Kolom Eko Kuntadhi: DARI PREMAN MAKAR SAMPAI SEPARATIS (Sirulo TV)

Gampang menebak mengapa tetiba nongol isu referendum Aceh.Kisa hnya begini. Mayjen (Purn) Sunarko yang menangani bidang pertahanan keamanan Partai Gerindra, adalah mantan Pangdam Iskandar Muda. Ia yang ditugasi membangun kekuatan Gerindra di Aceh. Bermodal pengalaman dan jaringan, Soenarko mampu menggeser isu trauma DOM rakyat Aceh yang cenderung tidak menguntungkan Prabowo, menjadi isu penguasaan etnis Jawa plus sentimen keislaman.

Jika isu ini yang memuncak, yang kena hantam adalah Jokowi. Akibatnya suara untuk Prabowo di Aceh sangat dominan.

Kini Soenarko dibidik dengan kasus penyelundupan senjata, yang ditenggarai bakal digunakan pada kerusuhan 22 Mei. Selain jalur Soenarko ada lagi yang sudah terbongkar soal senjata ilegal ini yang dipasok seorang perempuan. Enam orang sudah diamankan.

Senjata yang dikirim ke Soenarko bersumber dari GAM. Kita tahu saat perjanjian damai dulu semua anggota GAM wajib menyerahkan senjata kepada Pemerintah RI.

Pasca Perjanjian Helsinki, bisa dibilang GAM sudah tidak lagi memiliki sayap politik di luar negeri. Isu internasional tentang Aceh otomatis tertutup. Sebagai kompensasi, Aceh diijinkan mendirikan partai lokal untuk menampung aspirasi politik mantan GAM.

Jadi isu soal referendum Aceh yang dilempar Muzakir Manaf secara politik tidak punya pijakan apa-apa. Tidak ada gaungnya di dunia internasional. Isu itu lebih pada reaksi kekecewaan sang Mualeem karena kekalahan Prabowo. Tapi juga biss dibaca sebagai tanda keberhasilan kerja Soenarko menggarap Aceh. Ia sukses meraup muntahan pendukung SBY yang dulu dikoordinir Irwandi Yusuf.

Yang menyebalkan, ujug-ujug Syahganda Nainggolan juga berteriak soal referendum Andalas (Sumbar). Kalau yang satu ini sama sekali gak punya pijakan apa-apa, selain membangkitkan ingatan kita pada pemberontakan PRRI/ Permesta jaman kemerdekaan dulu.

Pemberontakan itu salah satu tokohnya adalah Soemitro Djojohadikusumo, ayah kandung Prabowo Subianto. TNI berhasil menumpasnya dan Soemitro lari ke luar negeri.

Kita sih, melihatnya teriakan soal referendum jika dibiarkan sangat berbahaya. TNI harus sejak dini menumpasnya. Jangan sampai hanya karena Pilpres, Aceh kembali lagi ke jaman kelam.

Di tengah polarisasi massa yang belum selesai, isu model separatisme ini sungguh memuakkan. Padahal yang dibela hanya kepentingan seorang lelaki pecundang yang reputasinya sejak dulu gak pernah menang Pemilu. Dia yang gak kunjung legowo melihat kenyataan.

Kita memang sedang menghadapi segala isu yang serem. Mulai dari eksploitasi agama. Desakan mendirikan khilafah. Rencana gerombolan ISIS menggelar amaliyah di tengah demonstran. Usaha demonstrasi yang rusuh dengan preman bayaran.

Belum lagi rencana pembunuhan petinggi negara. Dan segala macam ulah mengerikan sebagai reaksi atas kekalahan Prabowo dalam Pilpres.

Bagaimana dengan jalan konstitusional ke MK? Kalau mendengar celoteh pengacara Prabosan, kayaknya langkah ini cuma panggung politik lain. Bukan sebagai usaha pencarian kebenaran hukum. Isi omongannya masih sama. Masa mereka minta MK menetapkan Prabowo jadi Presiden?

“Mas, kalau mengangkat diri jadi Presiden Republik Kertanegara, termasuk separatis gak?” tanya Abu Kumkum.

“Itu sih, gak apa-apa, Kum,” jawab saya.

“Iya sih, mas. Kita juga gak pernah ada masalah kalau Lucinta Luna ngaku melahirkan. Iyain aja biar dia seneng. Ketimbang dilabrak kayak Deddy Corbuzer.”

Ciiiaapp cyyinnn..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.