Kolom Edi Sembiring: DI BAWAH BENDERA MERAH PUTIH DI TUGU TANI — Petani Karo Hilir Tuntut Sofyan Djalil Selesaikan Konflik Agraria Sesuai Petunjuk Jokowi

Senin, 31 Agustus 2020, ratusan petani kembali melakukan aksi jalan kaki dari tempat penampungan di Gedung YTKI Jl. Gatot Subroto (Jakarta) ke Tugu Tani. Sepanjang jalan, 170 petani ini membentangkan Bendera Merah Putih sepanjang 150 meter.

Sebelumnya, para petani telah melakukan aksi jalan kaki selama 45 hari dengan menempuh jarak 1.812 kilometer.

Sekitar 45 orang diantaranya adalah perempuan. Mereka adalah perwakilan petani yang berasal dari 2 kampung tradisional Karo di Karo Hilir yang tergabung dalam Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB) dan Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB). Mereka telah sampai di Jakarta, Jumat, 7 Agustus 2020.

Sebagian petani (20 orang) telah terlebih dahulu sampai di Jakarta untuk menemui beberapa pihak, di antaranya Komisi II, Komisi IV, Komisi VI dan MPR RI, Fraksi PKB, PBNU, GP-ANSOR, Kementerian BUMN, serta jaringan organisasi masyarakat sipil yang terhimpun dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA). Meminta dukungan dan menuntut penyelesaian konflik agraria antara petani dengan PTPN II.

Kedatangan petani ini disambut oleh gerakan tani, buruh, mahasiswa, masyarakat adat, perempuan dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Sambutan ini merupakan bentuk dukungan solidaritas kepada petani Sei Mencirim dan Simalingkar yang tengah memperjuangkan hak atas tanah mereka yang dirampas oleh PTPN II di Deli Serdang.

Aksi jalan kaki ini terpaksa dipilih oleh petani untuk mengadukan konflik yang mereka hadapi kepada presiden. Berbagai upaya penyelesaian yang mereka lakukan di tingkat kabupaten dan provinsi tidak kunjung membuahkan hasil.

Alih-alih selesai, setiap hari petani yang masih bertahan di tanah-tanah mereka terus diancam untuk digusur. Terakhir, saat petani memasuki kota Jakarta, ribuan aparat kepolisian juga bersiap-siap memasuki kampung mereka di Deli Serdang, untuk menggusur tanah-tanah yang selama ini mereka perjuangkan.

Konflik antara petani dua desa dengan PTPN II ini terjadi di atas tanah seluas 1.704 hektar dengan rincian 854 hektar terjadi di Desa Simalingkar dan 850 hektar di Desa Sei Mencirim. Konflik bermula pada tahun 2017. Saat itu, petani Desa Sei Mencirim dan Simalingkar dikejutkan dengan tindakan PTPN II yang memasang plang bertuliskan HGU No. 171/2009.

Tindakan sepihak tersebut dilanjutkan dengan penggusuran tanah-tanah petani dengan dikawal langsung oleh aparat polisi dan TNI. Hal tersebut lantas mendapat perlawanan dari petani. Pasalnya, PTPN II menggusur tanah-tanah mereka yang telah diduduki dan dikelola sejak1951.

Bahkan pada tahun 1984, para petani telah mendapat SK Landreform dan 36 diantaranya telah memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM). Akibatnya, tiga orang petani, Ardi Surbakti, Beni Karo-karo dan Japetta Purba ditangkap secara sepihak oleh aparat kepolisian.

Oktober 2019, petani Simalingkar kembali mengetahui hal janggal. Klaim HGU PTPN II yang tidak pernah mereka usahakan tersebut tiba-tiba beralih menjadi HGB, dimana pihak perusahaan bekerjasama dengan Perumnas Sumatera Utara akan membangun ribuan perumahan di atas tanah tersebut.

Para petani yang tidak terima atas kejanggalan proses tersebut mengadukan hal ini ke Kementerian ATR/ BPN. Alih-alih ditindaklanjuti, Kementerian ATR/BPN justru memberikan izin peralihan dari HGU tersebut menjadi HGB No.1938 dan No.1939 atas nama PTPN II.

Sementara itu, petani Sei Mencirim mengalami nasib yang lebih tragis. Di di saat pandemi Corona mereka digusur paksa oleh pihak PTPN II dengan kawalan ribuan aparat TNI dan Polri. Ttepatnya pada tanggal 10 Maret 2020. Padahal sebenarnya petani Sei Mencirim telah memiliki legalitas berupa: SK Landreform 1964, SK Camat dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Namun, tetap saja digusur dengan alasan area kampung dan lahan pertanian masuk pada SHGU No. 92 tahun 2003 dan SHGU No. 55 tahun 2003 atas nama PTPN II.

Alhasil Petani Sei Mencirim kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian secara permanen semenjak penggusuran itu berlangsung hingga saat ini. Sebagian dari mereka menumpang tinggal di sanak saudara dan ada yang menumpang tinggal di kandang sapi.

Konflik agraria yang terjadi di Desa Sei Mencirim dan Simalingkar merupakan gunung es konflik agraria yang disebabkan klaim sepihak BUMN di atas tanah-tanah masyarakat yang telah terjadi selama puluhan tahun. Ratusan konflik agraria antara petani dan PTPN terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Sampai hari ini masih menganga tanpa ada penyelesaian jelas dan memberikan keadilan bagi para petani. Ini juga menandakan, reforma agraria yang tengah dijanjikan oleh pemerintah jalan di tempat, membuat petani-petani yang berkonflik harus menempuh pilihan jalan kaki menuju Istana Negara, menjemput keadilan dan menuntut hak atas tanah mereka.

