Segera Terbit: KERAJAAN URUNG SENEMBAH

senembah 15

Oleh: Bastanta P. Sembiring (Urung Senembah)

bastantaUrung Senembah merupakan salah satu negeri/ kerajaan Suku Karo yang didirikan oleh merga Karo-karo Barus, bercorak Islam, di Pesisir Timur Sumatera bagian Utara. Di kemudian hari, setelah penaklukan Imperium Aceh terhadap Haru (Karo), Urung Senembah kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Deli (1632) sebelumnya merupakan wakil Aceh di Haru.

Tahun 1669 di bawah kekuasaan Panglima Pa Runggit, Deli mengumumkan pemisahan dirinya dari Aceh hingga kemudian pecah ditandai dengan berdirinya Kesultanan Serdang pada tahun 1723. Urung Senembah menjadi satu-satunya negeri urung yang wilayahnya masuk dalam dua konfederasi, yakni Deli dan Serdang.

Dalam sejarah Indonesia, keberadaan Urung Senembah juga menorehkan banyak kisah yang mungkin masih banyak diantara kita kurang tahu. Untuk itu, berikut penulis kutip sedikit dari tulisan seorang Antroplog Juara R. Ginting tentang, Urung Senembah dalam Sejarah Indonesia Modern.

senembah 16Sejarah Indonesia mencatat bahwa perkembangan baru di Pantai Timur Sumatra diawali oleh perkebunan tembakau di Labuhan Deli (sekarang Medan Labuhan), tak jauh dari kediaman Sultan Deli yang lama (sebelum ada Istana Maimoon) yang dimulai oleh Nienhuys dan Jansen (1862). Tapi, jarang sekali orang memperhatikan secara mejelimet bahwa kemajuan pesat dari Tembakau Deli adalah sejak Jansen (dan putranya) memulai perkebunan di wilayah Urung Senembah.

Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia memang berawal di lingkungan terpelajar STOVIA (sekolah kedokteran Belanda) di Batavia (dr. Wahidin dkk.), tapi persentuhan dengan rakyat serta gejolaknya banyak sekali berawal di Urung Senembah.

Tan Malaka mengawali karirnya sebagai guru sekolah di Senembah. Pa Garamata (Kiras Bangun) juga mengawali perkenalannya dengan konsep Indonesia dan kesadaran terjajah saat bekerja di Senembah. Selanjutnya, putranya yang bernama Koda Bangun mengenal GERINDO (Gerakan Indonesia) dan kemudian membawanya ke Batukarang.

Gerindo adalah Partai Komunis pertama di Indonesia. Partai ini pulalah yang mengawali Revolusi Sosial di Sumatera Timur dengan pecahnya Revolusi Sosial yang pertama di Batukarang (merebut sawah-sawah milik keluarga Raja Urung Lima Senina).

Setelah kejadian di Batukarang, menyusul kejadian-kejadian di Langkat (dengan meninggalnya Si Penyair Bunda, Amir Hamzah), Deli, Serdang, Simalungun, dan Asahan.




Ladang percobaan pertanian yang pertama di Sumatra Timur setelah Tuan Botje dari Belanda memulainya di Kuta Gadung (Berastagi), juga di Senembah, oleh orang Jepang yang nantinya menjadi tempat latihan militer Jepang Talapeta. Talapeta (Taman Pelatihan Pemuda Tani) merupakan wadah pengkaderan para grilyawan yang awalnya dipersiapkan untuk mendukung militer Jepang dalam menghadapi Sekutu, namun dikemudian hari pemuda-pemuda yang dilatih di Talapeta ini dimasa perang kemerdekaan menjadi pasukan terdepan dalam menghadapi Belanda dan Sekutu, setidaknya di Sumatera Timur.

Juga saya kutip komentar dari bang Edi Sembiring, “Ternyata bermula dari Tan Malaka saat menjadi guru di Senembah. Perjumpaan yangg pendek namun bergelora.”

Lanjut beliau, “Nolong Ginting Suka (1929) dan Keras Surbakti (1941) sampai dibuang ke Boven Digul oleh Belanda. Begitu takutnya Belanda pada pergerakan tokoh Karo ini. Nama Nolong Ginting Suka ada muncul di tulisan Pramudia Anantha Toer mengenai pengalaman mereka besama di Pulau Buru.

