Hutan Lindung di Tanah Ulayat Suku Pakpak

Laporan Wartawan Sora Sirulo: Esra Barus 

 

Esra BarusPertengahan Desember, saya melakukan perjalanan ke daerah ini dikarenakan tugas pemetaan batas dari salah satu NGO di Medan. Parmonangan berada di Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan ketinggian 440-470 mdpl, jarak 6 jam via Sidikalang dari Medan. Biasanya taksi akan membawa anda ke daerah ini melewati Parapat dan Balige sehingga jarak tempuh bisa mencapai 10 jam dengan tarif Rp. 130-150 ribu sampai ke tujuan. Perjalanan ke daerah ini melewati perbukitan, jalan sempit dan rawan longsor.

Raja kuta (istilah untuk cikal bakal kampung) adalah seorang bermerga Gajah, masyarakat di Desa Parmonangan mayoritas Suku Pakpak dan beragama Islam, Protestan dan Katolik. Gereja Protestan yang ada di desa tersebut adalah HKBP. Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat adalah Bahasa Pakpak namun mereka juga fasih berbahasa Batak karena kegiatan transaksi ekonomi ke Pakkat. Dapat ditambahkan bahwa Bahasa Pakpak dapat saling mengerti dengan Bahasa Karo, Bahasa Alas, dan Bahasa Singkil, tapi tidak saling mengerti dengan Bahasa Batak kecuali belajar.

 

Pendapatan masyarakat berasal dari komoditas pertanian seperti karet, sawit, padi, durian dan buah-buahan lainnya. Musim durian dan musim panen panen padi adalah bulan Desember. Pada awal musim hutan 4durian, harga durian jika dibeli kepada petaninya adalah 5 ribu rupiah dan bisa sampai 25 ribu rupiah pada pertengahan musim,

Anda akan merasakan kesulitan berkomunikasi di daerah ini karena jaringan seluler yang sulit. Untuk menghabiskan waktu luang biasanya masyarakat berburu kancil pada malam hari ke hutan atau memancing ikan jurung.

15 Desember, kami memulai perjalan ke hutan lindung yang berada sekitar 10 kilometer dari kampung. Melewati kebun karet dan sawit, kami harus melewati jalan setapak, menyeberangi sungai, dan jembatan yang hanya terbuat dari beberapa batang kayu saja.

Suhu udara di daerah ini berkisar 26-33 derajat Celcius sebagaimana yang sering kita rasakan pada ketinggian 400 mdpl. Namun, ketika kami masuk ke dalam hutan lindung, suhunya menjadi sangat rendah. Kami sangat jarang terkena matahari langsung karena hutan yang sangat terjaga. Warga di Parmonangan sangat menjaga hutannya karena keterkaitan dengan perekonomian dan hulu sungai ke Parmonangan.




Di dalam hutan lindung, kami menemukan banyak mata air dan sungai. Di hutan juga banyak jernang (rotan yang memiliki buah harga mahal di pasaran) dan berbagai jenis burung langka yang dilindungi oleh negara.

Kami membawa makanan instan untuk logistik di dalam hutan. Namun, selama 4 hari di dalam hutan, kami lebih banyak mengkonsumsi ikan jurung. Sangat mudah menemukan ikan jurung di tempat ini. Bayangkan dalam 1 jam, kami mendapatkan 3 kilo ikan jurung. Menurut warga yang mendampingi kami, jumlah tersebut masih tergolong sedikit. Mereka juga sering menemukan limbad (sejenis lele yang hidup di sungai).

Warga Parmonanangan merasa keberadaan hutan tersebut sangat penting bagi kelanjutan hidup mereka. Karena iu, mereka sangat menjaga hutan itu. Mari kita juga menjaga lingkungan.

Salam lestari: Njuah-juah!




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.