Kecelakaan Aneh

Oleh: Bintara Silangit (Medan)

 

bintaraBelum lama ini aku mengalami sebuah kecelakaan yang memilukan sekaligus juga memalukan. Sekitar jam 11 malam, 16 Januari 2015 yang lalu, aku mengantarkan seorang rekan kerja ke rumahnya sepulang dari Rapat Kerja Daerah yang diselenggarakan kantor kami. Setelah keluar dari komplek perumahan rekan tersebut, aku memacu skuter matik berwarna biru di Jalan Flamboyan Raya, Medan. Jalanan yang lengang dan tampak mulus mengurangi tingkat kehati-hatianku. Sampai akhirnya aku ‘menabrak’ sebuah lubang di tengah jalan.

Lubang tersebut sebenarnya tidak terlalu dalam, namun cukup untuk memberikan sebuah hentakan keras terhadap skuter matik tersebut. Aku kehilangan kendali dan akhirnya terjatuh, kemudian terseret oleh skuter matik tersebut sekitar 3 meter. Aku menderita luka di kaki kiri, di bagian lutut dan yang paling parah di pangkal jempol kaki.

Abaikan saja lukanya. Beberapa orang setempat yang kebetulan melihat kejadian tersebut, membawa aku ke sebuah klinik yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Belakangan aku tahu bahwa ternyata klinik tersebut adalah Klinik Ibu dan Anak.


[one_fourth]Sudah ada sebelas orang korban jiwa di daerah tersebut[/one_fourth]

Saat lukaku dibersihkan oleh dua orang suster jaga yang ketika kami datang sudah tertidur, beberapa pemuda setempat yang membawaku tadi bercerita bahwa setengah jam sebelumnya juga terjadi kecelakaan yang menimpa seorang perempuan di lokasi yang sama. Daerah tersebut, menurut mereka, memang cukup angker. Sudah ada sebelas orang korban jiwa di daerah tersebut akibat kecelakaan lalu lintas. Keangkeran cerita mereka itu sedikit mengurangi rasa sakit pada kakiku.

Setelah lukaku dirawat, aku diantarkan pulang oleh seorang teman yang kusuruh datang menjemputku di klinik tersebut. Dalam perjalanan pulang, aku sekilas melihat ke arah lubang yang mencelakaiku tadi. Rupanya sudah ada penanda yang bertuliskan “Awas Ada Lubang”. Dalam hati aku menggerutu: “Mengapa harus diberi tanda sesudah aku kecelakaan?”

Aku berusaha menanggapi hal itu secara positif, mudah-mudahan aku korban terakhir. Seminggu aku libur. Setelah kembali masuk kerja, teman-temanku menanyakan lokasi kejadian tersebut. Kata mereka tidak ada lubang sepanjang jalan tersebut. Salah satu rekan kerjaku melintasi jalan tersebut setiap kali ke kantor. Dia sudah memeriksa lokasi yang aku ceritakan, dan memang sudah tidak ada lagi lubang tersebut. Ya, aku sedikit agak kesal, karena ada kesan bahwa mereka seolah tidak percaya aku terjatuh di jalan tersebut.

Aku kemudian teringat akan perkataan seorang pemuda yang membawaku ke klinik itu.

“Nanti biar kusuruh Sianu (aku lupa nama yang disebutkan) untuk menutup lubang itu, udah banyak kali kejadian di situ,” katanya.

Hampir di setiap daerah di Indonesia ini kejadian seperti itu sering terulang: “Memperbaiki jalan sesudah ada korban.” Pesanku, buat siapa saja yang membaca cerita ini, pakailah pelindung tubuh yang aman dalam berkendaraan, terutama helm dan sepatu. Kalau saja aku memakai sepatu ketika itu, aku pasti tidak libur sampai seminggu, karena luka terparah yang kualami adalah daerah yang sebenarnya dilindungi oleh sepatu, sama sekali tidak ada luka di bagian lain.

Medan, 28 Januari 2015.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.