Kolom Asaaro Lahagu: SURVEI KOMPAS NYARIS TAK DIPUBLISH (Akhirnya Keluar, Untungkan Kubu Jokowi)

Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu

Hasil survei Kompas (Jokowi-Ma’ruf 49,2 %; Prabowo-Sandiaga 37,4 %) menyampaikan pesan penting. Selisih elektabilitas antara Jokowi vs Prabowo berada pada angka 11,8%. Selisih itu semakin sedikit.

Melihat hasil survei Kompas, Kubu Prabowo bersorak kegirangan. “Kemenangan di depan mata,” kata Dahnil Anzar.

Sementara itu di Kubu Jokowi, muncul kekhawatiran. Pasalnya pada survei Kompas sebelumnya, elektabilitas Jokowi lebih tinggi dan sekarang trendnya menurun. Sebaliknya, elektabilitas Prabowo naik.

Jadi, Kubu Jakowi patut waspada dan khawatir. Potensi kekalahan Jokowi sudah di depan mata. Akan tetapi ada satu hal yang menguntungkan Kubu Jokowi. Hasil survei Kompas itu diluncurkan sebelum hari pencoblosan. Jadi masih ada waktu 27 hari bagi Kubu Jakowi untuk berbenah dan bergerak. Survei Kompas jelas me-warning keras Kubu Jokowi.

Saya sendiri termasuk yang mempercayai survei Kompas. Kompas tetap menjaga independensinya. Tahun 2017 lalu, saya menunggu betul hasil survei Kompas hingga hari pencoblosan Pilkada DKI Jakarta. Saya ingin tahu hasil survei Kompas tentang elektabilitas Ahok-Djarot vs Anies-Sandiaga sebulan atau 2 minggu sebelum hari pencoblosan. Namun, Survei Kompas yang saya tunggu-tunggu, tidak pernah muncul hingga hari pencoblosan.

Ternyata dari bocoran internal diketahui bahwa Kompas sebetulnya sudah melakukan survei Pilkada DKI beberapa minggu sebelum hari pencoblosan. Hasilnya Ahok-Djarot kalah. Karena petahana kalah, Kompas tidak mau menambah kepanikan pendukung Ahok, akhirnya hasil survei itu disimpan di laci Kompas. Tak pernah dipublish.

Hal yang sama nyaris terjadi pada Survei Kompas di Pilpres 2019. Kompas sudah melakukan Survei pada akhir Februari hingga awal Maret 2019. Hasilnya, Jokowi unggul tipis dengan sejumlah kekhawatiran. Di bawah 50%. Kompas bermaksud menyimpan hasil survei itu. Tidak dipublish karena bisa membuat Jokowi takut dan pendukungnya panik.

Hasil Survei Kompas itu bocor dan sampai di telinga lingkar elit Jokowi-JK. Kompas didesak agar mempublish saja hasil sruveinya. Apalagi hasil survei itu sudah bocor di sebagian kalangan. Akhirnya Kompas mempublish hasil surveinya pada hari ini [Rabu 20/3].

Sebelumnya [Senin 19/3: Malam], ketika hasil Survei Kompas bocor, Ketua Umum APINDO (Sofyan Wanandi) mengumpulkan para pengusaha, mayoritas keturunan China. Mereka menyiapkan deklarasi dukungan. Ketika membuka acara, Sofyan Wanandi menyampaikan beberapa statemen menarik.

Jokowi dengan segala kelemahannya akan didukung pengusaha. Pengusaha saat ini takut Jokowi kalah. Yang penting sekarang, menangkan Jokowi dulu, baru nanti membuat usul untuk rencana perbaikan ekonomi yang bagus.

Hasil survei Kompas mengindikasikan keunggulan Jokowi, tetapi sudah di bawah 50%. Itu sudah berada di zona berbahaya. Gawat. Hoaks yang menerpa Jokowi sudah sangat masif dan dibangun sejak 5 tahun. Saat ini, orang percaya bahwa Jokowi anti Islam, PKI, teman aseng dan seterusnya.

