Kolom Asaaro Lahagu: ANALISA MENGAPA PRABOWO LEBIH CEPAT CIUM KEKALAHAN (Sirulo TV)

Asaaro LahaguJika Prabowo sering salah data, efeknya hanya ada dua. Ia meraih simpati atau justru merugikan dirinya. Bagi yang paham jejak Prabowo, maka bisa menarik kesimpulan sendiri. Prabowo adalah sosok Capres yang akrab salah data. Salah data sudah menjadi habitatnya dan malah menjadi hobinya. Salah data, kerap kalah, sudah biasa baginya. Masalahnya, kalau Prabowo terus mengumbar kesalahan data, Pilpres bisa cepat usai.

Padahal, Pilpres yang diharapkan lebih sengit kali ini, nyatanya hanya sebagai lelucon. Prabowo nyatanya tidak bisa memberikan perlawanan sengit kepada petahana. Dan itu jelas mengecewakan pendukung beratnya.

Nantinya, hitung-hitungan suara pada beberapa lembaga survei, yang menyelenggarakan quick count pada sore hari 17 April 2019, tidak lagi membuat jantung berdebar-debar. Persaingan arah perhitungan quick count tidak sengit. Artinya, pada awal perhitungan quick count, Prabowo selalu di bawah Jokowi. Mengapa?

Dari berbagai survei, elektabilitas kedua Capres sudah stagnan. Namun, Jokowi lebih unggul daripada Prabowo. Perbandingannya 53% vs 30%. Artinya, kedua kubu sudah punya pendukung fanatik yang sulit diubah preferensi pilihannya.

https://www.youtube.com/watch?v=EyLQpwqWDDA

Kini kelompok pemilih swing voters (pemilih mengambang) yang hanya bisa diperebutkan. Kelompok ini berada pada kisaran 15%. Mereka adalah kaum milenial dan kaum terdidik yang masih wait and see. Namun, jika Prabowo sering salah data, maka swing voters ini sangat sulit mempercayai Prabowo yang kerap salah data. Capres hoax tak akan dipilih oleh swing voters.

Beberapa hari yang lalu pernyataan Prabowo soal Haiti yang berada di Benua Afrika menjadi viral. Bagi saya, kesalahan soal letak Haiti yang sebetulnya berada di Benua Amerika namun dikira Prabowo berada di benua Afrika, adalah masalah sepele. Mungkin Prabowo tak lulus pelajaran Geografi atau memang dia asal bunyi. Dan itu bisa dimaklumi.

Masalahnya, ketika ia menyamakan begitu saja Indonesia sama dengan Haiti. Menyamakan Indonesia dengan Haiti adalah fatal dan sama sekali tidak aple to aple. Kesalahan itu menggambarkan pemahaman Prabowo soal konsep ekonomi dan indikator kesejahteraan amburadul karena terlalu dipolitisir.

Prabowo sah-sah saja membandingkan Indonesia dengan negara lain. Namun tega membandingkan Indonesia dengan Haiti sangat menggelikan. Haiti dan Indonesia sama sekali tidak bisa disamakan. Angka penduduk miskin Haiti berdasarkan poverty gap 2% PPP adalah 42,16% sementara Indonesia hanya 9,58%.

https://www.youtube.com/watch?v=Te6xSfdkexA

Di Haiti, penduduk kota yang tinggal di daerah kumuh sebanyak 74,4%. Di Indonesia hanya 21,8%. Jadi, kondisi ketimpangan dan kemiskinan dua negara ini berbeda jauh.

Jelas data yang dipahami Prabowo ngawur. Angka-angka dan perbandingan yang Prabowo gunakan tidak berbasis sumber data yang valid dan reliable. Ia menyodorkan data mengada-ada.

Sebagai contoh, Prabowo mengatakan 99% penduduk Indonesia hidup miskin. Menurutnya data ini ia ambil dari Bank Dunia. Padahal Bank Dunia tidak pernah mengeluarkan data seperti itu. Data yang benar dan ada adalah sekitar 10% penduduk Indonesia tergolong penduduk miskin.

