Kolom Andi Safiah: APA ITU SEKULARISME?

Sekulerisme yang sering disalahpahami. Bagaimana memahami konsep Sekuler dengan cara yang sederhana? Apa itu sekuler, atau apa artinya menjadi sekuler? Sekuler sering kali dipahami sebagai sebuah pandangan yang menolak agama, dan tentu saja ini kekeliruan mendasar dalam memandang seorang yang berpandangan sekuler.

Lebih jauh menurut definisi ini, orang-orang sekuler tidak percaya pada tuhan atau malaikat, tidak sholat, tidak ke gereja atau kuil, dan tidak melakukan ibadah atau ritual.

Oleh karena itu dunia orang-orang sekuler dianggap hampa, nihil dan bahkan acap kali dicap amoral. Ibarat sebuah gelas kosong yang siap diisi dengan sesuatu.

Paling tidak itu adalah pandangan umum tentang orang-orang sekuler dan itu jelas keliru. Orang-orang yang mengaku sekuler, melihat sekularisme dengan cara yang sangat berbeda. Bagi mereka, sekularisme adalah pandangan dunia yang sangat positif dan aktif, yang didefinisikan oleh kode-kode nilai yang koheren dan bukan oleh oposisi terhadap agama ini atau itu.

Memang banyak nilai-nilai sekuler berbagi kesamaan dengan berbagai tradisi agama, tapi tidak seperti beberapa aliran atau sakte yang mengklaim bahwa kebijaksanaan dan kebaikan hanya ada pada sekte atau aliran mereka. Di luar itu biasanya dicap sesat atau kapir.

Salah satu ciri utama orang-orang sekuler adalah bahwa mereka tidak pernah mengklaim apalagi memonopoli sebuah kebenaran. Mereka hanya tidak berpikir bahwa moralitas dan kebijaksanaan turun dari langit di suatu tempat dan waktu tertentu. Sebaliknya, mereka berpikir bahwa moralitas dan kebijaksanaan adalah warisan natural semua manusia.

Jadi nilai-nilai moralitas dan kebijaksanaan bisa kita temukan dalam masyarakat manapun di atas planet ini. Termasuk dalam moralitas Kristen, Muslim, Buddha, bahkan Atheist sekalipun.

Yang sedikit merepotkan di abad ini adalah banyak pemimpin agama yang membangun satu propaganda serius lewat narasi minus bahwa orang-orang yang ada di luar lingkaran sekte, aliran, atau agama mereka acap kali dicap sesat atau kapir. Justru doktrin semacam ini yang bertanggungjawab merusak hubungan antar manusia di mana saja sepanjang waktu.

Dan itu sama sekali bertolak belakang dengan pandangan sekuler. Nalah seorang sekuler sangat senang dengan beragam identitas yang muncul secara natural di alam ini. Anda mau menampilkan diri anda sebagai muslim, kristen, buddha, hindu, konghuchu, atau atheist sekalipun tidak ada masalah.

Karena dalam negara yang berpaham sekuler, identitas itu justru dilindungi lewat aturan-aturan hukum yang jelas. Aturan-aturan hukum yang jelas tentu saja bisa diterima oleh semua kalangan yang hidup di dalamnya. Negara seperti Jepang dan Singapore adalah salah satu contoh negara yang berpaham sekuler dan tetap melestarikan identitas kultural yang hidup di dalamnya.

Mereka sadar bahwa mengabadikan nilai-nilai kebenaran, belas kasih, kesetaraan, kebebasan, keberanian dan tanggungjawab adalah modal dasar dalam membentuk fondasi lembaga-lembaga ilmiah yang demokratis juga modern.

Komitmen negara sekuler yang paling utama adalah Kebenaran (the truth) yang didasarkan pada observasi dan bukti dari pada hanya pada keyakinan. Seorang sekuler berusaha untuk tidak mengacaukan pengertian mendasar dari kebenaran dan keyakinan.

Jika anda memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap beberapa cerita, itu dapat memberitahu kita banyak hal menarik tentang psikologi anda. Tentang masa kanak-kanak anda, dan tentang struktur otak anda. Tapi itu tidak membuktikan bahwa kisah itu benar.

Sering kali keyakinan yang kuat dibutuhkan justru ketika cerita itu tidak benar.

Sementara dalam pandangan Sekuler, kebenaran perlu didukung dengan data dan fakta-fakta akurat yang sudah terverifikasi lewat lembaga-lembaga kredibel yang punya reputasi. Inilah yang disebut dengan kebenaran Ilmiah, seorang sekularis memang selalu mendasarkan pandangannya pada kebenaran ilmiah, dan bukan sekedar yakin.

Komitmen utama lainnya dari orang-orang yang berpandangan sekuler adalah welas asih (compassion). Etika macam ini tidak bergantung pada perintah langit, tapi lebih pada penghargaan mendalam pada penderitaan.

Misalkan orang-orang sekuler menjauhkan diri dari sikap main hakim sendiri atau bahkan sampai melakukan aksi pembunuhan, dimana itu akan melahirkan penderitaan yang berkepanjangan pada diri seseorang, keluarga hingga komunitas.

Mentalitas seperti ini jelas terbangun di atas pemahaman bahwa dengan belas kasih kita akan bisa hidup berdampingan dengan damai satu dengan lainnya. Bukan karena alasan mematuhi perintah dari langit lewat perantara kitab suci atau para nabi-nabi.

Lalu apakah pandangan sekuler bisa menjawab beragam problem kemanusiaan yang semakin hari semakin kompleks, saya kira tidak semudah itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.