Kolom Lyana Lukito: HUKUM PILIHAN DALAM BENCANA — Siapa Diselamatkan?

Bila ada 2 orang (misalnya ibu dan anak) dalam suatu bencana, kita harus pilih salah satu untuk diselamatkan menurut Penyelamatan Dalam Bencana, yang dipilih untuk ditolong adalah anaknya, ibunya dikurbankan. Demikian juga dalam bencana Covid-10.

Pilihan hanya dua: kesehatan atau ekonomi.

Kalau pilih kesehatan untuk diselamatkan, yang jadi korban adalah ekonominya yang akan hancur. Korban berikutnya adalah genarasi muda kita jadi tak produktif. Masa depan mereka suram bahkan hancur.

Jumlah pemuda dan anak-anak kita yang jadi korban besar sekali; 91% dari 267 juta Rakyat Indonesia.

Kalau pilih ekonomi yang diselamatkan, kesehatan akan hancur. Covid-19 merajalela. Anak-anak muda kita kuat tak jadi korban Covid-19, yang jadi korban adalah Lansia. Tapi jumlah Lansia kecil sekali; 9% dari total Rakyat Indonesia.

Menurut hukum penyelamatan bencana, kita harus pilih selamatkan yang muda yang jumlahnya besar sekali. Yang dikorbankan yang tua yang jumlahnya sedikit. Jadi, pilihan tepat untuk diselamatkan adalah ekonomi daripada kesehatan.

Selamatkan yang muda yang jumlahnya besar sekali.

Jadi, kita Lansia siap-siap bahwa Lansia harus karantian tertutup total. Tidak ketemu sama sekali dengan anak cucu dalam kurun waktu tertentu.

Inilah kehidupan yang harus kita hadapi ke depan. Mau berapa lama lagi hidup dalam ketakutan?

Mungkin banyak yang belum tahu. Dunia sekarang menghadapi tsunami resesi ekonomi. Di Amerika sudah 33 juta orang kena PHK. Di China ada 80 juta orang. Eropa sendiri pusing dengan 60 juta pekerja terancam PHK.

Badai Corona ini membuat Amerika harus berhutang 46 ribu triliun rupiah. Sebagian besar hutang bukan untuk menghadapi Corona, tapi untuk menyelamatkan keuangan perusahaan-perusahaan yang mulai rontok bersamaan.

Eropa sendiri menggalang dana hampir 2 ribu trilyun rupiah, untuk menyelamatkan ekonomi mereka.

Jadi, jangan anggap remeh resesi ekonomi kali ini. Seperti kita pernah obrolkan dulu, virus membunuh beberapa orang tetapi resesi ekonomi bisa menghancurkan sebuah negara.

Inilah masa-masa menakutkan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Produksi berhenti, ekonomi hancur, orang ketakutan. Dan dampak besarnya adalah jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Para pengusaha di Indonesia bahkan sudah warning, mereka hanya bisa bertahan terakhir di bulan Juni saja. Kalau Juni mal-mal masih tutup, kantor-kantor gak boleh kerja maka banyak perusahaan bangkrut. Untuk menyelamatkan keuangan banyak perusahaan itu, butuh dana ribuan triliun rupiah. Hancurlah kita.

Kita harus paham kenapa Jokowi melonggarkan ikatan dari ketakutan terhadap virus Corona ini. Kita tidak bisa hidup dalam ketakutan terus, harus mulai bergerak untuk melancarkan nadi perekonomian kembali.

Itulah kenapa transportasi publik setahap demi setahap dibuka. Juni sekolah-sekolah harus kembali aktivitas. Kantor mulai bergerak.

Doni Monardo (Ketua Gugus Tugas Covid) sudah mengumumkan, bagi warga yang berusia di bawah 45 tahun, boleh kembali beraktivitas. Pertimbangannya, selama ini yang rentan akan dampak Corona adalah mereka yang berusia di atas 45 tahun.

Pasti banyak yang mencaci, “Wah, kok pemerintah seenaknya saja. Bagaimana kalau nanti angka tertular Corona jadi meninggi?”

Percayalah. Lebih mengerikan melihat statistik jumlah orang yang di-PHK, daripada statistik jumlah orang positif Corona sekarang ini. Yang ribut biasanya kelas menengah yang hidup ketakutan meski masih bisa makan, tapi kelas bawah perut laparnya gak akan bisa ditahan.

“Berdamailah dengan Corona,” kata Presiden beberapa hari lalu.

Memangnya mau berapa lama lagi kita harus hidup dalam ketakutan? Pemerintah tidak akan melindungi Anda 24 x 7 selama 365 hari.

Apakah Anda pikir, setelah akhir Mei 2020, Corona tiba-tiba akan pergi, dan kita akan mulai hidup seperti sebelumnya?

Tidak sama sekali. Makin bulan ke depan makin jelas. terasa berat. Mudah-mudahan tidak! Virus ini sekarang telah menetap di negara kita dan, di sini, kita harus belajar untuk hidup dengannya. Setidaknya sampai vaksin ditemukan.

Sekarang, kita harus melawan virus ini sendiri dengan mengubah gaya hidup kita dengan memperkuat kekebalan kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.