Kolom Eko Kuntadhi: ACEH MAU ‘NYEPI’ SAAT LEBARAN

Bupati Aceh Besar (Mawardi Ali) mengirim surat pada PT Angkasa Pura. Dia meminta Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh untuk menghentikan aktifitas penerbangan di Bandara tersebut pada hari pertama lebaran. Mulai pukul 00.00 sampai 12.00. Alasan Bupati simpel.

Ia mendapat keluhan pegawai Bandara karena tidak bisa melaksanakan shalat Ied.

Sesuai dengan sistem syariah di Aceh, Bupati ingin menerapkan juga di Bandara. Tujuannya agar seluruh petugas Bandara bisa sholat ied.

Seru sih. Sholat ied merupakan ibadah sunnah. Sementara sholat Jumat itu ibadah wajib. Kenapa Bupati gak minta sekalian Bandara ditutup setiap Jumat mulai pukul 11.00 sampai 13.00. Masa petugas Bandara mau dibiarkan melalaikan kewajiban agama?

Jika disetujui, Bandara Aceh ini akan menjadi satu-satunya Bandara yang ditutup hari lebaran. Saudi saja gak melakukannya. Meski Idul Fitri atau Idul Adha, Bandara King Abdul Azis tetap ramai. Demikian juga negara muslim lainnya.

Oh, mungkin keislaman mereka gak setara dengan keimanan warga Aceh Besar. Daerah wajib halal ini apapun masalahnya, harus dicari alasan syariahnya.

Mungkin juga Aceh mau meniru Bali, yang merayakan hari raya Nyepi dengan menutup semua aktifitas termasuk aktifitas Bandara. Bedanya ibadah nyepi memang dilakukan dengan cara seperti itu. Mematikan listik, tidak menyalakan api, tidak menyalakan mesin, musik, TV, HP dan semua aktifitas. Artinya, menutup Bandara bagian dari ibadah.

Namanya aja Nyepi. Ya, harus sepi. Kalau hari raya Kuningan atau Galungan Bandara Bali gak perlu tutup.

Sementara Idul Fitri atau Idul Adha tidak ada kewajiban ‘menyepi’. Wong biasanya setiap lebaran jalanan justru macet.

Sepertinya Aceh sekali lagi mempertontonkan kepada kita bedanya sistem syariah dengan sistem yang normal. Sistem syariah, kelihatannya banyak aturan yang non-logik, mengada-ada, ruwet dan asal beda.

Misalnya, ada aturan naik motor dilarang nyemplak atau ngangkang bagi perempuan. Aturan hukum cambuk di muka publik. Aturan perempuan gak boleh ke warung kopi sendirian. Aturan gak boleh memakai celana ketat juga untuk perempuan.

Saat Valentine Satpol PP mesti melakukan razia. Saya gak tahu apa yang dirazianya. Apakah orang gak boleh pakai baju pink dan makan cokelat?

Belakangan ada usulan Aceh ‘menganjurkan poligami’. Bupati harus beristri tiga. Kepala desa minimal istrinya dua. Mungkin Gubernur harus kuat beristri empat.

Tapi Aceh juga punya kisah menarik. Kejadiannya di Aceh Utara. Tengku Munirman adalah kepala desa Nisam. Pada 2017 Dinas Pertanian Aceh Utara memberikan bibit padi IF8 ke desanya. Ternyata hasil panennya bagus.

Munirwan dan petani di Nisam berusaha mengambangkan sendiri bibit itu. Dan berhasil. Desa Nisam punya bibit produksinya yang digunakan petani lokal. Sebagian dijual. Desa Nisam membentuk BUMDes untuk usahanya ini. Alhamdulillah lumayan maju.

Apa daya. Namanya juga Aceh, daerah yang menerapkan hukum yang lain sendiri. Kini Munirwan jadi tersangka. Dilaporkan oleh Dinas Pertanian Aceh. Karena menjual bibit IF8 tanpa label. Mungkin saja di daerah yang menerapkan hukum syariat ini memproduksi bibit sendiri adalah dosa besar. Setara dengan mencuri.

Di Aceh, kepala desa yang inovatif dan cerdas itu, bekerja untuk desanya, nasibnya bisa sama seperti Gubernur Aceh yang korup. Dijadikan tersangka oleh polisi. Jabatan Gubernur diisi Petugas Pelaksana. Demikian juga beberapa Bupatinya. Jadi tersangka KPK.

Dan kita tahu, hukum syariah tetap tegak di Aceh. Keren.

Lantas bagaimana dengan ide menutup Bandada? Kita gak ingin menghitung berapa kerugian yang timbul jika Bandara internasional ditutup karena alasan sholat ied yang sunnah itu. Hanya saja yang kita tahu, Aceh itu termasuk wilayah miskin di Sumatera.

“Tapi ingat mas. Jadi miskin itu gak dosa,” ujar Abu Kumkum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.