Kolom Asaaro Lahagu: BILA PRABOWO BALIK BADAN –Kelompok ini Hancur Tercerai-berai

Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu

Mengapa Prabowo mengklaim ia telah menang 62% di Pilpres 2019? Apakah ia punya data akurat yang benar-benar memperlihatkan dirinya menang 62%? Jawabannya tidak. Prabowo tidak punya data akurat.

Hasil exit poll dan quick count yang dilakukan oleh internal Prabowo sama sekali tidak akurat dan hasilnya kacau.

Pun dari hasil data real count yang disebutnya pada pidato kemenangan ke dua malam 17 April sudah 40% dan esoknya menjadi 60%, sama sekali hanya klaim dan tidak berdasarkan fakta.

Adalah sangat aneh bila pada saat yang sama, data di KPU masih nol koma sekian persen, Prabowo sudah punya data 40% hasil real count. Ini sebetulnya mustahil. 320 ribu data C1 dari TPS yang berhasil dihimpun oleh Prabowo dalam kurun waktu 5 jam adalah sebuah kemustahilan. Jadi tak heran jika BPN tak bisa membuka datanya kepada publik. BPN hanya bisa menjawab rahasia.

Lalu, mengapa Prabowo mengklaim telah menang 62%? Apakah Prabowo tidak percaya hasil quick count sejumlah lembaga survei? Jawabannya bukan. Prabowo paham betul metodologi ilmiah quick count. Di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, Prabowo merayakan kemenangan Anies berdasarkan hasil quick count. Dari hasil quick count, Prabowo sudah paham betul ia sudah kalah.

Lalu, apa alasan Prabowo soal klaim menang 62% itu? Apakah ia tidak percaya kepada KPU? Apakah ia benar-benar percaya soal adanya kecurangan Pemilu? Jawabannya bukan. Prabowo percaya kepada KPU. Ada memang kecurangan kecil di sana-sini, namun masih bisa diperbaiki atau diulang pencoblosannya.

Lalu, apa alasan Prabowo mengklaim kemenangan 62% itu? Apakah ia sedang dilanda megalomania dan delusional? Jawabannya tidak. Sebagaimana yang Jenderal Luhut Panjaitan katakan, Prabowo masih seorang yang berpikir rasional.

“Prabowo orang rasional, bisa diajak berpikir jernih,” kata Luhut sesudah berbicara dengan Prabowo lewat telepon.

Saya butuh berhari-hari untuk menganalisis apa alasan sebenarnya Prabowo mengklaim kemenangan 62%. Saya terus mengumpulkan remah-remah informasi untuk menemukan alasan Prabowo mengklaim kemenangan 62% itu. Ternyata berikut alasan yang paling masuk akal mengapa Prabowo terus mengklaim menang 62%.

Deklarasi kemenangan memang harus dilakukan oleh Prabowo. Mengapa? Karena ia harus menyelamatkan kelompok Ormas di belakangnya. Ada agenda besar yang ingin dibangun oleh kelompok Ormas pendukungnya dari deklarasi kemenangan itu.

Perhatikanlah siapa-siapa yang mendampingi Prabowo saat tiga kali mendeklarasikan diri sebagai pemenang Pilpres. Kebanyakan adalah orang-orang non partai, aktivis individu dan pemimpin Ormas-ormas keagamaan berbaju gamis. Orang-orang ini sangat setia mendampingi Prabowo.

Pertanyaannya adalah mengapa mereka begitu setia kepada Prabowo? Mengapa mereka mensupport deklarasi yang dinilai banyak pihak ‘memalukan’ dan ‘tak rasional’ itu? Alasannya adalah hanya dengan deklarasi itu mereka mendapat panggung. Ya, panggung politik dan keuntungan politik.

Kelompok Ormas di belakang Prabowo itu menjadi semakin solid jika selalu ada ‘gerakan’. Mereka tetap solid jika ada ‘musuh’ bersama. Mereka tetap solid jika ada ‘mainan’. Mereka butuh penguatan kelompoknya.

Bagi kelompok ormas di belakang Prabowo, melawan Jokowi itu termasuk persoalan hidup mati. Masalahnya mereka tidak bisa berdiri sendiri melawan Jokowi. Mereka tidak sanggup jika menantang Jokowi sendirian. Mereka membutuhkan ikon. Mereka membutuhkan sosok yang bisa dijadikan tokoh perlawanan.

Jika Prabowo mengakui kekalahan dan tidak mau lagi mengakomodasi kehendak mereka, maka tak ada lagi ruang bagi mereka untuk bermain-main. Kelompok mereka akan langsung pudar dan lemah. Keanggotaan mereka pun menjadi tidak kuat dan akan tercerai-berai.

Perhatikan kekuatan kelompok Ormas di belakang Prabowo. Jika kelompok itu hanya terdiri dari kelompok alumni 212, FPI, FUI dan eks HTI, jelas kekuatan mereka tak bisa melawan Jokowi. Mereka pasti tidak bisa berbuat banyak. Kendatipun Rizieq Shihab dari Arab Saudi berbusa-busa mulutnya menggerakkan pendukungnya melawan Jokowi, sama sekali tidak ada artinya jika tidak bersama Prabowo.

Oleh karena itu, kelompok ini terus merengek-rengek agar Prabowo terus mengklaim kemenangan. Imbalannya mereka setia dan patuh kepada Prabowo. Mereka siap diperintahkan Prabowo. Mereka siap menjadi attack dog-nya Prabowo.

Maka narasi pertama yang dibangun adalah telah menang Pilpres. Ketika real count KPU menunjukkan Prabowo kalah, maka narasi yang dibangun selanjutnya adalah narasi kecurangan. Tak heran sekarang sudah mulai banyak meme-meme kecurangan berserta video pernyataan curang.

Sesudah narasi kecurangan, maka narasi selanjutnya adalah menolak hasil Pemilu. Nantinya mereka terus mendesak Prabowo agak menolak hasil Pemilu. Jika demikian mereka bisa melakukan perlawanan dan Prabowo tetap dijadikan sebagai ikonnya.

Nah, sekarang semuanya kembali kepada Prabowo. Jika Prabowo ngotot menolak hasil Pemilu dan tetap mengklaim dirinya sebagai pemenang dan menuntut Pemilu ulang, maka situasi akan tetap gaduh. Dan dalam situasi gaduh kelompok-kelompok itu tetap eksis.

Sebaliknya jika Prabowo berbalik badan meninggalkan kelompok provokator di belakangnya maka ia harus realistis menerima hasil Pemilu. Jika Prabowo balik badan, maka jelas kelompok-kelompok alumni 212, FPI, FUI eks HTI yang ada di belakang Prabowo akan semakin lemah dan tercerai-berai. Begitulah kura-kura.

One thought on “Kolom Asaaro Lahagu: BILA PRABOWO BALIK BADAN –Kelompok ini Hancur Tercerai-berai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.