Kolom Asaaro Lahagu: Ahok Tekel Front Fitsa Hats-Whatsapp, Kebohongan Terbongkar

 

Ibarat main bola, Novel dan Pedri pada sidang kemarin, sangat bernafsu menghabisi Ahok. Keduanya bekerja sama untuk menekuk Ahok. Namun, dengan satu tekel dari Ahok, Novel dan Pedri langsung terkapar. Hebatnya, tekel Ahok itu tidak mendapat kartu kuning dari wasit apalagi kartu merah. Mengapa? Karena tekel Ahok bersih sesuai dengan aturan tekel-menekel.

Pada sidang ke lima Ahok [Selasa 10/1], Pedri Kasman terperangkap dengan laporan dan kesaksiannya sendiri. Pedri dengan yakin melaporkan Ahok ke polisi berdasarkan permintaan Dahnil, Ketua PP Muhammadiyah. Pedri membuat laporan setelah berdiskusi dengan Dahnil Anzar lewat grup diskusi Whatsapp yang memuat video 13 detik.

Jika Pedri melaporkan Ahok berdasarkan video 13 detik, maka hal itu jelas fitnah keji. Video dengan durasi 13 detik itu adalah video editan Buni Yani. Buni Yani sendiri telah menjadi tersangka terkait penyebarluasan video editannya plus status provokasi SARA-nya di facebook. Ahok pun mengeluarkan jurusnya.

“Berarti kesimpulan ditarik berdasarkan video 13 detik?” Tanya Ahok kepada Pedri.

Pedri pun langsung gelap mata. Otaknya berputar-putar.

“Bukan itu maksud saya,” jawab Pedri.

Melihat Pedri gemetar, hakim membunyikan peluit, menengahi dan membacakan BAP. Dari BAP yang dibacakan hakim terkuak bahwa barang bukti yang diberikan Padri kepada polisi adalah video berdurasi lengkap.

Setelah BAP dibaca, hakim kemudian bertanya kepada Pedri soal diskusi. Pedri menjawab bahwa dirinya melaporkan Ahok setelah berdiskusi dengan Daniel.

“Diskusi di grup Whatsapp,” kata Pedri.

Ahok langsung menekel Pedri dengan berkata: “Artinya hanya 13 detik, karena di Whatsapp tidak bisa unggah video 1 jam.” Pedri langsung terkapar dan terjebak atas kesaksiannya.

Dimana letak kebohongan Pedri Kasman? Pedri Kasman dengan gagah mengakui bahwa dia berdua dengan Dahnil Anzar berdiskusi bersama  di grup Whatsapp, membahas video Ahok di Kepulauan Seribu dengan durasi 1 jam lebih. Ternyata faktanya langsung terbongkar saat itu juga.

Video dengan durasi 1 jam lebih itu sama sekali tidak bisa diunggah di Whatsapp, karena kapasitas videonya terlampau besar. Hanya video dengan durasi 13 detiklah yang bisa diunggah di Whatsapp. Dengan kebohongan itu apakah kesaksian Pedri Kasman dapat dipercaya? Sekali berbohong maka tetaplah berbohong.

Kesaksian Pedri Kasman ini seolah lanjutan dari kebohongan yang dibuat oleh Habib Novel Bamukmin. Pada sidang sebelumnya Novel dengan gagah berani plus hawa nafsu besar menyerang Ahok dengan tuduhan telah menista agama. Namun dengan 1 tekel mematikan, Novel langsung terkapar. Ahok membongkar kebohongan Novel dengan senjata kejujuran.

Seperti diketahui sebelumnya, Habib Novel dengan sengaja menulis Fitsa Hats di BAP. Tujuannya adalah untuk mengelabui orang agar tidak tahu bahwa dia sebetulnya pernah bekerja di Pizza Hut, perusahaan orang Amerika. Novel merasa malu untuk menulis nama yang sebenarnya karena ia malu pernah bekerja di perusahaan orang kafir.

“Nama saksinya Habib Novel. Dia kerja dari tahun 92 sampai 95 di Pizza Hut. Tapi mungkin karena dia malu kerja di Pizza Hut karena itu punya Amerika, dia sengaja menuliskan Fitsa Hats. Dia sengaja ubah. Ini saya kasih lihat. Saya sampai ketawa. Dia ngakunya nggak perhatikan, padahal dia tanda tangan semua,” kata Ahok seusai sidang.

