Baliho Pemkab Karo Berciri Batak Dianggap Sebagai Kebodohan

 

JEBTA B. SITEPU. KABANJAHE. Warga Suku Karo masih ingat bahwa, semasa kampanyenya dalam Pilkada Kabupaten Karo yang lalu, Bupati Karo sekarang (Terkelin Brahmana) terus menerus mendengungkan kearifan lokal. Bayangkanlah, sejak beberapa hari terakhir ini, sebuah baliho yang mengajak warga mendaftarkan perusahaannya ke Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Pemkab Karo dilengkapi dengan gambar seorang model perempuan berpakaian adat Batak.

“Bayangkan pula, sementara sebagian orang-orang Karo sedang giat-giatnya mengkampanyekan kepada dunia bahwa Karo Bukan Batak. Apakah itu bukan sebuah pelecehan terhadap janji bupati sendiri serta pembunuhan karakter dari gerakan Karo Bukan Batak itu,” demikian dikatakan oleh banyak netizer Karo.

Kini peristiwa Tahura terulang kembali. Di tahun 1988, para pemuda Karo membakar gapura Taman Hutan Rakyat (Tahura) yang telah dinamai Sisingamangaraja XII dan rencananya dalam waktu dekat akan diresmikan oleh Presiden Suharto saat itu. Hingga sekarang, Tahura yang kini dinamai Bukit Barisan ini tak pernah diresmikan. Sampai akhir hayatnya pula Suharto tak pernah menginjak Taneh Karo, tanah ulayatnya Suku Karo, yang semakin gencar memberitahukan kepada dunia bahwa Karo Bukan Batak alias KBB.

Bersama kemarahan yang hampir sama di tahun 1988 itu, hari ini [Minggu 15/1], para pemuda dariĀ Kosatgas Forum Komunikasi Putera Puteri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) dan Satgas Pemuda Merga Silima (PMS) Kabupaten Karo serta didampingi warga Karo sebanyak sekitar 150 orang mengoyak-oyak baliho itu,

“Pengoyakan iklan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengakhiri kisruh yang terjadi beberapa hari ini,” kata Humas PMS Kabupaten Karo kepada Sora Sirulo saat pengoyakan baru saja dilakukan.

Sejak kemarin hingga pagi hari ini, media sosial Karo didominasi oleh keberatan banyak pemilik akun facebook atas iklan Dinas PPT Pemkab Karo ini yang memuat foto seorang gadis mengenakan pakaian adat Batak.

“Iklan ini letaknya di depan Makam Pahlawan dan tidak jauh dari Kapolres Tanah Karo dan Kantor Bupati Karo. Iklan berbunyi ajakan terhadap warga untuk mendaftarkan perusahaannya. Kalau memang perempuan berpakaian adat ditampilkan, mengapa bukan berpakaian adat Karo? Atau, berpakaian adat berbagai suku di Indonesia. Itu kan seperti menegaskan bahwa Tanah Karo adalah Tanah Batak dan Karo adalah bagian Batak,” demikian kira-kira ungkapan beberapa netizen.

Bahkan ada yang mencurigai kalau itu disengaja orang-orang tertentu sehubungan dengan istri bupati yang memang dari Suku Batak.

Perlu diketahui, hanya ada 2 makam pahlawan di Indonesia. Satu akibat banyak orang meninggal saat peristiwa 10 November di Surabaya, dan satu lagi akibat peristiwa Bumi Hangus di Tanah Karo. Kedua makam pahlawan itu adalah peringatan atas kegigihan rakyat memeprtahankan NKRI. Rakyat Karo yang banyak meninggal saat itu sangat bangga atas Makam Pahlawan Kabanjahe ini.

“Mejuah-juah untuk Karo, dan Horas untuk Batak. Jadi, di manapun kita berada kita harus bisa menyesuaikan diri dengan langit yang dijunjung dan tanah yang dipijak,” ujar Nesti Sembiring, perempuan Karo yang tinggal di Bandung ini menyampaikan tanggapannya kepada Sora Sirulo melalui sebuah perumpamaan ringkas dan tajam.

Adapun Kosatgas FKPPI Kabupaten Karo mengajak agar kalak Karo bersatu.

Kalak Karo harus bersatu, jangan biarkan masalah ini berlanjut. Kita usut tuntas kalau perlu Kadisnya dicopot,” kata Kosatgas FKPPI Andicha KP Sembiring didampingi Dansatgas Kecamatan Tigapanah Firdaus Ginting dan Ketua Srikandi Kosatgas FKPPI Samayana beru Ginting.




Sekjend Majelis Permusyawaratan Rakyat Karo, Roy Fachraby Ginting, mengatakan kepada Sora Sirulo, sekitar 2 jam yang lalu, Ruben Tarigan yang merupakan Ketua DPD HMKI (Himpunan Masyarakat Karo Indonesia) Sumut dan juga Wakil Ketua DPRD Sumut sudah meneleponnya terkait hal ini.

“Menurut Pak Ruben, dia sudah bertelepon dengan Bupati Karo (Terkelin Brahmana). Bupati Karo berjanji akan memerintahkan agar baliho itu diturunkan. Tapi, kita ketahui bersama, rekan-rekan PMS Kabupaten Karo, Kosatgas FKPPI Kabupaten Karo dan IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) AMIK MBP sudah bertindak. Kita bukan rasis atau intoleran, kita sangat toleran terhadap siapapun. Tapi, kita harus menjadi tuan di rumah sendiri,” kata Roy Fachraby Ginting.

Roy menambahkan, ini adalah peringatan kepada DPRD Kabupaten Karo untuk cepat tanggap atas hal-hal seperti ini.

Edi Sembiring yang tinggal di Jakarta mengingatkan agar hati-hati menyampaikan issue masalah ini.

“Kita memang harus memperkokoh kebudayaan daerah di mana saja di Indonesia, tapi jangan tergelincir pada rasisme. Itu memang sudah kelewatan seperti itu balihonya, tapi jaga kata-kata untuk tidak membakar konflik dan tetap dalam semangat berbangsa dan NKRI,” kata Edi Sembiring pengasuh media online Karo Siadi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.