Ikan Jurung dalam Tradisi Suku Karo

Oleh: Frans Purba

 

Frans PurbaDi Karo Gugung (Dataran Tinggi Karo), ikan jurung merupakan ikan purba yang diyakini umurnya sudah ribuan tahun. Namun, belakangan, ikan ini menjadi langka, sudah mendekati punah. Ikan jurung sangat sensitif terhadap polusi terutama kmiawi pertanian.

Sampai dengan tahun 1960, masih banyak ditemukan di Lau Dah (Sungai Lau Biang di bagian Kota Kabanjahe) di mana sungai dari Gunung Siosar, Lau Bedimbo atau Lau Dimbo, serta sungai-sungai yang mengalir ke Rakutbesi (kampung tradisional Karo yang kini berada di wialayah Kabupaten Simalungun).

jurung 2
foto: DARUL KAMAL LINGGA GAYO

Ikan jurung ini termasuk ikan yang dimasak secara ritual untuk disuguhkan pada acara-acara ritual tertentu. Karena itu, sebagian penduduk kuno dari Desa Dokan, misalnya, mempunyai tata cara ritual untuk pergi memancing dan harus mendapatkan ikan jurung karena tujuannya sangat ritual.

Memang tidak begitu pesat perkembangbiakannya. Seingat kami, musim untuk memancing ikan jurung hanyalah di sekitar bulan Agustus, bertepatan dengan musim panen di sawah. Perlu diingat bahwa jaman dulu panen padi di Taneh Karo hanyalah sekali setahun. Musim tanam di bulan November-Desember dan panen di sekitar Juli/ Agustus dan September.

Hajatan-hajatan tertentu yang sangat penting dalam tata budaya Karo memang umumnya dilakukan setelah selesai panen. Akan halnya suatu hajatan ritual yang harus memakai ikan jurung misalnya mohon doa restu kepada kalimbubu (keluarga pemberi dara/ bride giver) agar sepasang pengantin muda cepat mendapatkan momongan. Kalimbubu harus menyediakan ikan jurung untuk diserahkan dan didoarestukan kepada sang putri dengan suaminya agar cepat dikaruniai anak.

jurung
Foto: DARUL KAMAL LINGGA GAYO

Di dalam ingatan saya dari masa lalu, maka kalimbubu mempersiapkan alat kawil (pancing) dengan umpannya yang terbuat dari jagung muda diolah dan diramu sedemikian rupa (harus dalam keadaan bersih 100 persen). Kalimbubu disarankan untuk tidak merokok terlebihdahulu agar menjamin kebersihan umpan. Selama 3 hari sebelum hari H, kalimbubu harus puasa menurut tata budaya Karo dan tak boleh berucap kata-kata tak senonoh serta tak boleh berhubungan sex. Mohon doa kepada puang kalimbubu (bride giver of bride giver) agar mensupport niat yang suci ini.

Pada hari H, pergilah memeancing misalnya ke Lau Dah. Maka dibacakanlah doa-doa dan mantera-mantera yang kira-kira isinya sebagai berikut:

Kam Dibata i Dates

Kam Dibata si Tengah

Kam Dibata si Teruh

Kundul kam kerina man simehamat notokan aku ngkawil nurung perban lit sura simejilei bas anak kami…. dst.

Memang ikan seperti dihibahkan oleh Dibata (Tuhan) dan dapat untuk Hari H yang dijanjikan. Lalu, digulai dengan cara masakan Karo untuk disuguhkan kepada puteri tersayang.

Ini hanya catatan kaki penegas betapa kita lebih bodoh dari keledai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.