Sehingga pada hari Kamis tanggal 27 Agustus 2020 tepatnya pukul 10:00 WIB, perwakilan Petani Simalingkar yang tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) dan Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB) sebanyak 5 orang bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Ir. H.Joko Widodo yang dijembatani oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, di kantor Sekretariat Negara lantai 3. Presiden mendengarkan keluhan-keluhan dan paparan-paparan kasus serta konflik yang terjadi di lapangan dari perwakilan petani yang disampaikan oleh Sulaeman Wardana Sembiring dari petani Simalingkar dan Imam Wahyudi dari Sei Mencirim.

Setelah mendengarkan paparan dari perwakilan petani dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Sofyan A. Djalil agar secepatnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk segera menyelesaikan tuntutan petani Simalingkar dan Sei Mencirim tersebut.

Setelah bertemu dengan presiden kemudian perwakilan langsung bertemu dengan Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, sebagai bentuk tindak lanjut dari perintah presiden.

Dari hasil pertemuan tersebut Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, memberikan solusi sebagai berikut:

1. Mempermudah untuk mendapatkan rumah bersubsidi dari PTPN II di Simalingkar dan membayar dengan harga murah.

2. Menawarkan relokasi untuk petani Simalingkar.

3. Untuk Sertifikat Hak Milik petani Sei Mencirim tidak jadi dibatalkan.

4. Akan segera mengadakan koordinasi dengan pihak BUMN.

Tawaran skema tersebut ditolak langsung oleh perwakilan petani baik petani Simalingkar maupun petani Sei Mencirim pasalnya:

1. Tawaran yang ditawarkan Menteri ATR/ BPN, Sofyan Djalil, tidak mencerminkan semangat Reforma Agraria dan tidak adanya redistribusi tanah dari negara kepada rakyat.

2. Apa yang ditawarkan Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, tidak sejalan dengan perintah presiden sebagai mana pertemuan dengan presiden dengan perwakilan petani, dan menurut petani jauh panggang dari api.

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, memberikan penegasan dengan menyampaikan, konflik petani Simalingkar dan Sei Mencirim Deli Serdang harus secepatnya diselesaikan. Menteri Sekretariat Negara, Pratikno, dalam pertemuan tersebut menyampaikan beberapa hal diantaranya:

1. Sebenarnya persoalan ini bukanlah domain Sekretariat Negara, akan tetapi saya diperintahkan presiden agar ikut serta mendampingi dan mengawal pertemuan ini agar segera mendapatkan solusi yang adil demi terciptanya ketahanan pangan pada pasca musibah pandemi corona ini.

2. Menteri Sekretariat Negara, Pratikno, meminta Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, agar jangan bicara hukum lagi dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi pada petani Simalingkar dan Sei Mencirim yang sudah berjalan kaki 1.812 kilometer dari Medan ke Jakarta, melainkan harus sudah bicara solusi dan skema yang menguntungkan bagi para petani sesuai perintah presiden.

Dan dari hasil pertemuan tersebut belum didapatkan skema yang sesuai dengan keinginan petani dan perintah presiden kepada Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil. Akhirnya perwakilan petani mendesak Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, agar segera membuat skema penyelesaian sesuai perintah presiden dan tuntutan petani secara tertulis sebagai bentuk kepastian hukum agar petani segera bisa kembali ke Deli Serdang, Sumatera Utara, dan bisa bercocok tanam dan melakukan kegiatan ekonomi pertaniannya dengan baik.

Mentri ATR/BPN, Sofyan Djalil menjanjikan akan secepatnya segera mengadakan pertemuan dengan Menteri BUMN dan segera mengabarkan kepada perwakilan petani Simalingkar dan petani Sei Mencirim.

Atas situasi tersebut, Aris Wiyono (Dewan Pembina Serikat Petani Simalingkar dan Mencirim Bersatu) mewakili petani Simalingkar dan Mencirim menyatakan sikap dan tuntutan mereka di Tugu Tani :

“Kami dari Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB) dan Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) memberikan pernyataan sebagai berikut:

1. Menyampaikan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H.Joko Widodo yang sudah menerima perwakilan petani dari Simalingkar dan Sei Mencirim untuk mengadukan dan menyampaikan secara langsung terkait konflik petani Simalingkar dan Sei Mencirim dengan PTPN II, sehingga presiden memerintahkan kepada Menteri ATR/BPN untuk secepatnya menyelesaikan konflik petani Simalingkar
dan Sei Mencirim dengan PTPN II.

2. Mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, Sofyan A. Djalil untuk secepatnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk segera menyelesaikan konflik agraria antara PTPN II dengan petani Simalingkar dan Sei
Mencirim sebagai mana perintah Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo.

Video selengkapnya aksi di Tugu Tani: https://youtu.be/ygQ_zocIP5Y

3. Mendukung upaya yang telah dilakukan oleh Sekretariat Negara, Bapak Pratikno, yang ikut serta mendampingi dan mengawal pertemuan antara perwakilan petani, Menteri ATR/BPN, Kepala Staf Kepresidenan dengan Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo agar segera mendapatkan solusi yang adil demi terciptanya ketahanan pangan pada pasca musibah pandemi Corona ini.

4. Jalankan reforma agraria sejati di atas tanah-tanah masyarakat yang diklaim oleh PTPN dan Perhutani diseluruh Indonesia”.

“Kami juga mengajak kepada seluruh elemen gerakan untuk memberikan dukungan kepada perjuangan petani Sei Mencirim dan Simalingkar yang tengah memperjuangkan hak atas tanah mereka,” kata Aris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.