Menindaklanjuti hasil survei Kompas itu, Sofyan Wanandi bergerak cepat. Ia yakin, di Pilpres 2019 nanti, Jokowi belum tentu menang. Oleh karena itu pendukung Jokowi tidak boleh lengah. Dalam kacamata Soyan Wanandi, peran pengusaha juga dianggap penting untuk pemenangan Jokowi, karena mereka bisa menggerakkan karyawan-karyawan di perusahaan masing-masing.

Inti pertemuan yang digagas Sofyan Wanandi itu adalah memastikan semua pengusaha memenangkan Jokowi. Kalau tidak ada aral melintang deklarasi pengusaha dukung Jokowi akan digelar pada tanggal 21 Maret 2019 ini.

Seiring dengan hasil survei Kompas, tanda bahaya untuk Jakowi sedang berdering. Dua faktor yang akan membuat Jokowi kalah. Pertama, faktor Golput. Jika banyak yang Golput, maka Jokowi berpotensi kalah. Ditinjau dari segi militansi, pendukung Prabowo jauh lebih fanatik. Ini juga sudah digaungkan oleh LSI Denny JA.

Pendukung Prabowo rela melakukan segalanya demi memenangkan Prabowo. Sementara militansi pendukung Jokowi hanya riuh di sosial media dan saat Jokowi blusukan. Selebihnya angin-anginan. Kelemahan pendukung Jokowi ini dibaca benar oleh para perancang strategi Kubu Prabowo.

Faktor ke dua adalah pendukung Prabowo mencoba menakut-nakuti calon pemilih Jokowi terutama kaum minoritas. Mereka ditakut-takuti dengan menyebar adanya isu kerusuhan, ada kekacauan dan seterusnya. Selain itu, himbauan Prabowo agar para saksi dan calon pemilihnya menginap di TPS-TPS, mendirikan dapur umum untuk mengawasi TPS juga secara tidak langsung menakut-nakuti calon pemilih Jokowi.

Para pendukung Prabowo juga sudah lama bersuara ribut, seolah-olah mereka sangat ramai padahal mereka masih kalah jauh dari pendukung Jokowi. Masalahnya, pendukung Jokowi kurang ribut, kurang bersuara lantang sehingga suaranya tenggelam oleh suara pendukung Prabowo.

Jika faktor Golput dan ada keengganan disertai ketakutan datang ke TPS bagi calon pemilih Jokowi, maka potensi kekalahan Jokowi di depan mata. Masih ada waktu untuk meyakinkan kaum Golput dan orang-orang yang takut mencoblos agar berani dan tidak takut datang ke TPS. Perang terakhir, perang urat saraf, ada di TPS.

Untung hasil survei Kompas muncul satu bulan sebelum hari pencoblosan. Kalau tidak, Kubu Jokowi terlena hasil survei yang lain. Masih ada waktu untuk Kubu Jokowi berbenah dan bergerak cepat. Survei Kompas jelas me-warning keras Kubu Jokowi agar lebih bersuara lantang, lebih bersuara ribut, lebih militan dan turun ke lapangan door to door.

Bergeraklah, hai pendukung Jokowi. Sekarang!

https://www.youtube.com/watch?v=3yCvhLAFIjg&t=34s

2 thoughts on “Kolom Asaaro Lahagu: SURVEI KOMPAS NYARIS TAK DIPUBLISH (Akhirnya Keluar, Untungkan Kubu Jokowi)

  1. No 01 mari perjuangkan ,yuuk rame2 tgl 17 April Jokowi Ma’aruf pilihan yg tepat.
    Jokowi 2 Periode wajib diperjuangkan.

  2. “Bergeraklah, hai pendukung Jokowi. Sekarang!”
    disini letak menang kalahnya Jokowi: Bergerak!
    Kalau diam saja tidak akan ada perubahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.