Kolom Antonius Bangun: 35 Tahun Pernikahan dan Sebuah Testimoni, Keberanian Berterusterang

Tadi malam [Minggu 5/2], dinner di Bogor Cafe dengan anak, mantu dan cucu. Anak bungsu, Vanessa Bangun tidak ikut karena masih kuliah di Nagoya University, Jepang. Barisan belakang: Alvi Purba, Adeline Bangun, Abner Purba, Abigael Purba, Laura Prinsloo, Pieter Prinsloo. Depan: Antonius Bangun, Rosmery Tarigan dan Alexis Prinsloo.

Tiga puluh lima tahun silam, pada tanggal hari ini (6 Pebruari), dua anak muda, pria dan wanita, melangkahkan kaki ke rumah Tuhan untuk mendapat Berkat Pernikahan. Mereka sudah mantap mendayung biduk pernikahan setelah satu tahun saling mengenal. Nekat banget, ya?

Dalam tiga tahun pernikahan, mereka sudah dikarunia dua anak yang cantik, lalu sepuluh tahun kemudian Tuhan menambahkan seorang lagi. Setelah tiga pluluh lima tahun pernikahan, mereka sudah memiliki dua menantu dan tiga cucu. Sementara, anak bungsu belum menikah karena masih kuliah. Tuhan sangat baik.

Dari awal pernikahan mereka selalu berdua. Kemana saja mereka berdua. Si isteri tak ragu meninggalkan pekerjaannya sebagai Pramugari dan ikut membantu suami menggeluti usaha percetakan kecil yang mereka jalankan bersama. Tatkala suami melanjutkan kuliahnya, si isteri tidak keberatan menjalankan usaha sendirian. Bahkan mendorong suaminya lebih serius dengan studinya supaya cepat selesai.

Hasilnya, suami bisa tamat tepat waktu dengan predikat baik sehingga ditawarkan menjadi pengajar dan terlebih dahulu dikirim ke LN untuk menyelesaikan S2. Mereka sepakat berangkat bersama, hidup dari uang beasiswa dengan dua anak berusia 5 dan 6 tahun. Begitu juga sekembali dari LN, isteri ingin kuliah, suami tidak keberatan mengantar dan menjemput isterinya setiap hari, bahkan sering menunggui si isteri di kampusnya. Tak pernah ada kata kasar yang keluar dari mulut mereka. Mereka dua tapi satu. Mereka selalu seia sekata. Perik sidua-dua, sepasang merpati cinta.

Berjanji di depan Tuhan, selalu bersama dalam Senang maupun Susah. Menerima berkat dari Tuhan untuk menjadi Keluarga Kristen Bahagia di GBKP Kabanjahe, 6/2/1982.

Si suami sangat mencintai isteri dan anak-anaknya, begitu juga isteri sangat mencintai suami dan anak mereka. Mereka saling mengasihi dalam keluarga, sesama orangtua, orangtua dengan anak dan menantu, dan anak sesama anak. Suami sangat merasakan bahwa isterinya adalah pemberian paling berharga dari Tuhan kepadanya. Pada pandangan pertama, dia merasa Tuhan berkata: “Inilah jodohmu”. Sehingga dia berani memulai perkenalan. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan dan menjalin hubungan. Hal seperti ini belum pernah terjadi dalam hidupnya. Mereka adalah aku, Antonius Bangun dengan Isteriku, Rosmery Tarigan (Anton and Mery). Suitsiuuu. Sweet banget…

Pada hari ini, tepat tiga puluh lima tahun pernikahan, menjelang ujung usia “sebagai pemuda” (menurut WHO, 65 tahun = pemuda), aku ingin berterus-terang mengenai hal yang sangat peka. Kata orang, hal seperti ini banyak terjadi di usia pertengahan. Masa pubersitas kedua, ketika orang kembali seperti masa remaja, menggebu-gebu dan agresif. Benar, hal itu terjadi padaku pada usia pertengahan lima puluhan. Hari ini aku mau berterus-terang, menceritakan secara gamblang hal itu, tanpa ditutup-tutupi. Semua akan kuceritakan dengan lugas dan jelas tentang perasaan, hubungan dan pertemuan-pertemuan yang terjadi. Kepada anak cucu, teman dan saudara, kepada semua. Biar mereka tahu. Agar jadi pembelajaran. Berani banget? Ya, harus berani.

Kunjungan ke Cambridge University bersama teman-teman dari Loughborough University, UK, 1990.

Dulu, waktu jatuh cinta pertama, aku tidak punya Wakuncar (waktu kunjungi pacar) karena pacarku pramugari dan sering terbang ke luar negeri. Jadwal terbangnya tidak menentu. Kami bertemu hanya kalau dia tidak terbang. Biasanya, kalau mau terbang, dia menyampaikan schedule dan selembar surat supaya aku tahu dia dimana dan kapan kembali. Aku akan menjemputnya di airport sekembalinya bertugas. Pasti aku sangat merasakan getaran cinta dan rasa rindu. Berjalan berpegangan tangan saja sudah luar biasa.

Jatuh cinta yang kedua, jauh lebih dahsyat dari yang pertama. Susah aku menceritakannya, tetapi, yang pasti soal perasaan rindu yang lebih hebat. Aku selalu ingin bersama dia. Gila, aku mengunjunginya berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Sebentar berpisah, langsung telepon atau setidaknya sms-an. Dulu belum ada WA, jadi, besar banget biaya telepon yang harus kubayar setiap bulan. Tak apa, demi cinta dan obat kangen. Ini berlangsung lama lho, hampir lima tahun.

Aku sangat sayang dan selalu merindukannya, dia juga demikian. Wanita cantik, sudah menikah, sangat mempesona. Aku jatuh cinta kepadanya, dia juga demikian, jatuh cinta kepadaku. Tapi, kami tidak mungkin menikah lagi. Rasain. Kami tinggal 5 tahun di New Zealand, dan aku harus secara periodik (3 bulan sekali) kembali ke Indonesia selama 2 minggu, untuk bisnis (sssst, sebenarnya sih utamanya untuk main golf). Pada saat berpisah kami sangat saling merindukan. Itulah yang membuat kami saling jatuh cinta. Aku jatuh cinta yang kedua kali kepada orang yang sama, Mery, isteriku. Hahaha. Never ending love.

Borobudur Hotel, Jakarta, 6 Pebruari 2017




Sepi. Sekarang tinggal hanya berdua saja di istana Howitzer 15A.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.