Kolom Eko Kuntadhi: PESAN TERAKHIR MBAH MOEN UNTUK GANJAR

Dua hari sebelum KH Maimoen Zubair berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Gubernur Jateng (Ganjar Pranowo) sowan kepadanya. Di rumah yang sederhana, Ganjar diterima dengan hangat. Baginya, Mbah Moen seperti ayahnya sendiri. Ia ingin mendapat masihat sebelum Mbah Moen berangkat haji.

Siang itu Ganjar duduk menghadap Mbah Moen.

Bersama para santri mengelilingi kyai kharismatik berusia 90 tahun. Ketika azan ashar tiba, Ganjar izin hendak sholat di masjid.

Tapi, Mbah Moen meminta Ganjar sholat bersamanya. Sementara santri-santri lain, beranjak ke masjid. Mbah Moen menuntun Ganjar ke kamar pribadinya. Di sanalah mereka melaksanakan sholat jemaah, hanya berdua.

Mbah Moen mendoakan Ganjar. Mendoakan kebaikannya untuk Indonesia masa depan. Sore ini, di kamar yang sederhana, keduanya larut dalam sholat, dalam doa, dan dalam keheningan. Mbah Moen seperti seorang ayah yang ingin menyampaikan pesan terakhir kepada anaknya.

Esoknya Mbah Moen berangkat ke Jakarta, untuk kemudian bertolak ke Tanah Suci. Di Jakarta, Mbah Moen menyempatkan bertamu ke rumah Megawati di Jl. Teuku Umar. Dalam kesempatan itu, Mbah Moen bicara soal kecintaannya pada negeri ini. Kecintaannya pada NKRI. “Tanpa Pancasila, tidak ada NKRI,” ujarnya.

Ada satu pesan Mbah Moen agar selalu menjalin persatuan. Politik yang sempat mengoyak perlu dijahit kembali. Mungkin karena ulama besar ini sadar, Indonesia saat ini sedang dirongrong oleh kelompok kepentingan yang mengatasnamankan agama.

Bagi Mbah Moen, menjaga Indonesia dengan keragaman merupakan keharusan. Dengan cara itulah, Indonesia akan tetap utuh.

Ada kisah menarik ketika dalam berbagai kesempatan Mbah Moen selalu bercerita bahwa para alim ulama banyak yang meninggal di Hari Selasa. Di depan banyak orang, ia sering mengungkapkan keinginannya dipanggil Allah pada hari Selasa. Bagi Mbah Moen, wafat di Hari Selasa seperti mengikuti jejak para alim yang dikaguminya.

Bukan hanya soal hari. Dalam banyak kesempatan, lelaki sepuh itu juga sering berdoa agar bisa menutup usia di Tanah Suci. Kerinduannya pada tanah kelahiran Kanjeng Nabi, membawanya selalu ingin datang ke sana. Ia datang sambil menyampaikan shalawat kepada junjungannya. Ia datang dengan perasaan takjim mengunjungi tanah tempat Rasulullah berpijak.

Setiap tahun, Mbah Moen berusaha berhaji. Setelah pulang haji, ia akan mendaftar lagi untuk berangkat pada haji berikutnya. Begitu yang dilakukannya selama bertahun-tahun.

Maka hari ini, apa yang diinginkan Mbah Moen terwujud. Allah memanggilnya di hari Selasa, pada saat lelaki sepuh itu berada di Tanah Suci. Selasa ini di Mekkah, ulama besar itu menyempurnakan hidupnya.

Sementara jejaknya di Indonesia terus bisa kita susuri. Jejak ulama besar yang mencintai bangsanya dengan hati yang penuh. Jejak akhlak yang menjunjung kemanusiaan.

Sepertinya, Ganjar Pranowo akan selalu mengingat pesan terakhir yang dibisikkan Mbah Moen di kamar sederhana itu. Sehabis jemaah Ashar. Pesan seorang ulama tentang masa depan Indonesia.

Innalillahi wainnailaihi rajiun. Di Pemakaman Ma’la, seorang putra terbaik Indonesia hari ini dimakamkan. Tanah suci menjadi saksi kembalinya seorang insan menuju sang khalik. Semoga Allah dan Rasulnya menyambut Mbah Moen dengan dekapan hangat.

Semoga shalawat yang selalu dilantunkan Mbah Moen berbalas syafaat dari kanjeng Nabi.

Lahul Fatihah…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.