Jika Novel sendiri ketahuan tidak jujur dalam menulis riwayat tempatnya bekerja, apakah kesaksiannya juga dapat dipercaya?  Jelas kesaksian Novel sangat diragukan dan bisa tidak dipercaya. Pertanyaannya adalah mengapa para saksi pelapor melakukan banyak kesalahan dan juga kebohongan?

Pertama, pelaporan Ahok yang diduga telah menista agama di Kepulauan seribu sebetulnya sangat sarat muatan politis. Sebaris ucapan Ahok di Kepulauan Seribu itu dicoba dipaksakan untuk menjegalnya agar keluar dari arena pertarungan Pilgub 2017 mendatang. Akibatnya campur aduk politik-agama menghasilkan hidangan pahit-manis.

Ke dua, para saksi khusunya Novel dan Pedri terlalu mengandalkan kata ‘kafir’ sebagai senjata dan mengenyangkan otaknya dengan ilmu agamanya sendiri. Akibatnya, di otak, tidak ada lagi ruang kosong yang tersisa. Akibatnya untuk berpikir logis, konsisten dan sedikit cerdas untuk memberi kesaksian, tak mampu dilakukan. Konsekuensi penulisan Fitsa Hats, pengetahuan tentang video yang bisa dimuat di Whatsapp tak bisa melintas di sel otak keduanya.

Ke tiga, polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka karena tekanan massa. Proses gelar perkara Ahok oleh polisi hingga P-21 dan berkasnya sampai di pengadilan, dilakukan secara kilat. Akibatnya banyak kesalahan yang tidak sempat dikoreksi. Polisi, Jaksa dan para saksi pelapor pun saling menyalahkan. Polisi menyalahkan Novel, Novel menyalahkan polisi.

Hal yang sama terjadi pada BAP kesaksian Rasyid Dhani. Di sana tertulis bahwa Dhani melaporkan Ahok pada tanggal 6 September 2016 dengan TKP Tegal Lega, Bogor, Jawa Barat. Bagaimana mungkin si pelapor telah melaporkan Ahok 21 hari sebelum peristiwa terjadi? Faktanya Ahok pidato di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016.




Ke empat, alasan para saksi melaporkan Ahok sebetulnya karena terbakar dendam kesumat. Akibatnya mereka amat mudah termakan hasutan video editan Buni Yani. Ketika ada euforia bahwa Ahok harus gagal menjadi gubernur, harus salah, harus dilaporkan, harus ditahan dan seterusnya, maka nalar menjadi gelap. Ketika di pengadilan kebenaran materiil dicari, dibuktikan dan diverifikasi, barulah ketahuan nalar para saksi pelapor yang terkena virus hasutan hoax.

Ke lima, para saksi Ahok dari awal telah membohongi kebenaran. Bahwa sebetulnya tidak ada penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok di Kepulauan Seribu itu. Ketika para pelapor yang sekaligus juga para saksi melakukan kebohongan dari awal, maka rententan kebohongan dan kesaksian palsu yang lain akan terbongkar. Hal itu sudah menjadi hukum kebenaran dan kebohongan.

Jika anda berbohong satu hal, maka untuk menutupinya anda akan melakukan kebohongan yang lain. Hal itu misalnya bisa dilihat dari kesaksian palsu Irene Handono yang berlatarbelakang biarawati palsu sekaligus pakar Kristologi palsu. Ia pun akan dilaporkan ke polisi oleh pengacara Ahok karena diduga telah memberi kesaksian palsu.

Ke enam, saat saya perhatikan Ahok pada cuplikan sidang ke empat dan ke lima, Ahok terlihat santai. Mengapa? Karena ia dilingkupi oleh kebenaran. Ahok bersama jantung, hati, otak dan jiwanya tidak pernah berniat menista agama Islam. Ahok hanya ingin agar umat Islam Jakarta maju dan memperoleh keadilan sosial.

Itulah kebenaran yang menjadi senjata Ahok. Kebenaran menjadi cahaya yang siap memancarkan terang. Ketika kebenaran yang dipegang oleh Ahok terayun dan terpancar, maka kebohongan, kepalsuan terkena tekel dan  langsung terkapar. Kalau begitu siapa yang bisa melawan kebenaran? Tanya kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.