Kolom Asaaro Lahagu: 5 SKENARIO PEMUNDURAN JOKOWI

Asaaro Lahagu

Di tengah wabah Corona, tuntutan agar Jokowi mundur terus muncul. Kaum radikalis agama, poros Cendana, mafia dan pengusaha hitam, koruptor, barisan kaum kalah di Pilpres yang rugi modal, Purnawirawan TNI-Polri dan eks pecatan menteri, berkolaborasi membuat beberapa skenario pemunduran Jokowi.

Pertama, lewat strategi bentrokan umat beragama.

Di era Jokowi, pelarangan beribadat umat beragama non-muslim terus menguat. Demikian juga penggagalan pendirian rumah ibadat. Kaum radikalis, mencoba memantik kemarahan umat minoritas. Mereka terus mengganggu kebebasan beragama umat minoritas.

Ada tiga keuntungan mereka mengganggu ibadat kaum minoritas. Pertama, kaum minoritas akan menuntut Jokowi membela mereka sebagai kaum teraniaya. Jika Jokowi diam, maka umat minoritas itu akan kehilangan simpati kepada Jokowi. Merekapun berbalik menyerang Jokowi.

Keuntungan ke dua adalah menunggu reaksi Jokowi. Jika Jokowi membela kaum minoritas secara terang-terangan, maka kaum radikalis akan melawan. Mereka justru semakin beringas, membuat kegaduhan baru sehingga pecah bentrokan.

Keuntungan ke tiga adalah dengan melarang umat minoritas mendirikan rumah ibadat walaupun sudah ada IMB dan mengganggu ibadat mereka, maka perasaan hebat di kalangan kaum radikalis terpuaskan. Mereka termotivasi untuk mempererat perasaan bersatu dan merasa lebih hebat dan lebih kuat.

Semakin Jokowi membela kaum minoritas, maka reaksi keras kaum radikalis semakin menjadi-jadi. Mereka akan menimbulkan kegaduhan serupa di seluruh wilayah Nusantara. Konflik umat beragama pun tersulut. Terjadilah kekacauan yang pada ujungnya menuntut Jokowi mundur.

Skenario ini dibaca benar oleh Jokowi. Jangan heran jika Jokowi tidak reaktif, tidak grasa-grusu dan lantang membela kamum minoritas yang teraniaya. Terkadang Jokowi mendiamkan walaupun isu pelarangan ibadat dan gangguan pendirian gereja begitu viral.

Terkadang Jokowi meminta kepala daerah untuk menangani langsung masalah kehidupan beragama di daerahnya masing-masing.

Jika isu sudah menjad isu nasional, barulah Jokowi memberi tugas kepada Menkopolhukam dan Mendagri untuk membereskan masalah kehidupan beragama tersebut. Itupun dengan soft approach. Ini adalah bagian strategi agar tidak termakan skenario kaum radikalis.

Dalam kasus Ustad Abdul Somad (UAS) yang terang-terangan menghina Agama Kristen, proses hukum terlihat tumpul. Ini berbeda perlakuan jika kaum minoritas melakukan hal yang sama. Dalam kasus Ahok misalnya, proses hukum benar-benar ditegakkan. Tetapi dalam kasus Abdul Somad, hukum dibiarkan mengendap. Mengapa? Jika UAS diproses justru akan memicu konflik baru yang sasarannya kepada Jokowi lagi.

Skenario ke dua adalah memancing kerusuhan sosial dengan alasan faktor ekonomi. Munculnya kelompok yang memprovokasi saatnya menjarah toko dan mall adalah bentuk nyata skenario ini. Mereka terus memframing bahwa ekonomi begitu sulit, pengangguran begitu tinggi dan kemiskinan merajalela.

Para lawan Jokowi menunggu dan terus menunggu pemantik kerusuhan. Ketika kerusuhan ini mulai meletus, maka lawan-lawan Jokowi siap menyiram bensin untuk membesarkannya. Kerusuhan 1998 adalah awal kejatuhan kedigdayaan Soeharto yang puluhan tahun tak tergoyahkan. Hal yang sama dicoba diulangi untuk melengserkan Jokowi di tengah jalan.

