Mengapa Buruh Tani dari Batak Disebut Aron di Karo?

Oleh: Sada Arih Sinulingga (Berastagi)

 

SADA ARIH 5Penampakan setiap pagi hari di seputaran trotoar Jl. Jamin Ginting, Berastagi, sejak sekitar 07.00 – 09.00 wib. Mereka bergerombol menunggu jemputan atau panggilan dari pemilik ladang yang dipekerjakan di ladang-ladang petani Karo di Berastagi sekitarnya. Ada juga yang dibawa keluar Berastagi seperti Kacinambun dan Merek. Bahkan ada yang sampai Seribudolok yang sudah termasuk Kabupaten Simalungun. Bermacam-macam pekerjaan yang mereka lakoni. Mulai dari penanaman sampai pemanenan seperti kentang, kol, dan jeruk. Gaji mereka saat ini sekitar Rp. 70 ribu hingga Rp. 80 ribu per hari.

Umumnya para pekerja atau buruh tani ini adalah Suku Batak yang berasal dari Kabupaten Samosir dan Kabupaten Tobasa. Mereka telah bermukim di Berastagi; ada yang sudah menetap dan ada juga yang masih musiman.

Disebut pekerja musiman karena ada juga datang ke Berastagi di musim-musim tertentu ketika dianggap banyak butuh pekerja saat musim panen jeruk. Setelahnya mereka kembali ke kampung asal mereka. Selain di Berastagi, maka pemandangan serupa setiap pagi kita dapat temui di seputar SPBU Lau Dah, Kabanjahe.

Apabila kita datang ke seputar tempat ini maka mereka akan bertanya: “Butuh aron, pak? Perlu kam aron, pak, berapa orang?”

singemoIstilah aron menjadi populer di kalangan pekerja ini. Entah sejak kapan mereka mulai disebut sebagai aron. Penelusuran saya, para pekerja tani atau buruh tani mulai berdatangan sekitar tahun 1980an. Puncaknya sekitar tahun 1990an. Ribuan orang setiap pagi menunggu jemputan saat itu. Namun, saat ini, sudah sangat jauh berkurang jumlahnya. Hal ini disebabkan pertanian di Kabupaten Karo sudah semakin tidak menggairahkan seiring lahan semakin sempit dan akibat erupsi Gunungapi Sinabung belum berhenti dan merusak lahan pertanian.

Ada hal yang perlu diluruskan sebenarnya dengan istilah aron yang dipergunakan untuk para pekerja tani ini. Karena Aron sebenarnya bukan pekerja tani atau buruh tani yang mendapatkan upah setelah selesai waktu bekerja di sore hari. Aron berarti bekerjasama di dalam kelompok mengerjakan lahan pertanian secara bergiliran di ladang anggota kelompok tersebut.




Aron sesungguhnya tidak ada prinsip memberi upah dan mendapat upah namun prinsip kerjasama atau bergotongroyong dalam bekerja. Apabila mendapat upah maka istilah aron tidaklah tepat digunakan tapi lebih tepat disebut singemo yang artinya orang yang dipekerjakan sebagai buruh tani. Karena ia diperkerjakan tentu akan mendapat upah sesuai yang disepakati sebelumnya.

Mengapa disebut aron bukan singemo? Menurut saya, ini hanyalah berupa penghalusan kata sebagai bentuk penghormatan pada awalnya. Suku Karo sangat menghargai orang lain, Jika disebut singemo, akan kelihatan kasar maka dipergunakanlah istilah aron kepada para pekerja tani ini. Padahal, orang-orang Karo sendiri yang bekerja secara upahan di lahan pertanian sesama orang Karo disebut singemo.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.