Kolom Andi Safiah: JOKOWI YANG SANTAI

Menelusuri sikap “santai” Jokowi atas berbagai tudingan politik gaya “Orba” yang dialamatkan ke dia dan keluarga terdekatnya. Secara umum, kita memang sedikit beruntung dan patut bergembira karena, pada Pemilu 2014 lalu, rakyat Indonesia sukses mengantarkan Jokowi sebagai Presiden terpilih Periode 2014-2019, dan membatalkan Prabowo.

Mengapa Jokowi yang menjadi pilihan rakyat Indonesia, bukan Prabowo? Pertanyaan ini bisa jadi menghantui Prabowo dan para pengikutnya sampai saat ini. Padahal, jika dilihat dari postur tubuh, Prabowolah yang kelihatan menyakinkan dibandingkan Jokowi yang sedikit tampil ramping dan minimalis.




Namun, dalam politik, ternyata logika “kayaknya” tidak bisa dijadikan landasan dalam membuat analisa, tapi kita tetap perlu memperhatikan “faktanya”. Faktanya Prabowo punya banyak problem di masa lalu sementara Jokowi sama sekali tidak punya problem di masa lalu, terutama terkait dengan issue HAM.

Saya kira inilah yang membuat rakyat Indonesia memilih Jokowi, karena alasan-alasan sejarah yang sama sekali tidak dalam berbagai kasus, sementara Prabowo harus membuat begitu banyak klarifikasi agar kejahatannya di masa lalu bisa “dipinggirkan”. Namun, hal itu saya kira agak sedikit sulit, karena kita saat ini sedang hidup dalam era Informasi yang bisa diakses sekaligus diverifikasi langsung.

Karena Jokowi tidak menyimpan persoalan masa lalu, maka di sinilah “intrik politik” soal PKI berawal. Bagi saya, karakter “Orba” yang melekat pada diri Prabowo tidak bisa dihilangkan begitu saja oleh alasan apapun. Model intriknya pun bisa terbaca dengan sederhana dan PKI menjadi issue basi yang masih terus doyan didaur ulang, menuding Jokowi sebagai anak PKI dan meminta bolak-balik untuk test DNA adalah cara yang terdengar “ilmiah” namun salah sasaran.

Test DNA hanya mungkin jika Jokowi melakukan kejahatan serius di masa lalu; misalkan tidak mengakui seseorang sebagai ayahnya atau anaknya, sehingga hal ini bisa dilakukan, namun dengan prosedural yang tidak mudah. Tapi, jika hanya berangkat dari katanya si A yang mengarang buku “Jokowi Undercover” maka perlu dipertanyakan motif politik di balik tuntutan test DNA.

Lagi pula, kesalahan serius dari si pembuat issue adalah bahwa PKI dianggap sebagai bagian dari DNA. Padahal, ini adalah kebodohan yang maha kuasa, karena DNA sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi seseorang, apalagi garis keturunan PKI.

Inilah penyakit mental yang hendak direvolusi oleh Jokowi. Cuma saja, ada sedikit kelemahan fundamental yang perlu segera disadari oleh Jokowi sebagai kepala negara, yaitu bahwa sejarah bangsa ini selalu menyimpan bom waktu, karena tidak pernah dituntaskan.

Salah satu problem yang terus “menghantui” rezim bangsa ini adalah PKI. Sampai pemerintahan Indonesia secara terbuka menulis satu memorandum of understanding khusus untuk menuntaskan kasus PKI, atau paling tidak secara terbuka berani mencabut stigma politik busuk yang dialamatkan pada PKI, maka kasus ini akan selamanya menjadi persoalan serius.




Di sisi lain, sebagai generasi yang tidak terkait sama sekali dengan rezim Orba, kami ingin move on dan mencoba menjawab problem-problem baru yang sama sekali tidak terkait dengan masa lalu, namun terhambat oleh konflik “unproductive” dari para pelaku-pelaku sejarah dimasa lalu.

Mungkin ini yang membuat Jokowi begitu santai dalam menghadapi berbagai tudingan miring soal PKI. Dia lebih memilih untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang jelas di depan mata dia, seperti “ngebut” membangun infrastruktur di seluruh penjuru Tanah Air. Dalam kurun waktu yang cukup singkat 3 tahun dia telah sukses menjawab berbagai keraguan kalangan;, baik dalam maupun luar negeri.

Ternyata penampilannya yang ramping dan minimalis tidak membuat dia lambat dalam merespon berbagai persoalan indonesia. Dia menjawab dengan kerja-kerja serius dan nyata. Mungkin juga Jokowi adalah penganut paham “komunis” dimana dia sedang mencoba menterjemahkan sebuah “keadilan yang merata bagi seluruh rakyat indonesia”. Namun, lagi-lagi kerja-kerja nyata ternyata belum cukup untuk menjawab berbagai problem yang diwariskan oleh sejarah.

Tapi, kita patut belajar dari sikap santai Jokowi dalam menghadapi berbagai tudingan, termasuk tudingan yang menurut saya “of side” dengan menyerang pribadi keluarga dan orang-orang terdekat dia seperti istri yang juga sebagai ibu negara (the first lady).

#CGR!

















Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.