Jokowi  paham benar situasi ini. Jangan heran, aparat keamanan begitu reaktif kalau ada berita ajakan menjarah di medsos. Pelaku langsung diburu dan dicokok tanpa ampun. Pihak yang mencoba memprovokasi situasi, langsung dipadamkan dengan kekuatan penuh.

Skenario ke tiga adalah tuduhan PKI. Publik pikir, tuduhan PKI ini akan padam setelah Pilpres. Ternyata tidak. Isu TKA China, dan China Komunis terus digoreng. Perhatikanlah. Kata ‘China’ terus digaris-bawahi. Mengapa kata ‘China’ terus digoreng? Ada dua alasan.

Pertama, untuk menakut-nakuti keturunan China yang notabene menguasai perekonomian negara. Jika mereka takut dan tidak percaya lagi kepada Jokowi, maka duit mereka akan dibawa deras ke luar negeri. Jika hal itu terjadi, maka perekonomian akan ambruk seketika.

Sehebat apapun Jokowi mempertahankan ekonomi Indonesia, jika pengusaha keturunan tidak lagi percaya, maka ekonomi Indonesia langsung ambruk. Ingat ketika kerusuhan 1998. Mengapa ekonomi saat itu ambruk? Dimulai dengan kerusuhan anti China. Lalu pengusaha China kabur ke luar negeri bersama duit mereka. Apa yang terjadi, ekonomi langsung ambruk.

Ke dua, untuk membuat musuh bersama. Para lawan Jokowi sebetulnya tidak kuat-kuat amat. Mere juga rapuh. Oleh karena itu, mereka membutuhkan musuh bersama. Tanpa musuh bersama, maka mereka sendiri akan terpecah-pecah.

Nah, Jokowi diframing bagian dari antek China. Dengan demikian Jokowi adalah musuh bersama yang dapat memperkuat persatuan di antara mereka.

Dengan menguatnya framing Jokowi antek China, ditambah ekonomi ambruk, isu TKA China masuk dan menguasai Indonesia, maka kaum mahasiswa akan terpancing turun di jalan. Inilah tujuan sebenarnya. Demo 1966 yang menurunkan Soekarno dan 1998, dipelopori oleh mahasiswa. Jika mahasiswa berhasil dipancing, maka pemerintahan bisa goyah.

Jadi, lawan Jokowi terus memancing mahasiswa agar turun. Tanpa mahasiswa, mereka kurang kuat. Nah, bagaimana supaya mahasiswa di seluruh Indonesia turun? Jika isu agama, jelas mahasiswa enggan turun.

Tetapi jika isu komunis, isu utang, diyakini mahasiswa bisa terpancing. Nah, jika mahasiswa ikut turun ke jalan mengecam Jokowi sebaga antek China, maka skenario pelengseran tinggal selangkah lagi.

Sementara itu para Purnawiran TNI yang tidak mendapat tempat di Pemerintahan Jokowi membentuk barisan sakit hati. Munculnya tuntutan mundur dari Ruslan Buton, mantan perwira pertama yang dipecat dari TNI adalah contoh konkrit bagaimana para mantan perwira  ingin membalas dendam.

Mereka ingin agar Jokowi lengser. Jika ada 800 ratusan jenderal yang dicatut pro Said Didu Vs Luhut adalah bentuk nyata bagamaimana para mantan Jenderal siap mencari alasan menghantam Jokowi.

Bisa dipahami jika Menteri investasi Luhut maju mundur untuk memasukkan tenaga kerja ahli dari China untuk membangun smelter. Kadang Luhut tarik-undur. Kadang dia mengatakan TKA China masuk sesuai dengan prosedur, kadang dia mengatakan masih ditunda sampai bulan Juni-Juli atau pandemi Corona selesai.

