HEBOH BANJIR JAWA TAK SEBANDING HARGA BAWANG MERAH DI MEDAN

Laporan ELISABETH BARUS

Beberapa minggu belakangan ini santer terdengar banjir melanda lahan-lahan pertanian di Pulau Jawa akibat curah hujan yang tinggi di sana. Ini khususnya berlaku terhadap lahan-lahan pertanian bawang merah. Sehingga banyak pertanyaan, mengapa harga bawang belum naik juga?

Pasokan bawang merah biasanya langsung berkurang ke Pasar Induk Lau Cih (Medan) bila lahan-lahan pertanian bawang merah di Pulau Jawa dilanda banjir.

Selain Sumbar dan Sumut (Tanah Batak dan Tanah Karo), Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah pemasok bawang merah terbesar ke Medan. Tapi, hebohnya berita banjir Pulau Jawa tidak sebanding dengan tidak stabilnya jumlah pasokan bawang merah dari Pulau Jawa ke Pasar Induk Lau Cih (Medan).

Untuk mendapatkan kejelasan, kami mencari informasi ke rekan-rekan kami yang berada di sentra-sentra bawang merah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Seorang pedagang bawang merah di Pasar Induk Lau Cih (Medan)

Dari keterangan beberapa nara sumber di sana kami mendapat menemukan adanya kesenjangan antara berita-berita media sosial mengenai banjir lahan-lahan pertanian bawang merah di satu sisi dengan pasokan bawang merah dari sana ke Medan.

Ternyata daerah yang terkena dampak banjir itu tidaklah begitu luas, tidak sebanding dengan kesan kehebohan yang kita dapat dari media sosial. Daerah yang terlanda banjir terbatas pada seputaran Desa Bungur (Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur).

Penulis di salah satu lahan bawang merah di Kabanjahe (Karo Julu, Sumut).

Banjir di Bungur ini diakibatkan oleh meluapnya Sungai Senjayan yang melintasi wilayah Desa ungur. Kebetulan, Bungur adalah dataran paling rendah di Kecamatan Sukumoro sehingga gampang dilanda banjir.

Nama Bungur untuk desa itu juga berkaitan dengan topologi tanahnya. Bungur berasal dari kata Mbung yang artinya lumpur. Menurut sejarahnya pun memang desa ini berasal dari sebuah kubangan lumpur besar yang digenangi air.

Liputan SiruloTV ke perkebunan bawang merah Brebes (Jawa Tengah)

Sejak Jaman Kolonial namanya berubah karena orang-orang Belanda melafalkannya “Bungr”. Di Jaman Kolonial itu, Belanda membangun kincir angin di daerah ini untuk persediaan air bersih.

Dapat kita simpulkan, kabar heboh hancurnya bawang merah di Pulau Jawa sehingga tidak ada pengiriman bawang dari sana keluar berlaku terbatas untuk Bungur saja. Persediaan bawang merah dari Pulau Jawa tidak berkurang akibat banjir di Bungur ini. Maka harganya pun tidak ada perubahan di Pasar Induk Lau Cih (Medan).

Persediaan bawang merah masih tetap banyak. Bahkan stok panenan bawang beberapa bulan lalu pun masih ada tersimpan di gudang-gudang mereka disana. Jadi, harga yang terjadi di pasar bukanlah harga yang diatur atau dibuat-buat oleh pedagang maupun spekulan. Memang murni begitulah fenomena alamiah pasar.

Perbedaan harga hanya berlaku untuk kualitas barang yang berbeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.