Demikian juga data Prabowo soal 1% penduduk Indonesia menguasai 49% kekayaan total Indonesia. Hal ini juga salah. Jika ditelusuri, ternyata Prabowo salah memahami publikasi Credit Suisse Group.

Credit Suisse Group merupakan salah satu bank investasi dan manajemen investasi terkemuka di dunia yang berasal dari Swiss. Perusahaan ini diselenggarakan sebagai sebuah perusahaan saham dengan 4 divisi: Perbankan Investasi, Perbankan Swasta, Manajemen Aset, dan Grup Jasa Bersama.

Prabowo memahami data kekayaan sama dengan pendapatan. Karena salah memahami konsep, akhirnya Prabowo mengambil kesimpulan sendiri. Ia berasumsi bahwa perhitungan yang benar soal data GDP per kapita orang Indonesia yang benar harus dipotong separuhnya. Alasannya karena 49% pendapatan dikuasai orang kaya. Setelah dipotong separuh, angka GDP penduduk Indonesia akan sama dengan Haiti. Nah ini yang keliru.

Padahal, kalau Prabowo mengerti konsep, maka untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan ada 2 indikator versi Bank Dunia. Yang pertama adalah income share yang digolongkan berdasarkan 10% dan 20% penduduk, mulai dari yang 10% terkaya hingga 10% termiskin. Yang ke dua adalah gini index.

Untuk ukuran distribusi pendapatan, income share Indonesia menurut Bank Dunia adalah 10% penduduk terkaya menyumbang 31,9% dari total pendapatan. Jadi bukan 1% menyumbang 49%.

Porsi yang 1% menguasai 49% itu adalah ketimpangan kekayaan. Kekayaan adalah total aset hasil akumulasi bertahun-tahun, bukan perhitungan setahun. Karena dikumpulkan bertahun-tahun, kondisi ini menggambarkan kondisi kronis sejak zaman dahulu, bukan di kenyataan baru di Era Jokowi.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa kesalahan Prabowo bukan sepele, melainkan berakar sangat parah. Prabowo sering salah bicara dan ngawur menggunakan konsep-konsep ekonomi dan ukuran kesejahteraan.

Jika kondisi ini dibiarkan terus terjadi, maka Prabowo akan rugi. Ingat bahwa kelompok pemilih yang diperebutkan dalam sisa masa kampanye ini adalah kelompok swing voters yang rasional dan belum menentukan pilihan. Pemilih emosional sudah jelas pilihannya sebagaimana ditunjukkan dalam survei.

Kelompok pemilih rasional paham data-data dan konsep ekonomi. Jika Prabowo terus-menerus menunjukkan kesalahan yang bersumber pada minimnya pemahaman akan konsep dan indikator ekonomi, maka ia tidak akan bisa meraih simpati kalangan pemilih rasional.

Saya yakin, pada Pilpres 2019 ini Prabowo akan memanen apa yang dia lakukan pada Pilpres 2014 dan Pilkada Jakarta 2016 lalu. Saat pendukungnya sangat gencar menggunakan kampanye identitas. Nah, kali ini terlihat muncul sendiri menyerang dirinya.

Pada Pilpres 2019, serangan kepada pribadinya akan semakin meningkat. Video viral soal Prabowo berjoget pada acara Natal, misalnya, menjadi bahan gorengan yang empuk soal keislamannya.

Belum lagi soal Prabowo yang tidak bisa memimpin sholat, salah mengucapkan Pancasila, salah mengucapkan salam Islam: assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ia juga disebut sebagai jenderal penculik, pelanggar HAM, penyebar hoax Ratna. Ini jelas semakin menyudutkan Prabowo.

Kalau demikian, jika Prabowo terus melakukan blunder dan kerap mengumbar data salah ditambah jejak hitamnya sebelum ini, maka hal itu membuatnya lebih cepat mencium kekalahan. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.