Kolom Edi Sembiring: KALA DOELOE MENOLAK JALAN — Menolak Pinakit Pasar

Ada yang berkata, hanya lewat anggaran APBN, jalan Liang Melas bisa dibangun. Maka solusinya, membuat jalan tembus dari Liang Melas ke jalan nasional Medan – Kutacane di Lau Baleng. Dijadikan jalan alternatif jalan nasional, sehingga bisa dihibahkan ke Pemerintah Pusat, sehingga nantinya jalan ini akan dibiayai oleh APBN.

Berliku-liku ya proses yang ditawarkannya. Kam pasti paham apa mau dia.

Tapi kita tunggu juga dari perjuangan politisi-politisi lainnya. Tetap optimis dapat membangun jalan 28 kilometer ini, belum lagi jalan menuju desa-desa lainnya.

Tapi ada sebuah ingatan mengapa Kolonial Belanda tidak membangun jalan melewati Liang Melas Datas. Saat itu Raja Urung Liang Melas mengkhawatirkan akan masuknya penyakit “penyakit pasar”.

Kontrolir Westenberg memang pernah melakukan sensus ternak dan menemukan penyakit yang menyerang lembu dan kerbau. Koran De Sumatra Post pada tanggal 24-07-1916 juga menuliskan akan adanya rencana pameran ternak di Kabanjahe.

Pameran ternak direncanakan akan diadakan pada hari Selasa tanggal 1 Agustus 1916. Namun, kali ini tidak akan berlangsung selama 2 hari, tetapi hanya 1 hari. Ini sehubungan dengan penyakit ternak yang belum pulih sepenuhnya saat itu.

Hanya kuda yang akan dipamerkan. Orang-orang Karo membawa kuda-kuda miliknya.

Kuda yang dipamerkan dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kuda jantan dari umur 1 hingga 2 tahun,

b. Kuda jantan dari umur 2 hingga 3 tahun,

c. Kuda jantan dari umur 3 tahun ke atas,

d. Kuda betina dari umur 1 hingga 2 tahun,

e. Kuda betina umur 2 hingga 3 tahun,

f. Kuda betina umur 3 tahun ke atas,

g. Kuda betina dengan anaknya yang masih kecil. .

Akan ada pemenangnya. Dari mendapat hadiah hingga kudanya dibeli dan kemudian dilatih ikut pacuan kuda. Saat itu klub berkuda ada di Kabanjahe, Berastagi dan Medan.

Yang menjadi juri penentu siapa yang menang adalah dokter hewan G. A. van Lier, dan J. van der Laan. Juga dokter hewan Noto Soediro.

Sebelumnya, M. Joustra dari tanggal 15-22 Oktober 1900 pernah berjalan kaki ke daerah Gunung-gunung di Dataran Tinggi Karo yang kala itu masih merdeka. Joustra dalam artikelnya yang berjudul “Naar het landschap Goenoeng-goenoeng” menuliskan:

Dari Soerbakti, jalan melewati sawah yang luas. Padi sudah setinggi satu kaki di sini. Sepanjang jalan kami melewati baroeng-baroeng beberapa kali. Pada beberapa tempat, kami melihat bendera putih berkibar-kibar di atas tiang panjang, sebagai penangkal kata mereka.

Penyakit pada Kerbau yang ditakuti baru saja mengamuk di dataran tinggi (Goegoeng), tetapi belum mencapai daerah Goenoeng-goenoeng.

Apakah “penyakit pasar” kala itu yang ditakutkan akan masuk ke Liang Melas adalah penyakit-penyakit yang dapat menyerang ternak? Bisa iya.

Namun kala itu penyakit dari luar yang mengerikan adalah Sipilis. Ini juga yang ditakutkan masuk ketika Urung sudah terbuka lebar dengan pembangunan jalan yang tersambung dengan jalan besar menuju Kotacane.

Pengobatan tradisional terhadap Sipilis sudah dikenal kala itu, namanya tambar jalang jahe. Begitu juga tambar karang untuk pengobatan kencing nanah (gonorzhoe).

Itu kala dulu, ketika perubahan besar harus dihadapi dengan hati-hati. Saya tidak tahu, apakah pilihan kala itu juga menyelamatkan masyarakat Liang Melas dari Pandemi Penyakit Flu Spanyol tahun 1918.

Karena ada 1.163 kematian akibat Flu Spanyol di Dataran Tinggi Karo dari bulan November 1918 dan Desember 1918. Daerah yang jauh dari “pasar itam” tentu bisa terhindar dari “penyakit pasar.”

Oh iya, penyakit yang menyerang ternak babi pada tahun 1990an tidak sampai ke Liang Melas. Begitu pula wabah lalat buah yang ditenggarai akibat peambahan hutan tidak sampai ke perkebunan jeruk di Liang Melas. Dari sana kini dihasilkan jeruk terbaik dari Dataran Tinggi Karo.

Akhirnya saya teringat belum merampungkan artikel tentang Flu Spanyol di Sumatera Timur. Ini bukan penyakit pasar. Tetap semongko, Bro !!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.