Kolom Edi Sembiring: JANGAN REDAM PESIKAP KUTA KEMULIHEN

Apakah menjanjikan pembentukan Kecamatan Liang Melas Datas, sebuah solusi terbaik saat ini? TIDAK. Yang dibutuhkan segera adalah pembangunan infrastruktur bagi banyak desa di sana. Pendirian kecamatan bisa dilakukan setelah semua infrastruktur itu terbangun.

Apakah usul pendirian kecamatan ini untuk menutupi kegagalan Paslon tertentu karena tidak adanya perbaikan jalan ke Liang Melas Datas? Entahlah.

Mengapa ada yang tiba-tiba berkata? “Orang luar Tanah Karo sering sekali merasa paling tahu masalah dan paling tahu solusi untuk masalah Tanah Karo.”

Kalimat itu muncul, apakah karena ada janji pembangunan jalan di Liang Melas Datas dari Paslon Cabup/ Cawabup yang lain?

Yang berbicara soal “orang luar Tanah Karo” ini pun, tidak paham tentang Karo itu sendiri ternyata. Kalimat itu sangat rancu. Tolong bedakan antara Kabupaten Karo dengan Taneh Karo dan Tanah Karo.

Jalan Medan–Berastagi sekarang

Taneh Karo itu wilayah-wilayah komunal masyarakat adat Karo dan di antaranya termasuk Kabupaten Karo. Sedangkan bila dimaksud Kabupaten Tanah Karo, itu hanya ada di tahun 1950an yang luas administrasinya sampai ke Pancur Batu (Karo Hilir).

Saran saya, tak usah pakai politik belah bambu: “Bagi si naka buluh, si arah datas iangkat, si arah teruh idedeh.”

Tak usah dibelah-belah antara orang Karo yang berada di luar Kabupaten Karo dengan masyarakat di Kabupaten Karo. Semua punya keinginan membangun kampung halamannya.

Semua ikut perduli dengan kepentingan yang sama untuk membangun Kabupaten Karo. Usulan soal meningkatkan profesionalitas ASN, digitalisasi pertanian, memajukan pertanian Karo dengan mengembangkan mekanisasi pertanian hingga industri pengolahan hasil pertanian dan peningkatan pariwisata adalah bahasan yang mengemuka di manapun.

Persoalan harga hasil pertanian yang sering jatuh, air PDAM yang kadang tak lancar, banjir di jalan, kebersihan di daerah wisata hingga infrastruktur yang kurang, ini sering terdengar sekian tahun. Dan solusi untuk menuntaskannya sama di manapun. Bukan berarti bila ada yang memberi solusi, dianggap sok merasa paling tahu.

Kembali ke persoalan Liang Melas Datas, semua paham solusinya. Apalagi setelah ada Paslon Cabup/ Cawabup yang datang dan menerima aspirasi mereka. Paslon Cabup/ Cawabup ini berjanji akan memperjuangkannya bila nanti terpilih bersama kekuatannya di legislatif baik di daerah maupun di pusat.

Dan kalimat : “Ini membuktikan bahwa kadang kita merasa paling tahu masalah dan solusi untuk Karo padahal kita tidak hidup di sana dan jarang pula datang ke Karo” adalah kalimat tidak produktif. Kalimat yang tidak percaya pada kekuatan besar kaum diaspora Karo dan keperduliannya. Jumlah kaum diaspora Karo sangat besar, lebih 70% orang Karo berada di luar Kabupaten Karo.

Puluhan tahun lalu tepatnya 1 Mei 1988, Raja Inal Siregar yang saat itu menjadi Gubernur Sumatera Utara mencetuskan konsep “Mari membangun kampung halaman sendiri.” Konsep Marsipature Hutanabe, yang diambil dari Bahasa Angkola, ditujukan kepada putera-puteri Sumut yang merantau dan sukses di perantauan untuk ingat dan kembali membangun kampung halamannya.

Lalu Bupati Kabupaten Karo saat itu yang dijabat oleh Ir. Meneth Ginting, M.A.D.E, juga membuat ajakan Pesikap Kuta Kemulihenta. Mengajak masyarakat Karo di perantauan untuk bersama membangun kampung halaman.

Dokan, sebuah kampung Karo (kuta) di tahun 1990. Foto: Juara R. Ginting.

Kedua konsep ini tidak lagi asing dan telah digemakan sejak dulu. Dan aneh sekali bila pada saat ini ada yang alergi pada keperdulian masyarakat perantau akan kampung halamannya.

Suatu kali ada sebuah wawancara pada mahasiswa yang akan kuliah S2 ke luar negeri. Lalu pemberi beasiswa (lembaga asing) bertanya mengapa dia memilih kuliah S2 ke luar negeri padahal di Indonesia sudah banyak tempat bisa menempuh S2.

Kita dapat bocoran dari pengujinya bahwa jawaban yang tepat adalah: “Saya mau mempelajari Indonesia dari luar karena melihat Indonesia dari dalam dan dari luar sama-sama punya kelebihan dan kekurangan.”

Jawaban ini perlu direnungkan daripada mempovokasi orang-orang Karo yang tinggal di Kabupaten Karo hanya untuk memenangkan kandidatnya sedangkan Karo diaspora nantinya alergi menerima proposal kerja tahun.”

Hal yang sama terjadi juga saat Pilpres 2014 dan 2019 ketika masyarakat diaspora Indonesia begitu antusias memenangkan Jokowi. Kemenangan Jokowi di banyak TPS luar negeri adalah bentuk keperdulian masyarakat diaspora ini pada Tanah Air. Mereka membaca bahwa perubahan besar akan ada bagi Tanah Air bila dipimpin oleh Jokowi.

Jadi jangan pernah kecilkan hati orang-orang perantau ini. Jangan pernah kecilkan orang-orang yang berbesar jiwa untuk membangun Kuta Kemulihen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.