Pun terkait soal Said Didu, aparat juga akan menunggu moment yang tepat untuk melanjutkan atau menghentikan proses hukum terhadap Said Didu. Paling tidak pemanggilan Said Didu, sudah cukup memberi peringatan bahwa fitnah tanpa dasar tidak dibenarkan oleh siapapun.

Skenario ke empat adalah isu anti Islam. Isu mall dibuka sedangkan Masjid ditutup adalah dua hal yang digoreng. Framingnya adalah pemerintah ini zalim terhadap umat Islam. Beribadat dilarang sedangkan mall dibuka.

Jika isu bisa digoreng dan berhasil membesar dan menyinggung umat Islam, maka mereka akan marah secara massal. Jokowi akan menjadi musuh bersama dan wajib dilengserkan.

Jokowi juga paham benar skenario ini. Sebelum membuat kebijakan pelarangan ibadat di rumah ibadat ataupun shalat di jalan, Jokowi terlebih dahulu berkomunikasi dengan dua organisasi keagamaan terbesar yakni Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah ditambah berkomunikasi dengan MUI.

Setelah mereka setuju, maka Jokowi mengeluarkan kebijakan larangan ibadat bersifat massal di masa pandemik Corona.

Skenario ke lima adalah memunculkan konflik di antara menteri Jokowi sendiri. Tentu ada persaingan di antara menteri Jokowi. Banyak kebijakan menteri Jokowi tumpang tindih satu sama lain. Apa pesan dari kekacauan itu?

Pesannya adalah para menteri itu berhasil dipengaruhi oleh penumpang gelap yang masuk di istana. Diamnya KSP Moeldoko yang gagal menjadi Menkopolhukam misalnya, ikut mempengaruhi koordinasi di antara para menteri di lingkar istana. Perhatikanlah mengapa Moeldoko jarang muncul saat ini. Berarti ada sedikit friksi di istana.

Miskomunikasi di kalangan menteri Jokowi tentu berdampak negatif pada wibawa Pemerintahan Jokowi. Tak tertutup kemungkinan, bisa muncul blunder menteri Jokowi. Ini bisa membuat Kabinet Jokowi lemah, terutama dalam menangani masalah Covid-19. Akibatnya sasaran tembak adalah Jokowi sendiri.

Saat ini terlihat jelas, bagaimana musuh Jokowi langsung menyerang menteri yang berlatarbelakang minoritas. Menteri-menteri Jokowi menjadi sasaran tembak. Luhut, Yasonna dan Terawan adalah sasaran tembak. Di sosial media beredar isu Kalapas yang dipecat dengan alasan sebenarnya korupsi diframing dengan alasan hoax karena mewajibkan baca Al-Quran para Napi. Ini adalah bagian dari serangan kepada menteri Jokowi.

Luhut, Yasonna dan Terawan terlihat juga amat hati-hati. Dalam penangkapan Bahar Bin Smith tempo hari, berkat kesigapan dan persiapan matang aparat, taktik Bahar untuk menjebak Polisi masuk ke tempat Ibadat dan mengulur waktu demi menghimpun kekuatan massa, gagal.

Kini Bahar langsung dijebloskan ke Nusakambangan dengan keamanan tingkat tinggi. Tujuannya memutus total hubungannya dengan para pengikutnya.

Jika nantinya ada pelonggaran PSBB terkait Covid-19, itu juga tidak lepas dari bagian strategi Jokowi. Tujuannya adalah agar ekonomi tidak benar-benar lumpuh dan ambruk. Pun untuk menangkal kolaborasi pelengseran dirinya dengan menunggangi Covid-19, Jokowi menguatkan intelijen. Jangan heran pimpinan penanganan Covid-19 adalah seorang Jenderal dengan berkolaborasi dengan BIN.

Apakah Jokowi bisa dimundurkan? Orang benar, orang yang berjuang untuk bangsanya, sulit dimundurkan. Selalu saja ada jalan untuk lolos. Karena banyak tangan yang membelanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.