Kolom Arif A. Aji: DEMOKRASI SINTING

Bila untuk menuju hidup yang tenang dan damai tak mampu atau tak sanggup sebagai orang yang idealis, yang harus didasari dengan logika logika yang njlimet. Cobalah untuk realistis. Dengan hidup berdasarkan kalkulasi rasional dan tak mengedepankan imajinasi yang hanya berisi angan-angan dan mimpi. Hidup itu sebenarnya simpel dengan kebutuhan yang sederhana. Yaitu, bagaimana kita tetap bisa mempertahankan kehidupan saat ini. Jangan malah mudah diperalat oleh intervensi luar yang mempermainkan psikologi kita dan menjadikan kita sebagai mesin kapital mereka.

Contoh sederhananya seperti ini.

1. Untuk apa pindah ke Agama Islam bila hanya diwajibkan untuk mengikuti aturan-aturan yang sama sekali tak bermanfaat untuk kelangsungan hidup kita. Dan hanya diwajibkan mikirin hidup setelah mati, yang masih belum pernah terbukti.

2. Untuk apa pindah ke Agama Kristen bila hanya harus selalu berkutat pada urusan penebusan dosa dan lain-lain, tapi tidak ada langkah pasti menuju perubahan hidup lebih baik. Yang juga sama bermain-main dalam kehidupan setelah mati tentang sorga.

3. Untuk apa pindah ke Agama Hindu, bila di dalamnya juga masih bergelimang ajaran-ajaran yang sebatas doktrin ritual, dan tak ada pemahaman secara subtansial. Malah diharuskan pula mementingkan persembahan pada dewa daripada kepentingan kelangsungan hidup kita sendiri.

4. Untuk apa pindah ke Agama Budha, bila setiap harinya hanya memenjarakan hidup dengan ajaran budi dan doktrin masa lalu tentang alam semesta. Entah itu karma atau dharma dan lain lain, yang malah mempersempit margin hidup kita sendiri.

5. Untuk apa pindah jadi Atheist, bila tiap hari hanya berkutat pada penghakiman dengan penolakan pada konsep ketuhanan, dan tidak melahirkan nilai kemanusiaan yang menuju arah kestabilan kehidupan. Malah makin memperuncing konflik horizontal dengan perdebatan gak penting dan panjang karena berbeda paham tentang ketuhanan.

Fenomena pindah keyakinan dan agama yang selama ini seolah sebuah kejadian luar biasa, malah menunjukkan otak seupil manusianya. Para pelaku kemanusiaan yang banyak berpengaruh dan membantu sesama manusia, malah tak pernah dipandang tapi ikut memanfaatkan.

SUDRUN SOMPLAK memang. Koplaknya adalah, ketika hidupnya setiap hari disibukkan dengan mikirin percaya dan tidak pada agama dan Tuhan, malah menuntut kesejahteraan hidup pada negara. Sumbangsihnya pada negara sama sekali tidak ada. Bahkan seperti tanpa dosa malah ngrecoki sistem negara yang berjuang memakmurkan mereka (rakyat).

Negara disudutkan pada dua pilihan yang mereka kok bisa gak pake otak sama sekali. Yaitu, negara dipaksa membela agama dan tuhan bukan manusianya. Tapi saat negara menurutinya, tapi efek pada kehidupan manusianya (mereka) karena semua itu jadi tertekan, mereka menyalahkan negara lagi.

Ini sudah bukan bodoh atau goblok lagi. Tapi sinting.

Lalu apa yang terjadi jika sebuah negara di dalamnya berisi manusia-manusia sinting? Jawabannya simpel dan sangat realistis. Lihat saja negara ini………..!!!!!

#plung memang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.