Kolom M.U. Ginting: Antara Moral, Undang-undang dan Politik

M.U. GINTING 3Kepala sekolah SMA 3 Jakarta Retno Listyarti dipecat, tetapi bisa tetap jadi kepala sekolah kalau ditinjau dari segi UU saja, karena: ”Bu Retno hanya meninggalkan sekolah selama satu jam.” Kalau dibandingkan dengan UU yang tak masuk 5 hari berturut-turut baru ada sanksi, memang tak ata artinya 1 jam itu. Pertimbangan yang lebih penting dan hakiki ialah:

1. Kepala Sekolah (Retno) meninggalkan sekolahnya ketika ada ujian nasional, soal terpenting bagi satu sekolah SMA.

2. Alasan meninggalkan Ujian Nasional itu ialah karena mau talk show atas undangan TV One, satu perusahaan swasta, bukan negara.

Kan memang keterlaluan itu kelakuan Kepala Sekolah satu ini. Dia lebih mementingkan talk show daripada mementingkan Ujian Nasional di sekolahnya sendiri. Menurut UU itu tak boleh dia dipecat karena tidak meninggalkan sekolah 5 hari berutut-turut, dan ini hanya 1 jam kok dipecat?

ahokTetapi, patutkah dia menjabat kepala sekolah dengan moral seperti itu? Kalau ditanya publik secara terbuka tentu semua akan mengatakan tak patut! Apalagi kalau ditanyakan kepada orangtua pelajar-pelajar SMA itu. Dia dipecat bukan karena meninggalkan 1 jam, tetapi karena tak menghargai sekolahnya sendiri demi talk show. Tak menghargai karena meninggalkan ketika ujian nasional, soal terpenting bagi satu sekolah menengah atas.

Bisa juga memang ada kaitannya dengan politik, karena TV One adalah media penentang pemerintah atau oposisi. Tetapi tak patutlah murid ditinggalkan atau dikorbankan seperti itu demi kepentingan politik kepala sekolah. Ini juga jelas tak patut sekiranya ada kaitannya dengan politik. 




Formula Ahok pecat, pecat, pecat, sudah dijalankan di sini. Alasan pemecatan sudah dituangkan, dan pembelaan dari  segi UU sudah ada, tetapi tak cukup meyakinkan, karena sekolah (pendidikan) tanpa bermoral tinggi di kalangan guru-guru terutama kepala sekolahnya sangat tidak masuk akal. Dari pihak pembela kepala sekolah ini masih perlu pemaparan argumentasi yang lebih masuk akal, karena penilaian moral tak cukup hanya diukur dengan UU. Tetapi pemecatan cukup dengan ukuran moral saja! Tak ada keraguan.

Hubungan dinamis antara UU dan moral akan selalu muncul bersemarak dalam tiap percobaan seperti di atas. UU bisa menegasi moral seperti tak boleh dipecat sebelum absen 5 hari berturut-turut. Pertimbangan yang lebih manusiawi ialah patutnya UU itu disesuaikan dengan pandangan moral yang masih berlaku. Artinya, perbuatan kepala sekolah itu patut ditinjau dari kepentingan murid-murid dan masa depan nation secara umum. 

Sekolah dan pendidikan di Indonesia sekarang ini sangat butuh guru-guru bukan hanya yang berpendidikan tinggi, tetapi juga yang bermoral tinggi dan bisa jadi contoh bagi semua  murid-muridnya. Hasil pendidikan tak mementingkan moral selama ini terlihat jelas: banyak koruptor!




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.