Ahok ke Kalijodo, Bela atau Nista Agama atau Pengalihan Isu?

Penampakan Kalijodo di Akhir November 2016. Foto: Cultureindo.com.



Di Kalijodo praktek penistaan agama terjadi berpuluh-puluh tahun. Di sana praktek bisnis lendir yang dilarang semua agama terjadi. Para PSK, germo, pengusaha bar, preman, kaum lelaki penikmat syahwat mempraktekkan dosa di Kalijodo. Praktek bisnis lendir itu terjadi dalam waktu yang cukup lama, dari Gubernur DKI ke gubernur DKI lain. Padahal masyarakat DKI Jakarta menentang keras praktek prostitusi itu sebelumnya.

Di Kalijodo bibit segala kejahatan dan penyakit lahir. Seorang ayah secara sembunyi-sembunyi, memotong uang belanja isterinya hanya demi merengkuh kenikmatan di Kalijodo. Keluarga pun berantakan. Para anak muda pergi ke Kalijodo menghamburkan uang orangtuanya untuk test dan mencoba-coba melakukan pesta sex there in one dengan bumbu Narkoba. Lalu mereka jatuh ke dalam cengkraman Narkoba.

Para wanita muda yang seharusnya dididik berwira swasta terjun ke sana karena tidak butuh otak tetapi hanya butuh olah tubuh. Ketrampilan mengolah, menghias dan mengharumkan tubuh, laku keras untuk merengkuh Rupiah. Jadilah wanita-wanita muda dari berbagai penjuru Indonesia menjadi wanita mie instan, wanita ayam desa, ayam kampus, terjun ke Kalijodo untuk meraih mimpi kerja mudah, nikmat dan dapat uang banyak.

Bisnis Narkoba, miras, bisnis esek-esek, bisnis penyakit maut HIV, AIDS menjadi pemandangan tersembunyi di Kalijodo. Kalijodo satu-dua tahun lalu, menjadi ajang penistaan agama di depan mata. Tetapi di sana semua kaum beragama menutup mata. Tidak ada demo, tidak  ada doa bersama, tidak ada ceramah, tidak ada kaum bersorban dan berdaster putih mendemo dan menentang para penguasa Kalijodo. Semuanya takut anak panah dari seribu preman Kalijodo.

Ahok, gubernur baru DKI Jakarta saat itu (kini telah cuti kampanye), maju mengambil resiko. Bersama dengan Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian saat itu, Ahok mempertaruhkan jabatannya untuk menggusur Kalijodo. Segala ancaman, serangan balik dan warning dari berbagai pihak agar tidak menyentuh Kalijodo, tidak digubris Ahok. Ahok berprinsip tegas bahwa lahan Kalijodo  harus dikembalikan ke negara. Lahan Kalijodo adalah lahan negara dan merupakan bagian dari jalur hijau.

Dipicu oleh kecelakaan Fortuner maut dimana serombongan pemuda mabuk dari Kalijodo, Ahok bersikeras untuk menggusur Kalijodo. Ahokpun secara membahana menghadirkan negara di lahan negara di Kalijodo. Kalijodo dikepung lalu digusur. Para penghuninya yang mempunyai KTP DKI dipindahkan ke rumah rusun dan yang lainnya pulang kampung. Raja penguasa Kalijodo Daeng Aziz, yang kaya raya dari bisnis Kalijodo, ditangkap dan kini meringkuk di penjara.

Penggusuran Kalijodo adalah salah satu prestasi cemerlang Ahok di samping seabrek prestasi lainnya dalam membangun Jakarta. Berkat Ahok, Kalijodo sebagai sarang prostitusi, sarang praktek dosa, sarang penistaan agama, sarang bisnis haram, kini telah hilang selama-lamanya. Berkat Ahok, para penista agama di Kalijodo telah disingkirkan. Mirisnya, tak ada aksi dukungan kepada Ahok saat itu. Bahkan mungkin dalam hati para lawannya ada sumpah serapah: “Pemimpin kafir tidak berhak menghancurkan penista agama di Kalijodo”.

Ahok mengajak kedua putranya bermain ke Kalijodo kemarin [Sabtu 17/12]. Foto: Tempo

Kini, setelah Ahok menjadi terdakwa penistaan agama gara-gara sebaris ucapannya, “dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51”, kembali ke Kalijodo [Sabtu 17/12]. Ahok bersama dua buah hatinya, Nicholas Purnama dan Daud Albeenner Purnama, berkunjung kembali ke Kalijodo yang kini sudah berubah. Cita-cita Ahok yang menjadikan eks lokalisasi prostitusi Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), menjadi kenyataan. Akhir tahun 2016 ini, pembangunan di Kalijodo akan rampung.

Kembalinya Ahok ke Kalijodo bagai sebuah kenangan. Jelas gambaran Kalijodo yang dulunya sebagai sarang prostitusi kelas menengah, masih terngiang-ngiang di imajinasinya. Tetapi kini, ia dengan bangga menatap hasil kerjanya sebagai seorang Gubernur DKI Jakarta yang baru satu tahun menjabat ketika itu. Kalijodo kini telah berubah menjadi area multifungsi yang dilengkapi beberapa fasilitas seperti area jogging, arena bermain anak, amphitheatre, skatepark dan jalur sepeda. Kalijodo kini telah berubah dan menjadi bagian dari Jakarta yang bermimpi menjadi sebuah kota The world class city.




Kepada dua orang puteranya yang ikut bersamanya di Kalijodo, Ahok secara tersembunyi menyampaikan pesan kuat. Seorang pemimpin harus selalu berani mengambil resiko, tegas, kerja nyata dan tidak korupsi. Seorang pemimpin harus menghasilkan program nyata yang berguna bagi masyarakat banyak. Jka seseorang pemimpin itupun pergi, maka melalui hasil kerjanya yang nyata, ia akan dikenang oleh masyarakat.

Di Kalijodo, Ahok kan kembali. Di sana ia telah berhasil melawan penistaan agama. Kebijakan  di Kalijodo jelas bukanlah penistaan agama tetapi sebuah pembelaan agama yang nyata. Dan kemarin, kedatangannya di Kalijodo kembali, bukan juga untuk menista agama apalagi pengalihan isu atas kasusnya. Ia ke Kalijodo untuk mengukir kenangan. Ia hanya bisa membayangkan, jika 5 tahun lagi menjadi pemimpin Jakarta, maka pembangunan Jakarta akan rampung. Jakarta ke depan sebagai The World Class City pun semakin menjadi kenyataan.

Akankah Ahok, pemimpin yang berkinerja hebat, kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta ke depan? Akankah Ahok kembali bebas dari kasusnya dengan tuduhan penistaan agama yang dalam kenyataan hidupnya justru ia mati-matian membela agama? Ataukah justru Yang di Atas Sana berkehendak lain? Entahlah. Sebagai manusia, kita hanya bisa menduga-nduga. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.