Gereja dan Budaya Lokal (3)

Oleh: Bastanta P. Sembiring (Medan)

 

gereja 5
Bangunan gereja tertua di kalangan Karo bernama Karosche Kerk (Gereja Karo) di Buluh Awar, Deliserdang.

bastantaAsia dan kebudayaannya diprediksikan akan berjaya dan memegang peran penting dalam segala aspek kehidupan dunia. Gambaran yang kita lihat sekarang ini, jika muncul pertanyaan siapakah yang akan memimpin (tentunya dari Asia)? Maka, perhatian akan tertuju kepada Cina, Jepang, India, Korea, dan Iran (Indonesia?)

Jika kita amati negara-negara tersebut, bisa dikatakan mereka adalah negara yang kontekstual Asia. Sederhananya, jika kita ke pasar, baik modern maupun tradisional, dengan mudah kita dapat mengidentifikasi itu orang China, itu orang India, dlsb. Seorang anak usia 3 tahun sudah mampu membedakan mana film Holywood, mana film Bollywood, dan mana film China, Korea dan Jepang karena mereka kontekstual dalam segala hal. Sanggupkah anak usia 3 tahun membedakan mana film Australia, Inggris, dan Amerika? Kontekstual mereka terhadap budaya Asia membuktikan mereka sanggup bertahan dan bahkan menjadi pemeran penting dalam skenario drama dunia.


[one_fourth]lebih mengedepankan harmonisasi terkadang tampak lamban[/one_fourth]

Begitu juga dengan konteks dalam teologia. Asia yang lebih mengedepankan harmonisasi terkadang tampak lamban namun melaju dengan pasti seperti halnya lokomotif uap antik dengan dua rel dan memberi kesan serta kenyamanan dalam perjalanan bagi para pemumpangnya, sehingga tumbuh rasa kerinduan untuk mengulang kesan-kesan itu. Sedangkan konteks Barat yang lebih kepada eksploitasi dan tampak agresif, sampai mana akan terus agresif?

gereja 7
Salmen Kembaren dan Erna br Ginting daslam penampilan Sanggar Seni Sirulo di HUT MAMRE GBKP ke 16, Sukamakmur (Sibolangit)

Yakinkah itu akan sesuai dengan kita selamanya? Jangan nanti hanya memiliki kesan sementara seperti halnya menaiki kereta rel tunggal dengan kecepatan di atas 150 km/ jam yang untuk melihat pemandangan di sekitar jalur yang dilalui mata harus secepat kilat untuk menangkap sebuah objek dan secepat itu juga pudar dalam ingatan. Atau, saat menaiki kereta listrik rel tunggal yang melaju santai di kota, dimana jika penumpang memandang ke luar hanya ada aktifitas kehidupan di bawahnya dan jika memandang ke samping hanya gedung-gedung yang tampak seperti komponen elektronik, dan jika memandang ke atas hanya ada awan kosong.

Siapa yang melindas dan siapa yang dilindas, siapa yang tahu? Saat konteks Asia akan berperan, jangan sampai Asia tidak siap dan para sarjana harus kembali membuka buku pelajaran Sekolah Dasar. Mungkin saya akan memilih lokomotif listrik dengan dua rel bahkan jika masih ada kesempatan ingin melaju di atas lokomotif uap antik agar perjalanan iman ini lebih berkesan dan bertumbuh dari hati karena bayang-bayang keindahan yang dilalui selama duduk di bangku penumpang, bukan karena trend yang berkembang ataupun opini publik semata.

Syalom mejuah-juah!

SELESAI

(Ditulis atas permintaan salah satu bulletin gereja untuk edisi Februari 2013 yang bertema gereja dan budaya/versi sebelum diedit).


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.