Benar yang ditulis oleh Anthony Reid. Sejak masuknya paham sosialis/ nasionalis, banyak pemuda/i asal Karo yang  sekolah. Mengalahkan gerakan zending kala itu.” Untuk itulah kemudian sejarah mengenai Urung Senembah ini dianggap layak dan perlu untuk diangkat dalam sebuah buku, yakni Sejarah Urung Senembah

senembah 17Berawal dari diskusi singkat via inbox dengan impal Jebta Bastanta Sitepu beberapa bulan yang lalu mengenai Urung Senambah yang kemudian ditingkatkan ke diskusi yang lebih luas dengan beberapa antropolog dan pemerhati Karo. Kemudian berlanjut ke media yang lebih luas di grup facebook Jamburta Merga Silima (JMS) yang akhirnya menerbitkan beberapa berita dan artikel mengenai Senembah baik di SoraSirulo.Com maupun di media lainnya. Itulah awal dari semua.

Kemudian, timbullah gagasan yang awalnya dicetuskan oleh bapak Juara R. Ginting dan ibu Cahaya Beru Purba untuk membuat sebuah buku dan setelah melewati berbagai diskusi sepakatlah dengan judul Sejarah Kerajaan Urung Senembah.

Bak gayung bersambut. Pertemuan yang diatur melalui orang dalam keluarga Urung Senembah antara impal Jebta dengan bulang Wan Chaidir Barus kemudian memberi ruang-ruang baru untuk pertemuan-pertemuan lainnya.

Saya salut dengan kerjanya impal Jebta yang cepat merespon dan tidak pernah mengeluh terus bergerak ke sana – sini dalam mengumpulkan data-data di lapangan yang tentunya langsung dituntun oleh bulang Wan Chaidir Barus sebagai Raja Urung/ Pemangku Adat Karo Urung Senembah sekarang ini.

Sikap bulang Wan Chaidir yang terbuka membuat semakin yakin kalau Sejarah Urung Senembah ini sangat-sangat layak dan perlu untuk diterbitkan sebagai bahan bacaan dan pembelajaran kelak. Dan beliau jugalah penulis dari buku ini.

Tidak sampai di situ saja. Untuk mencetak dan menerbitkan buku ber-ISBN bukan hal yang mudah dan murah. Maka disusunlah tim untuk mengerjakannya, yang dimana kaka Ita Apulina beru Tarigan (Pimred Sora Sirulo) sebagai ketua tim editor dengan anggota Bastanta P. Sembiring dan Jebta B. Sitepu (keduanya anggota dewan redaksi Sora Sirulo).




Pendanaannya berasal dari anak-anak muda Karo yang merasa terpanggil dan tergerak untuk mendokumentasikan (maaf tidak saya sebutkan) kekayaan-kekayaan Karo, maka tibalah sekarang kita tinggal menunggu hasil akhir dari kerja tim ini.

Oktober 2016 adalah bulan yang direncanakan untuk buku ini terbit secara umum. Sambutan positif pun datang dari beberapa orang dan organisasi, salah satunya DPD PMS (Pemuda Merga Silima) Sumut yang telah memesan 100 eksamplar dan lainnya. Bahkan Wan Chaidir sendiri menargetkan kalau dia bersedia mengedarkan 200 – 300 eksamplar.

Perlu juga kami informasikan, berdasarkan kesepakatan dalam Rapat Pemegang Saham (demikian kami menyebut para penyandang dana dan tim kerja) dan pihak Yayasan Cahaya Karo (sebagai pelaksana dan distributor dari buku ini nantinya), sudah disepakati kalau setidaknya 20% dari buku ini nantinya akan dihibahkan ke perpustakaan-perpustakaan khususnya di Sumatera Utara. Sisanya, 10% masuk ke kas yayasan, 20% untuk dana pembinaan dan pengembangan, 10% penulis (Wan Chaidir), dan sisanya dibagi kepada pemegang saham sesuai dengan jumlah saham masing-masing.

Dari sini muncul juga gagasan dari orang-orang yang terlibat dalam proyek buku ini, melalui Yayasan Cahaya Karo untuk mendukung peneliti muda Karo dalam hal penerbitan karya-karya hasil penelitian (ilmiah) juga karya-karya non-ilmiah. Dengan metode, proposal yang diajukan kepada yayasan dan melalui uji kelayakan oleh tim yang terdiri dari beberapa orang. Untuk pendanaannya sendiri itulah dana 20%  dana pembinaan dan pengembangan yang disinggung di atas tadi dan kekurangannya dari penggalangan dana seperti halnya pengerjaan buku Sejarah Kerajaan Urung Senembah ini.

Semoga rencana-rencana baik ini dapat berjalan dengan baik demi pelesatarian kekayaan tradisional negeri ini, khususnya Karo. Mejuah-juah.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.