Kolom Asaaro Lahagu: Boyong Keluarga, Kode ‘Siap Tempur’ Jokowi dari Turki-Jerman

Nyinyir dan bersiul pedas. Begitulah aneka respon haters Jokowi di belantara media saat ia membawa cucu, mantu, dan anak untuk melakukan kunjungan kerja ke Turki dan Jerman [Rabu 5/7]. Mereka bertanya, apakah biaya rombongan itu pribadi atau negara? Jika biayanya dari negara, maka hal itu bukan contoh dan teladan baik dari Sang Presiden.

Jika reaksi haters adalah super nyinyir, tidak demikian bagi masyarakat luas. Dari berbagai komentar atas berita itu, sebagian besar publik melihat bahwa tidak ada yang salah pada sikap Presiden itu. Membawa cucu, mantu dan anak saat melakukan kunjungan kerja, sama sekali tidak salah dan tidak dilarang. Pun hal itu sudah sesuai dengan protokoler istana.

Saya pun yakin bahwa Jokowi sudah paham reaksi nyinyir sebelum ia mengijinkan keluarga intinya ikut. Jokowi paham bahwa kebijakan memboyong keluarganya itu, bertentangan dengan kesederhanaan dan penghematan anggaran yang dilakukannya selama ini. Jika demikian,  maka pertanyaannya adalah mengapa Jokowi tetap membawa keluarga intinya pelesiran ke luar negeri?




Kekuatan hebat Jokowi adalah dari keluarganya. Isterinya dan putera-puterinya pendukung luar biasa kinerja hebatnya. Dukungan hebat mereka adalah tidak menebeng kepopuleran dan memanfaatkan jabatan Jokowi untuk mendapat kemudahan memperoleh kekayaan, jabatan atau proyek. Anak-anak Jokowi tetap sederhana, ikut antri di Puskesmas dan tak malu saat dinyatakan tidak lulus tes CPNS.

Isteri dan anak-anak Jokowi terkenal berkepala batu. Mereka tak bisa sedikitpun dipengaruhi, disogok atau dimanfaatkan pihak lain untuk mendapat berbagai jabatan, proyek atau mama, papa, anak, mantu minta saham. Dan inilah yang hendak dibalas oleh Jokowi untuk anak-anaknya. Jokwoi ingin berterimakasih kepada mereka. Caranya dengan membawa mereka ke luar negeri saat ia melakukan kunjungan kerja. Sebelumnya, hal itu tidak pernah dilakukannya.

Setelah 2,5 tahun bekerja keras dengan hasil yang spektakuler seperti lancarnya arus mudik Lebaran 2017, harga pangan stabil, lolos dari kudeta, maka Jokowi mengambil resiko respon nyinyir dari haternya dengan membawa keluarganya ke luar negeri. Apa tujuannya? Selain menyindir Pansus hak angket KPK yang semakin aneh karena mengunjungi para koruptor di penjara, tentu ada tujuan lainnya.

Jokowi ingin memberikan pengalaman berharga kepada anak, mantu dan cucunya bagaimana rasanya dihormati, dikawal, difasilitasi, diliput media, saat dia masih menjabat seorang Presiden sebuah negara besar. Sensasi inilah yang ingin dibagikan Jokowi kepada keluarganya. Tentu sensasinya sangat berbeda jika tidak menjabat sebagai Presiden.

Jokowi sadar bahwa kekuasaan itu hanya sementara. Ia setiap detik bisa hilang dan ambruk dihempas badai. Tentu kesempatan langka KTT G-20, dimana Indonesia termasuk salah satu negara yang PDB-nya masuk dalam Top 20, Jokowi ingin memberikan pengalaman tak terlupakan kepada anak-anak dan cucunya. Mengapa?

Jokowi paham benar, ada banyak yang sedang membidik dirinya saat ini. Bahkan lewat hal-hal kecilpun, Jokowi tetap dibidik oleh lawan-lawannya. Vlog Kesang tentang ‘Ndeso’ yang dilaporkan ke polisi, termasuk jebakan maut yang diarahkan kepadanya. Pun ujung hakiki dari hak angket KPK dari DPR, bisa membidik dirinya. Setiap detik ia selalu terancam dikudeta atau dilengserkan.

Jokowi dan keluarga saat di luar negeri (Kompas.com)

Menjelang Pilpres 2019, situasi semakin panas. Ini dipahami benar oleh Jokowi. Mungkin saja ke depan, tidak ada lagi kesempatan yang cocok untuk membawa keluarganya saat berkunjung ke luar negeri. Sepulang dari Turki dan Jerman, Jokowi sudah harus dipaksa bertempur lebih sengit lagi oleh kawan maupun lawannya. Ada banyak medan pertempuran sengit yang menunggu komando Jokowi.

Bisa saja (ini hanya dugaan), sepulang dari Turki dan Jerman, Jokowi akan membungkam mulut Jusuf Kalla yang nyinyir soal pemindahan ibu kota. Jusuf Kalla yang juga sangat mendukung Gubernur baru Anies-Sandi ini, melontarkan pernyataan pesimis bahwa tidak gampang memindahkan sebuah ibu kota. Butuh sepuluh tahun untuk memindahkan ibu kota negara.

Nah, bisa jadi Jokowi yang kerjanya lebih cepat dari JK, bisa terpancing atas pernyataan JK itu. Jokowi bisa all-out bekerja lebih keras memindahkan ibu kota dalam waktu dua tahun. Ia ingin bekerja siang malam mewujudkan pemindahan ibu kota. Rencana besar itu tentu punya resiko tinggi dan membutuhkan fokus sangat besar dari Jokowi.

Selain bertempur membungkam mulut JK, sepulang dari Turki-Jerman itu, mungkin saja Jokowi akan melakukan kebijakan penuh resiko tinggi lainnya. Ia mungkin mereshuffle kabinetnya, membubarkan HTI lewat Perpu, membungkam DPR yang habis-habisan menyerang KPK, atau langkah kuda lainnya, yang sulit diprediksi.

Jadi, langkah kuda Jokowi memboyong cucu, mantu dan anaknya saat berkunjung ke Turki dan Jerman, bisa saja sebagai kode siap tempurnya kepada kawan dan lawannya. Kunjungan itu bisa saja dimaknai sebagai acara pamitan kepada keluarganya karena ia sesudah itu all-out bertempur hebat dengan resiko ‘gugur’ alias lengser.

Jika dugaan ini salah semua, maka alasan terakhir adalah Jokowi ingin membuat iri, sirik dan super benci lawan-lawannya. Enak toh jadi Presiden, sanak keluarga mendapat fasilitas super VVIP di negara kunjungan. Mau seperti itu? Lamar jadi Presiden dulu hehe, kalau bisa.  Begitulah kura-kura.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.