Kembali ke Medan

Oleh: Herlina Surbakti (Medan)

 

medan kini 1
Bangunan baru yang menggantikan bangunan rumah dinas Panglima Kodam II Bukit Barisan.

herlina 3Tepatnya bulan Juni tahun 2012, ketika saya baru pulang ke Medan. Banyak perubahan yang mengejutkan untuk saya. Ada sebuah gedung yang letaknya di Jl. Jendral Sudirman, Medan, yang menjadi salah satu tempat sangat mengesankan saya sejak saya belum sekolah, sudah tidak ada lagi. Saya sangat kecewa karena rumah itu, yang dulunya rumah dinas Panglima Kodam II Bukit Barisan, sekarang sudah berubah wujud menjadi rumah mewah yang menurut saya sangat jelek dengan pagar beton yang tingginya lebih dari 3 meter. Hanya atapnya saja yang kelihatan dari luar.

Ketika kecil, setiap hari Sabtu dan Minggu saya selalu dibawa naik beca mesin ke Pasar Sentral oleh ibu. Tempat yang sangat menakjubkan buat saya saat itu adalah rumah panglima itu di Jl. Sudirman. Setiap pagi saya melihat banyak tentara selalu berjaga di gerbang dan banyak pula tentara yang berlatih di Sungai Babura (Lau Burah) yang mengalir di samping rumah tersebut.

Menurut saya, semua tentara sangat mengagumkan karena saya melihat mereka latihan menyeberang sungai hanya dengan bergelantungan dengan seutas tali. Setiap saya lewat dengan ibu, pasti mereka berlatih. Kejadian yang saya lihat itu semua sangat membekas pada saya sampai sekarang.

Ketika saya baru sampai di Medan pada tahun 2012, gedung itu sudah tidak ada lagi, saya sangat sedih karena untuk saya gedung itu adalah icon yang paling penting.

Saya bertanya kepada saudara dan teman yang saya jumpai mengapa rumah panglima tidak ada lagi di Jl. Sudirman. Ternyata, baik orang biasa maupun akademisi, tidak ada yang tahu kapan persisnya gedung itu lenyap.

pancurbatu
Pekan Pancurbatu yang terletak di pinggir Kota Medan. Kota ini pernah menjadi ibukota Kewedanaan Karo Jahe (Karo Hilir) (1950aa) sebelum Kewedanaan Karo Jahe dimasukken ke wilayah administrasi Kabupaten Deliserdang. Meski begitu, orang-orang Karo masih menganggap Karo Jahe sebagai tanah ulayat Suku Karo karena kampung-kampung Karo di di sini sudah ada sejak pre kolonial.

 

Hal ke dua yang juga tidak kalah mengejutkan bagi saya adalah perubahan Kota Medan terutama daerah Medan Baru yang dulunya menjadi route bus kota yang namanya KOBUN (Koperasi Bus Nasional). Kalau saya tidak naik beca mesin, maka ibu saya mengajak saya naik KOBUN itu. Naik di Simpang Kampus melewati simpang Peringgan belok ke Jl. Kiai Wahid Hasyim masuk Jl. Sungai Ular sampai ke Pajak Peringgan.

Bus selalu berhenti di persimpangan Sei Ular dan Sei Mencirim. Banyak yang naik di depan kantor sebuah surat kabar yang namanya Suluh Marhaen kemudian Patriot kalau tidak salah. Lalu bis melaju ke stasiun Sei Wampu dan meluncur ke sentral melalui Jl. Gajah Mada dan Kampung Keling yang namanya juga menjadi aneh Kampung Madras. Sampai di sentral, saya lupa dimana stasiunnya karena tidak mengesankan buat saya.

Daerah Medan Baru Peringgan adalah daerah bersih. Kalau malam hari saya selalu menghitung lampu-lampu hias indah pada gerbang setiap rumah yang saya lalui. Sekarang apa yang terjadi? Pajak Peringgan setara dengan situasi di Pancurbatu. Sangat kotor.

Pada saat itu, saya juga sering dibawa pulang kampung menumpang bus yang namanya Persatuan Motor Gunung (PMG). Ada yang sampai Pancurbatu saja. Bentuknya agak langsing panjang dengan moncong yang menarik. Ada yang sampai ke Kabanjahe. Bentuknya agak gendut dengan moncong yang tidak begitu menarik.

Pancur batu indah apalagi Bandarbaru. Saya ingat ada beberapa kolam renang yang aktif di sebelah kanan jalan kalau kita menuju medan. Biasanya kalau kami ke Doulu, PMG berhenti di Bandarbaru untuk mendinginkan mesin mobil dan kami pun makan. Menyenangkan!

medan 5
Lapangan Merdeka Medan dijepret pagi tadi sedang bersiap-siap menantikan 10 ribu warga Suku Karo dalam acara Karo Festival 2015. Suku Karo tidak mau lagi terus terpinggirkan. Kini, mereka mulai menunjukkan jati diri mereka lagi di kancah NKRI. Tampak bangunan berarsitektur tradisional Karo baru saja selesai dibangun. Foto: ALEXANDER FIRDAUST MELIALA.

Keadaannya sekarang mulai dari pajak Peringgan (Medan) sampai di Dataran Tinggi Karo sangat tidak terurus.

Membaca surat Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden pada saat-saat perjuangan Indonesia Merdeka, pemerintah menyadari bahwa orang Karo memang sudah all out berjuang untuk Kemerdekaan RI. Mengapa pembangunan di daerah pemukiman orang Karo, baik di Dataran Rendah Karo (sekitar Medan Selatan) maupun di Dataran Tinggi Karo sangat memprihatinkan? Malah kota Medan kelihatannya sudah menjadi China town.

Seorang teman mahasiswa dari Jawa Barat mengatakan, Medan dan sekitarnya adalah daerah tak bertuan. Itulah yang terlihat bagi saya setelah absen dari Medan sejak tahun 1979.

CATATAN:

Foto head cover: Jokowi dicegat warga Karo di Pancurbatu (Karo Jahe) (15 Km dari Pusat Kota Medan) saat hendak menjenguk pengungsi Sinabung di Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung) [10 Juni 2010]. Seorang ibu memberinya setangkai bunga asal Berastagi. Sumber: Tribun Regional.

Video: Sebuah pemandangan lalulintas dari Karo Hilir (Karo Jahe) ke Karo Gugung (Dataran Tinggi Karo)


One thought on “Kembali ke Medan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.