Kolom Andi Safiah: KETUHANAN

Apakah Pancasila adalah asli product pikiran manusia Indonesia? Mari kita check satu per satu sila yang ada dalam Pancasila.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Benarkah sila pertama ini mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang jika dilirik sejarahnya justru tidak mengenal istulah “Tuhan” sampai agama monoteist macam Islam masuk ke negeri ini.







Sebelum menjadi Indonesia, nenek moyang kita melakukan praktek ritual yang lebih natural. Animisme dan dinamisme menjadi pijakan kesadaran mereka. Bukan pemujaan yang mereka praktekkan, namun respect kepada alam dan segala yang hidup di dalamnya lewat sesajen yang dicap sirik oleh agama monoteistme yang masuk dengan membawa beragam agenda yang berkedok dagang, termasuk dagang surga dan neraka.

Nenek moyang kita tidak mengenal semua konsep monoteistme, apalagi sekedar surga dan neraka. Bagi mereka hidup hanyalah numpang minum, tempat berhenti sementara lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Tidak ada yang tahu ke mana perjalanan itu dilanjutkan.

Ini sejalan dengan konsep naturalistik yang ditawarkan oleh Spinoza dan kemudian dilanjutkan oleh Einstein, bahwa sebenarnya dunia dan berbagai realitasnya adalah “meaningless” sampai kita hadir untuk memberikan makna. Makna itu bukanlah sekedar pemujaan buta, tapi pemaknaan yang jauh lebih jujur, terbuka, dan honest (sadar) bahwa dunia ini memang begini adanya.

Lalu, di manakah konsep “Ketuhanan” yang diklaim sebagai karakter asli bangsa ini? Tidak ada. Justru ketika bangsa ini dilabel bertuhan malah melahirkan kebusukan, kebrutalan, kemunafikan, dan sikap arrogan yang bahkan melampaui definisi Tuhan yang sederhana.

Manusia, sebagai bagian dari “animisme” dan alam adalah “dinamisme” menjadi sumir, kabur, bahkan kacau dalam definisi. Ilusifme menjadi realitas mereka yang menuhankan sesuatu yang tidak pernah jelas. Di sinilah awal kekacauaan nalar itu berawal. Bangsa ini justru rusak oleh prinsip “ketuhanan” yang kemudian mengangkangi nalar alamiah dari human animis.

Sangat jelas bahwa klaim “Ketuhanan” yang maha esa adalah product berpikir yang diimport kemudian diimplant dalam kesadaran bangsa ini. Tidak heran jika kita terlihat gagap bahkan ketakutan ketika mendengar kata “Tuhan” padahal ratusan ribu tahun lamanya nenek moyang kita bisa tetap bertahan hidup tanpa Tuhan ala agama monoteistic dogmatis.

#Itusaja!

VIDEO: Ritual Suku Karo untuk menjadikan seorang penderita sakit menjadi seorang dukun (guru). Ritual ini disebut Petampeken Jenujung.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.