Kolom Boen Syafi’i: BU RISMA DATANG — Politik Intoleran Pun Disiapkan

Geram dan dongkol. Mungkin inilah yang dirasakan Gubenur DKI (Anies Baswedan) saat ini dengan kemunculan Ibu Risma. Wajar, siapa juga yang tidak dongkol hatinya, coba? Di saat si Gubenur lagi asyik-asyiknya bermalas ria, alasan isolasi (isolasi Covid-19 kok sampai sebulan lamanya? Apa biar gak dipanggil Polda?). Dan gak ngapa-ngapain?

Eh, tiba-tiba ada orang yang cekatan, ulet, tangguh, pekerja keras, perempuan pula, datang mengobrakabrik zona nyamannya.

Ya, perempuan itu adalah Menteri Sosial yang baru. Yakni Ibu Risma, mantan Walikota fenomenal, milik warga Surabaya.

Walhasil, Anies yang sebelum ada pemberitaan Ibu Risma blusukan di wilayahnya masih berstatus positif covid. Tetapi setelah pemberitaan blusukan Ibu Risma viral, eh ujug-ujug si Anies mendadak sembuh dan dinyatakan negatif. Warbiasyah.

Ibu Risma belum apa-apa sudah bisa nyembuhin sakitnya si Gubenur dengan sekejap mata. Anies tentu tak ingin tersaingi ketenaran dan kepopulerannya dong. Maka, untuk mengantisisapi eh sipasi hal tersebut, si Anies memamerkan penghargaan yang berhasil diraihnya.

Ah, dulu Suharto juga sering dapat penghargaan, tapi nyatanya? Nasi aking dan liputan khusus tentang Suharto mancing malah merajalela. Mungkin batin si Anies berkata: “Kenapa juga sih Jokowi milih Bu Risma? Orang enak- enak tidur eh dibangunan.”

Kemudian taktik dan strategi pun dibangun untuk persiapan Pilkada tahun depan. Anies dan dedengkotnya si Chaplin mikir keras, di bawah pohon keres yang biasa dipakai buat berteduh, tukang tambal ban.

Kata si Anies kepada Chaplin: “Gimana ini Mbah? Comfort zone kita sudah diobrakabrik musuh. Mohon solusinya suhu.”

“Tenang, anakku. Kan kita masih punya senjata ayat, dilarang memilih pemimpin dari kalangan perempuan, toh?”

Sahut si Chaplin dengan tertawa jahat, mirip si planton musuh abadinya Mr Crab. Namun si Chaplin lupa bahwa sebagian besar warga Jakarta sudah muak dengan berbagai politisasi ayat yang dimainkan. Buktinya, Jakarta semakin hancur, pembangunan hampir dikatakan tidak ada, zero.

Ditambah banjir tiap musim hujan volumenya semakin bertambah parah saja. Saat kota mereka dipimpin oleh pemimpin hasil politisasi ayat dan juga mayat. Dan lagi, musuh si Anies pun tentu belajar dari pengalaman di dalam menghadapi politisasi ayat dan mayat tersebut.

Lagian, banyak peradaban dan sejarah besar yang diukir oleh pemimpin dari kalangan perempuan di dunia. Dan dari banyaknya tokoh, Cut Nyak Dien adalah salah satunya. So, terlahir sebagai perempuan bukanlah suatu kesalahan. Tinggalkanlah jargon-jargon yang bersifat mendiskreditkan para Kartininya Indonesia.

Jika Bu Risma saja bisa mengukir dengan tinta emas kepemimpinannya di Surabaya, dan sebentar lagi di Jakarta. Tentu anak-anak anda yang perempuan juga bisa nantinya.

Si rizieq wae kalah sama perempuan tangguh. Buktinya saat di WA, Rizieq treak: “Ampuuuuuuun, Firzaaaaaa, Ampuuuuuuun ……”.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.