Kolom Asaaro Lahagu: MEMAHAMI BAHAR BIN SMIT — Pengganti Rizieq

Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu

Kenapa Bahar begitu garang menyerang dan menghina pemerintah? Jawabannya adalah periuknya ada di situ. Bahar mendapat fans ketika dia dengan lantang menyerang pemerintah. Untuk menyerang pemerintah, dia harus punya tunggangan.

Agama adalah tunggangan yang mudah ditunggangi di negeri ini. Bahar melihat dan memanfaatkan celah pasar ini.

Dalam bahasa entrepreneur, Bahar adalah sosok yang jago membaca peluang. Dia paham ada celah pasar yang punya konsumen tersendiri. Lalu dia ambil celah pasar itu. Iapun terjun langsung memasuki pasar.

Ya, pasar dengan omong besar, lantang, berani, dan tidak takut. Modal Bahar adalah lancar mengucapkan teks-teks suci. Ia menjadikannya sebagai dalil untuk menyerang siapapun yang tidak disukainya termasuk pemerintah.

Bahar bukanlah sosok ganteng. Ia juga tidak pandai bercanda dan melucu semacam Tukul Arwana. Bahar juga bukanlah akademisi beken semacam Rheynald Kasali. Bahar tidak punya modal untuk menjadi motivator ulung semacam Mario Teguh atau Tung Desem Waringin.

Bahar juga tidak bisa main drama atau film semacam Rambo, atau menarik banyak pengikut di Youtuber semacam Atta Halilintar. Ia juga tidak punya modal suara bagus semacam Afgan. Bahar tidak bisa main musik kayak Jenrix. Ia juga bukanlah pengusaha seperti Sandiaga Uno.

Dalam berdakwah, Bahar tidak punya cakrawala pemahaman agama yang luas dan dalam semacam Qurais Shihab. Ia juga tidak seperti Zainuddin atau AA Gym yang mampu menjelaskan agama dalam kehidupan nyata dan punya pengikut tersendiri.

Setelah sempat bebas lantaran program asimilasi [Sabtu 16/5], Habib Bahar bin Smith kembali ditahan [Selasa 19/5: Dini Hari]. Sumber: Pojok Bogor.

Bahar tidak punya modal banyak. Padahal ia adalah termasuk tipe manusia yang suka menjadi pusat perhatian. Celakanya ia tidak punya banyak pilihan sebagai modal agar terkenal sekaligus sumber isi periuknya.

Bahar tidak kaya, tidak ganteng, tidak bisa berakting, tidak bisa menyanyi, tidak bisa main film, tidak bisa punya bakat olahraga. Celakanya nafsunya agar terus-menerus menjadi pusat perhatian luar biasa besar. Dan ini harus dipenuhi.

Maka satu-satunya jalan adalah menjadi pembicara agama. Modal utama harus menguasai ayat-ayat suci. Namun, hanya menguasi ayat-ayat suci saja, tentu tidak cukup. Harus diselingi kritikan dan serangan keras. Harus berani, lantang, suara besar, berapi-api. Kata-kata ‘lawan’, ‘zalim’, dan seterusnya harus diucapkan dengan semangat berapi-api.

Bahar tidak jauh beda dengan Yahya Waloni. Modal Yahya Waloni adalah menjelek-jelekkan agama yang dianutnya sebelumnya. Modal keduanya adalah kata-kata kafir, neraka dan surga.

Dan ini punya pasar tersendiri. Dan penggemar Yahya Waloni pun berjubel. Tentu semakin banyak penggemar, diundang ke mana-mana, maka periuknya tambah terisi.

Di Indonesia, yang sedang mabuk agama, seorang pembicara semacam Bahar, Yahya Waloni, termasuk Rizieq punya pasar tersendiri. Pasarnya bisa sampai 10 persen. Nah inilah yang dimanfaatkan oleh mereka yang punya keberanian lebih.

Bisa dibayangkan jika pasar tidak suka gaya dakwah mereka, maka orang-orang yang sama tidak akan muncul karena mereka tidak laku. Tidak punya pasar. Ada permintaan, maka ada penawaran.

Justru karena ada pengikut, ada orang yang mau mendengar, ada fans, maka gaya dakwah yang cenderung keras, provokatif, tebar kebencian, terus muncul dimana-mana di wilayah negeri ini.

Bahar paham bahwa sepeninggal Rizieq yang masih terkunci di Arab, tidak ada pendakwah yang sepadan. Nah, sekali lagi Bahar membaca celah dan mengisi kekosongan ini. Ia mencoba tampil sebagai kandidat pengganti Riziq. Gaya dakwahnya tidak jauh beda dengan Rizieq. Keras, lantang, dan hobi menyerang pemerintah.

Tentu Bahar tidak langsung mengcopy-paste gaya berpakaian Rizieq. Ia meng-create busananya sendiri. Rambut pirang, topi baret 5 bintang, pakaian gamis. Semuanya punya ciri khas yang memudahkan orang mengenalnya.

Jonru Ginting

Banyak orang-orang di negeri ini menjadi terkenal karena mereka melawan pemerintah. Amin Rais dan Gusdur adalah dua sosok yang terkenal karena melawan Soeharto.

Tak usah jauh-jauh. Jonru Ginting tekenal karena melawan pemerintah. Dan ia punya follower jutaan orang di facebook. Itu karena memilih Jokowi sebagai lawannya. Apapun yang dibuat Jokowi, pasti dinyinyiri oleh Jonru Ginting. Dan nyinyiran ini ada pasarnya.

Hal yang sama tidak jauh beda dengan Fadli Zon. Fadli Zon terkenal karena ia terus menerus menyinyiri Jokowi selama bertahun-tahun. Dan di sana ia terkenal. Ia menjadi pusat perhatian media.

Bedanya dengan Bahar, Fadli Zon punya latar belakang akademis yang kuat. Dia S-3 dari Rusia. Oleh karenanya ia bisa masuk ke Gerindra dan selanjutnya bisa masuk DPR.

Andaikan Fadli Zon tidak punya jabatan, tidak punya pendidikan akademis, mungkin ia lebih keras dari Bahar. Mengapa? Nafsunya agar selalu diperhatikan orang, menjadi pusat perhatian, terus-menerus bangkit dari alam bawah sadarnya. Bisa jadi Fadli Zon bisa menjadi kepala preman terkenal.

Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.