Kolom Ray Bambino: TO BE THE GODFATHER

Dalam kehidupan nyata di Jakarta, kita seakan terkondisi untuk sebuah eksistensi. Di usia muda saya antara 15-21 tahun, level kekonyolan menetukan predikat. Semakin konyol semakin ngetop.

Masa muda saya pernah bercita-cita untuk menjadi kepala gengster.

Cara untuk menggapainya adalah kasih 2 lobang peluru di kepalanya Yapto. Pikiran konyol saya ketika itu adalah bahwa dengan saya berbuat itu, semua orang dan daerah taklukkannya akan tunduk pada saya. Hahaha.. Gokil..!!

Pikiran konyol masa muda saya terkoreksi oleh dua sosok manusia yan nyaris tidak sempurna namun cukup memikat dunia berpikir saya. Orang itu bernama Jokowi dan Ahok. Dari mereka saya memahami hakikat eksistensi manusia.

Secara kasat mata, Jokowi terlihat sangat biasa bahkan sulit kita menilai bahwa orang ini masuk kualifikasi kuat. Sebaliknya Ahok, darinya hampir dapat dipastikan tidak ada kelembutan dalam dirinya. Bagaimana tidak?

Perangai dan nada bicara yang tak berirama itu sungguh membosankan. Tapi, ketika ketuk palu untuk 2 tahun penjara atas perbuatannya yang sejatinya adalah bukan merupakan kesalahannya itu, ia terima dengan lemah lembut. Hal itu bisa kita dilihat dari “air mukanya” ketika itu.

Sayang, pelajaran berharga itu tidak saya dapati di masa remaja saya.. tapi saya tidak menyesal. Inilah warna hidup saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.