Kolom M.U. Ginting: DIALEKTIKA KANIBALISME

kanibalisme
Bernita Depari dan Masmur Sembiring bersama Sanggar Seni Sirulo saat shooting pembuatan film Promosi Wisata Kabupaten Deliserdang

M.U. Ginting“Seolah manusia itu tak bernilai lagi. Seolah manusia itu musuh yang harus diperangi,” kata Daud S. Sitepu di milis tanahkaro. Itulah yang terjadi memang dalam masyarakat modern sekarang. Menyedihkan memang, terjadi juga di negeri kita. Begal main bunuh saja, hanya untuk mengambil keretanya. Balasannya kalau ketangkap massa rakyat, begal dibunuh atau dibakar hidup-hidup kayak bakar ayam, padahal manusia.

Satu sebabnya jelas walaupun sebab-sebab bukan hanya satu, pengaruh narkoba yang sengaja disebarluaskan ke seluruh dunia dan ke segenap lapisan sosial. Sebagian orang jadi kaya dari situ dan berkuasa pula karena narkoba ini. Apalah artinya nyawa orang dalam bisnis besar ini? Anggotanya terbunuh atau dihukum mati. Lalu, cepat sekali direkrut penggantinya, bahkan jauh lebih banyak lagi. Kalau dipenjarakan, dari sana lebih giat lagi bikin peredaran narkoba.


[one_fourth]Jutaan orang yang jadi korban[/one_fourth]

Karena itu, banyak pertimbangan hukuman mati, sebagai balas dendam masyarakat atau keluarga terutama ibu-ibu yang anak remajanya jadi korban tak bersalah. Korban yang begitu menyedihkan dan memilukan baginya dan seluruh keluarga. Jutaan orang yang jadi korban dibandingkan beberapa yang terhukum mati lewat pengadilan.

Kalau kita baca sejarah primitive, ada yang mengatakan manusia primitif itu juga saling bunuh dan saling makan. Tetapi, kalau ini memang terjadi, masih bisa dipahami dalam benak kita, bagaimana kesedaran atau tingkat kesedaran manusia ketika itu, ribuan tahun lalu, apalagi kalau baru saja berubah jadi manusia menurut Pak Darwin.

Ketika masih kanak-kanak, sering saya dengar orang bilang daging manusia enak terutama telapak tangannya katanya. Ha ha ha . . .  dulu saya percaya sungguh, sekarang saya merasa tak mungkin. Tak mungkin . . .  Tetapi, yang terjadi di jalan-jalan dimana pencuri ayam dipukuli dan dibakar sampai mati, ini terjadi walaupun tak dimakan lagi. Seakan-akan seekor ayam lebih berharga dari seorang manusia.

kanibalisme 2
Salmen Kembaren (kiri) dan Karmila Kaban (kanan) bersama Sanggar Seni Sirulo saat shooting film Promosi Wisata Kabupaten Deliserdang.

Apakah orang Karo atau orang Gayo juga begitu 7.400 tahun lalu? Bagi  orang Karo dan juga Gayo pastilah susah menerima kalau benar begitu. Tetapi, saya sering dengar dari dongeng orang-orang tua dulu yang namanya ‘perang kihing Karo’, antara desa-desa tertentu dimana orang laki-laki sambil naik kuda sitampulen di tengah ladang/ lapangan dan kaum perempuan ikut menyaksikan sambil berteriak dan berdoa  “ula lit sibangger-banger”.

Tahun 1940-an dan 1950-an, masih banyak juga kita dengar perang suku dan saling makan di Papua, terutama dari dongeng orang-orang Barat. John Anderson juga menyebutkan dalam bukunya ketika berkunjung ke Pantai Timur Sumatra, kanibalnya The Bata katanya, yang maksudnya orang-orang yang dijuluki orang Batak ketika itu.

Pastilah ada juga kejadian-kejadian primitif itu di satu atau dua tempat di dunia. Tetapi, satu hal yang tak terbantah tadi ialah KESEDARAN MANUSIA ketika itu tidak sama dengan kesedaran manusia di masa sekarang ini, apalagi di era online internet. Namun, masih ada dan banyak terjadi sekarang ini kelakuan primitif tadi. Apakah dunia harus melewati proses ini dalam menuju syntesis  yang lebih baru berkenaan dengan komunikasi antar-manusia? Kelihatannya betul begitu. Proses primitif-antiprimitif-primitif lagi (ISIS/begal). Proses inilah  yang terjadi ribuan tahun terakhir.

[one_fourth]sudah ribuan tahun terbentuk dalam kehidupan manusia[/one_fourth]

Di Rusia terjadi proses: otoriter-antiotoriter-otoriter lagi (Putin). Proses ISIS/begal/Putin akan segera digantikan oleh proses syntesis yang baru. Proses syntesis yang baru ini pada dasarnya ialah bagaimana manusia menangani KULTUR, satu seni kehidupan yang juga sudah ribuan tahun terbentuk dalam kehidupan manusia, yang sekarang telah mencapai tingkat tertinggi dengan kemegahan dan keindahan luar biasa. Tetapi, manusia sendiri rupanya belum berhasil secara seksama mempelajari dan memberikan penghargaannya.

Huntington, karena kekurangan skill dalam menganalisa akumulasi ribuan tahun ciptaan pradaban manusia yang sangat tinggi ini (KULTUR), secara ringan atau karena kurang kata-kata menamakanya THE CLASS OF CIVILIZATION. Dia tidak menemukan jalan penyelesaian selain dengan kekerasan menaklukkan kultur primitif mempertahankan kultur modern Barat.

Dunia tak mungkin mengikuti jalan primitif Huntington, karena sudah lahir era Dialog, Diskusi dan pendalaman pengetahuan dalam semua soal kemanusiaan yang, pada pokoknya, semuanya dilandasi oleh Kultur dan Peradaban manusia, perubahan dan perkembangannya.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.