itu bisa ditulis oleh orang lain dan nama hanya ditempel sebagai pengarang? Ah, semakin bosan mendengarnya. Maka ketika ada yang berwujud, nyata, bisa dilihat dengan mata, kaum emak-emak langsung terbuka matanya. Ketika buku Prabowo yang nyata, terlihat, bisa diraba, maka emak-emak baru ribut.

Jika memiliki buku karangan Prabowo itu lumayan untuk mainan anak kecil. Atau sekurang-kurangnya lembaran buku itu bisa digunakan menjadi pembungkus cabe, bawang atau tempe setipis ATM. Begitulah kura-kura. #JokowiLagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.