Kolom Boen Syafi’i: INDONESIA YANG SALAH KIBLAT

Dulu, pemeluk agama apapun (termasuk Islam) pasti melakukan ritual menaruh sesaji di sebuah tempat yang dikeramatkan. Seperti di pohon-pohon, di seberang jalan, di bawah jembatan. Sesajian ini berfungsi untuk meminta restu dari para leluhur, supaya apa yang menjadi hajat mereka lancar, serta dijauhkan dari segala bencana. Ubo rampe, bunga, dupa dan kemenyan dengan diiringi doa-doa berbahasa lokal makin menambah kesakralan sebuah acara yang akan digelar.

Alam semesta dimuliakan, pepohonan dirawat, leluhur diingat, budaya tetap dibawa, dan hasil akhirnya, negeri ini tidak lupa lebih-lebih durhaka kepada jati dirinya sendiri.

Namun, semua itu berubah drastis. Sesajian dituduh sebagai tindakan setan. Leluhur dihina dina sebagai jin jahat. Dan digantikan oleh budaya gurun yang hobi perang, intoleran, hobi kenthu, serta membeda-bedakan. Pohon-pohon besar sebagai pelindung teriknya matahari sekaligus sebagai penyimpan air ditebangi, dengan alasan bahwa disitu adalah rumahnya para setan.

Pohon-pohon itu kini berganti yang salah satunya berbentuk bangunan super megah, mewah, sekaligus berisik, tanpa ada sama sekali nilai spiritualis di dalamnya.Tidak jarang pula, di dalam bangunan tersebut digunakan sebagai tempat rasan-rasan (ghibah) ajaran lain.

Sebagai tempat cuci otak juga bagi orang orang di dalamnya, agar mau berperilaku, berbusana, berotak sesuai dengan budaya gurun.

Mirisnya lagi, budaya selaras dengan semesta alam yang diwariskan oleh para leluhur, perlahan mulai ditinggalkan oleh para anak cucunya sendiri. Walhasil ya jangan heran jika perilaku manusia di bangsa ini semakin hari semakin barbar. Penuh amarah. Apalagi jika keyakinannya kena senggol karena dikritisi.

Wong kiblat mereka sudah bukan lagi Nusantara yang penuh filosofis luhur di dalamnya. Melainkan kiblat yang patuh, tunduk total, tanpa mau menggunakan nurani maupun akal yang dimiliki, terhadap leluhurnya bangsa asing yang ugal-ugalan, hobi perang dan juga hobi melakukan pembunuhan.

Ya, Malin Kundang itu adalah dirimu sendiri. Yang bukan lagi durhaka terhadap sang Ibundanya. Melainkan, lebih besar lagi, yakni durhaka kepada Sang Ibu Pertiwi.

Sesajian katanya musyrik. Lebih musyrik mana membunuh manusia hanya karena berbeda keyakinan saja? Duhai Khongguan isi rengginang?

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.