Kolom Boen Syafi’i: GARA GARA RIZIEK SETITIK — Rusaklah Keturunan Arab Sebenua

“Saya ingin memperingatkan Bangsa Indonesia, khususnya WNI keturunan Arab supaya sebagai elite yang dihormati masyarakat cobalah mengendalikan diri. Jangan menjadi provokator, dan jangan coba coba memprovokasi rakyat,” inilah sepenggal ucapan dari guru besar intelijen Indonesia (Jend [Purn] AM Hendropriyono) yang beredar di banyak media.

Secara pribadi, sebenarnya saya kurang sreg dengan ucapan beliau ini?

Lebih elok rasanya jika Bapak Hendropriyono menyebutkan langsung siapa saja nama keturunan Arab yang dimaksud. Bukan lantas gebyak uyah alias pukul rata. Jadinya WNI keturunan Arab yang mencintai negeri ini sepenuh hati ikut kecipratan “awu angetnya” juga.

Namun, meskipun begitu, jika ditelaah lebih jauh ternyata ucapan dari Bapak intelijen yang satu ini ada benarnya juga.Lihat saja, siapakah tokoh saat ini yang sering memprovokasi rakyat agar berperang saudara. Siapakah tokoh yang sering berkoar-koar menuduh rival politiknya tanpa data dan fakta? Siapakah salah satu tokoh yang saat ini menjadi public enemy no 1 di Indonesia?

Ya, dialah Riziek Shihab pemimpin FPI yang sedang indekost di Saudi Arabia. Gara-gara si unta gurun yang satu ini, WNI keturunan Arab menjadi ikut terkena getah dari perilaku buruknya.

Coba kalau si Riziek, Smith, Martak, Sengkuni Rais dan beberapa gerombolan provokator itu berwajah pribumi. Pasti Bapak AM Hendropriyono dan sebagian rakyat yang kini terasuki sikap “sentimen anti Arab” kemungkinan tidak akan berbicara seperti itu.

Lha nyatane? Yang selalu bikin onar, bentuk wajahnya ya seperti itu-itu juga.

Ah, dalam kondisi yang seperti ini sebenarnya semua pihak harus bisa menahan diri dan saling berintropeksi, bukannya malah menonjolkan derajatnya masing-masing.Belajarlah kepada Habib Luthfie, Bapak Quraish Syihab, Habib Umar, Gus Dur, Gus Mus, Buya Syafi’i Ma’arif dan beberapa tokoh bangsa yang sederhana dan perjalanan hidupnya bisa dijadikan inspirasi oleh kita semua.

Sejatinya semua manusia itu sama dan ujug-ujug tidak langsung menjadi mulia. Kemuliaan itu bukan didapat dari sanad atau garis keturunan, melainkan dari akhlak yang baik serta sikap memanusiakan manusia yang telah tertanam di hatinya.

“Manunggaling Kawulo Gusti”

Bukanya malah.

“Manunggaling kamvret bowo seng nggilani”

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.