Kisah Bersambung: GINTING MANIK MERGANA (7)

Menjalani Hari-hari Sebagai Tahanan

nusa kambangan

[one_fourth]Bastanta P. Sembiring (Urung Senembah)[/one_fourth]

Seperti biasa, Ginting Manik dibangunkan oleh mimpi buruk yang mulai sering dialaminya semenjak berada di atas kapal yang membawanya ke pulau itu. 

Sebuah pulau terpencil yang indah. Sinar matahari yang cukup terik dan ditumbuhi banyak tanaman perdu, nipah, belukar dan kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis)Sangat berbeda dengan persepsi umum. Setiap orang akan gemetar jika mendengar nama pulau ini. Setidaknya persepsi ini mulai terbangun sejak 32 tahun sebelum Ginting Manik menjadi salah satu penghuninya. 

Setelah melakukan penelitian terhadap beberapa pulau di Nusantara, seperti Pulau Nusa Barung (Jawa Timur), Prinsen Eiland (Ujung Kulon), Krakatau (Selat Sunda), dan Pulau Nusakambangan (Cilacap), akhirnya tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda menyatakan Pulau Nusakambangan memenuhi persyaratan sebagai tempat tahanan.

Dikenal sebagai lokasi pembuangan para penjahat kelas kakap. Lokasi eksekusi bagi orang-orang yang melakukan kejahatan berat serta bagi yang tidak sepaham dengan para penguasa. Di sinilah Ginting Manik mergana menjalani harinya sebagai tahanan dan dikenal dengan penanam kelapa. Demikianlah beliau dikenal diantara tahanan lainnya, karena keahliannya dalam menanam kelapa yang, tentunya, dia peroleh saat masih di Kuta Namo Kelawas.

* * * *

Saat itu beredar dua kabar besar. Walaupun sebagian besar penghuni pulau itu dicap sebagai penjahat kelas berat yang berani, namun mendengar berita ini hati mereka pasti tawar juga. Apalagi bagi Ginting Manik.

nusa kambangan 1Berita pertama, Jepang semakin dekat. Berita lainnya, Pemerintah Hindia Belanda berencana mengirimkan masyarakat sipil ke Burma untuk mendukung Inggris dalam upaya menghalau ambisi Jepang menguasai kawasan Pasifik. Termasuk para tahanan.

6 Juni 1941. Gagalnya perundingan antara Jepang dan Belanda perihal konsesi terhadap Jepang di Nusantara, sehingga Hindia Belanda memutuskan tetap mengirimkan semua produk strategis kepada pihak Amerika dan Inggris. Berlanjut pada 26 Juli 1941, pembekuan aset Jepang oleh Hindia Belanda. Tentunya sedikit banyak hal ini akan mempengaruhi sikap Jepang terhadap kawasan Asia Tenggara. 

8 Desember 1941, Jepang menyerang Malaya dan Filiphina. Posisi Belanda semakin terjepit. Jepang semakin dekat.  Apalagi pemerintahan pusat di Belanda kini di pengasingan setelah serangan Jerman.

Sebelumnya, pada 10 Mei 1940, Wehrmacht (bala tentara Jerman) di bawah kekuasaan Führer Nazi (Nationalsozialismus)/Reich (kerajaan) ketiga, Adolf Hitler melancarkan serangan militer dengan mengusung  blitzkrieg (perang kilat) ke Belgia, Luxembourg, Belanda, dan Perancis. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan Slag om Nederland (pertempuran Belanda) yang berlangsung hingga 15 Mei 1940, dimana pasukan utama Belanda menyerah.

Situasi yang semakin genting ini mengharuskan pasukan Belanda di semua tanah jajahan bersiap jika serangan tiba-tiba, khususnya terhadap Jepang dengan ambisi menyatukan Asia dengan mengusung Perang Asia Timur Raya (Dai Tō-A Sensō: Great East Asia War); gerakan yang menjanjikan kebebasan bagi negara-negara Asia.
Apa yang ditakutkan oleh Hindia – Belanda terjadi juga. Desember 1941, sebelum melakukan invasi, Jepang terlebih dahulu melakukan penyerangan udara. 10 Januari 1942, armada Jepang memulai aksi militernya dan berhasil mendaratkan 2.000 tentara di Tarakan (Kalimantan) melalui Pantai Timurnya di bawah pimpinan Mayor Jenderal Sukaguchi Shizuo pada 11 Januari 1942.

Kita kembali sekitar setahun sebelumnya. Mendengar berita mereka akan dikirim ke Burma untuk mendukung Inggris dalam perang melawan Jepang, Ginting Manik pun ketakutan. Bukan takut mati ataupun maju berperang. Bagi seorang simbisa (kaum kesatria) dari Suku Karo berhadapan dengan musuh adalah hal yang biasa. Tetapi jika berhadapan dengan musuhnya – musuh, atau dalam istilah Karonya “kena kadaina pé labo kita,” tentu sangat memberatkan. Apalagi jika sudah pergi sangat sedikit harapan untuk dapat pulang.

Mengingat anak, istri, saudara, dan sahabat di kuta kemulihen Sumatera Timur, jelas Ginting Manik tidak ingin terlibat dengan perang itu. Diapun terus berfikir, mencari cara agar dia jangan ikut dikirim. 

Saat Ginting Manik mergana masih memikirkan cara agar tidak ikut dalam rombonga, sementara itu kapal yang akan membawa mereka berlayar ke Burma sudah berlabuh di dermaga. Tinggal tunggu waktu, Ginting Manik mergana segera akan berangkat ke Burma. 

 

Bersambung


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.