Bila Si Beru Tigan Datang

Oleh: Joni Hendra Tarigan (Pengalengan, Jabar)

 

joni hendra tariganberu tigan
Kami, puji Tuhan, sudah dikaruniai anak laki- laki. Sudah 1 tahun 8 bulan. Karo, Bulang, Pak Uda, Bik Uda, Mama Uda, urut, kuning, sembur, tatah. Itu sudah bagian kecil dari begitu banyak kata dan beberapa kalimat yang sudah ia pahami. Mengenalkannya dengan lingkungan dan membangun kepercayaan dirinya kami coba dengan perpaduan ilmu pengetahuan dan juga ramuan obat tradisional Karo. Aku kepada istri menyatakan keyakinan dan harapan bahwa putra kami ini akan lebih hebat dari  B.J. Habibie. Kehebatan Habibie menurut saya , ia adalah seorang romantis, scientis, dan religius.

Bagi kita Karo, dan umumnya penganut patrelinialisme, sudah tentu anak laki- laki ini harus dipersiapkan. Karena ia akan jadi kepala dalam keluarganya kelak, dan mungkin kepala di berbagai kegiatan dalam kehidupannya. Artinya, KAMI INGIN MEWARISKAN KEBAIKAN, BUKAN MENYUAPKAN KEBAIKAN.

Melihat perkembangan putra kami, saya pun tersenyum dan sampailah kepada angan-angan , jika nanti putra kami ini memiliki TURANG. Sudah tentu ia akan beru Tigan bre Itingna. Saya membayangkan kami juga akan mewariskan kebaikan bukan menyuapkan kebaikan.

Apa yang saya bayangkan adalah bahwa ada  karir yang tersemat ketika seorang perempuan terlahir ke duni ini. Karir ini tidak akan dapat diambil alih oleh kaum laki-laki. Karir tersebut adalah menjadi ibu yang melahirkan dan membesarkan seorang anak.


[one_fourth]berbeda dengan paham sebelum Kartini[/one_fourth]

Lantas. hal yang saya yakini sangat penting adalah, si Beru Tigan kami nanti harus memiliki pendidikan yang mumpuni. Ini sangat berbeda dengan paham sebelum Kartini, dimana kaum perempuan tidak lajim bersekolah karena mereka akan tinggal di rumah, melahirkan dan membesarkan anak serta mengurus rumah.

Selama peradaban manusia masih membutuhkan generasi penerus, maka peran ibu yang melahirkan dan membesarkan anak adalah tetap karir seorang ibu yang tidak tergantikan oleh seorang bapak. Tetapi hal yang berbeda adalah bahwa untuk menjadi ibu itu harus memiliki pendidikan yang memadai.

Bagi saya, ini sangat lumrah dan diperlukan, karena sejak calon bayi di kandungn, lahir,dan sampai besar pengetahuan ibunya ini akan menentukan arah masa depan sang anak. Maka,  untuk generasi yang berkualitas sangat ditentukan kualitas sang ibu, dan tentunya tidak mengurangi peran sang bapak.

Yakin akan hal ini, maka saya berhayal, si Beru Tigan kami akan bersekolah sampai perguruan tinggi, kemudian ia mungkin akan bekerja, dan kemudian ia menikah dengan pilihan hidupnya. Maka saya punya harapan ia akan melahirkan generasi Karo yang berkualitas.

Saya berkesimpulan, jika kita kalak Karo punya anak perempuan, tidak ada alasan ragu untuk mendorongnya sekolah setinggi-tingginya. Kendatipun ia akan kembali ke dapur, tetapi kepulan asap itu akan melahirkan generasi kebaikan untuk kaumnya untuk bangsanya.

Mendidik anak perempuan, saya kira, salah satu hal yang sangat bisa dilakukan oleh setiap orang untuk memperbaiki generasi penerusnya. Tentunya kaum Karo punya hak dan kewajiban untuk mempersiapkan generasi penerusnya.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.