Kolom Andi Safiah: BENAR SALAH

Salah benar dalam politik itu relatif. Jika Si A mengambil posisi mendukung atau berseberangan apa si A salah? Tentu saja tidak. Salah dan benar itu harus diuji. Sekarang, mari kita uji sebuah kasus yang lagi panas-panasnya. Benarkah ABB sudah dinyatakan secara sah dan legitimate bebas?

Jika iya, bisakah anda mengajukan bukti real seperti surat bebas ABB yang langsung ditandatangani oleh pihak yang berwenang? (Misalkan pengadilan, atau lembaga sekelas MA atau Presiden sekalian).

Jika tidak, maka yang beredar dalam kesadaran kita sejauh ini adalah issue yang memang dihembuskan untuk tujuan-tujuan politis. Jadi, perdebatannya pada wilayah opini publik dan di sanalah pro dan kontra beredar. Misalkan saya sebagai yang kontra terhadap keputusan tersebut mengajukan argumen “ba bi bu be go” dan yang setuju juga menggunakan argumen “ba bi bu go bl lok”.

Kedua argumen saling “meneror” satu dengan lainnya dan yang paling menderita dari semua itu adalah mereka yang “imunnya” lemah sehingga mental mereka tergoncang. Yang tadinya mendukung menjadi ragu dan yang tadinya ragu menjadi mendukung. Inilah yang dimaksud oleh William Poundstone “Gaming the Voter and What we Can do about it”.

Bagi saya yang baru saja belajar berpolitik praktis, melihat bahwa inilah realitas politik yang selalu menjadi perbincangan hangat sepanjang peradaban manusia. Sejak sistem Pemilu diinstall dalam peradaban manusia, maka hasilnya adalah siapapun bisa terpilih, tergantung bagaimana dia bisa memainkan psikologi massa dengan cerdik.

Indonesia secara kebetulan adalah negara yang mayoritas rakyatnya bermental “Riligies”. Jadi, memainkan emosi mereka lewat issue-issue seputar religies menjadi barang favorit. Bahkan acap kali dibumbui dengan argumen-argumen kemanusiaan. Walaupun terdengar absurd, tapi efektif buat nendang kesadaran mereka.

Kalau saya pribadi sih lebih condong ke Noam Chomsky dimana saya memahami semua yang terjadi adalah bagian dari desain lewat propaganda publik mind yang massive dan terorganisir. Anda semua termasuk saya adalah target dari propaganda tersebut.

Artinya, jangan bicara salah benar dalam arena politik, karena paradigma itu sudah lama diperdebatkan dan sampai saat ini “right and wrong” ternyata adalah the engine dari politik itu sendiri.

Makanya, saran A. Lincoln perlu kita pertimbangkan. Apa itu? Jangan suka merasa paling benar dengan pilihan anda, karena di luar sana ada pilihan lain yang juga mengklaim bahwa mereka yang paling benar.

#Itusaja!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.