Kolom Asaaro Lahagu: Jokowi Disayat Singapura, Halimah Minoritas Muslim Jadi Presiden

Jokowi tersayat. Hatinya luka menganga, perih-pedih melihat Singapura 3 langkah di depan Indonesia. Singapura membuat kejutan yang menggores darah daging Jokowi. Singapura, yang bisa tenggelam bila dikencingi oleh orang-orang Indonesia, berani mengangkat seorang perempuan, dari kalangan minoritas Muslim, menjadi Presiden Singapura. Tak ada kata kafir, tak ada jual jenazah, tak ada fitnah Saracen, tak ada caci-maki dari rakyat Singapura atas pengangkatan Halimah sebagai Presiden pertama dari kalangan perempuan.

Halimah Yacob dipilih menjadi Presiden bukan karena jilbabnya, bukan karena bajunya, bukan karena agama dan sukunya, bukan karena wajahnya tetapi karena kapasitasnya, karena kemampuannya dan etos kerjanya yang luar biasa. Halimah diterima oleh rakyat Singapura, tanpa demo Togel 212 tujuh jutaan, tanpa huru-hara bakar-membakar, tanpa fitnah keji dengan bumbu kebencian ala Jonru Ginting atau kafir-kafiran ala FPI.




Konstitusi Singapura menjamin warga minoritas menjadi pemimpin di negeri Singa tersebut. Di sinilah point pentingnya. Walaupun jabatan Presiden di Singapura tidak sementereng jabatan Presiden di Indonesia karena yang berperan aktif adalah Perdana Menteri, namun jabatan tersebut bukanlah jabatan gado-gado dimana setiap orang seenak jidat memperolehnya. Sepanjang sejarah Singapura, baru delapan orang yang sudah menjabat sebagai Presiden Singapura. Halimah Yacob adalah Presiden ke-8 Singapura.

Jokowi pantas tersayat hebat, karena di ibu kota Republik ini, SARA menjadi jualan masif bak nasi goreng di malam hari. Ketika Ahok, manusia luar biasa, tak kenal kompromi dengan para koruptor, anti SARA, seorang Pancasilais sejati, maju lagi menjadi Gubernur, ia dihabisi dengan isu SARA paling keji sepanjang sejarah republik ini. Ahok tak berdaya, ia harus berada di balik jeruji besi demi memuaskan nafsu onani pengkafling surga bersertifikat.

Indonesia memang masih banyak orang bodoh seperti kata Armando. Di sini kebaikan menjadi langka, dan keburukan habis dipuja. Saat Ahok dengan cucuran darahnya ingin membangun Jakarta seperti Singapura, ia malah dinistakan dengan memakai isu agama. Dan, ketika Ahok sukses dijegal, para otak dungu dengan logika onta tertawa, berpesta, bersorak dengan kemenangan semu. Mereka lupa bahwa ke depannya, Jakarta kembali menjadi hutan rimba belantara yang akan diperebutkan oleh manusia hina berpenampilan munafik.

Singapura negara kecil seupil, sudah duluan menjadi makmur setara dengan bangsa Barat. Mereka besar, maju, sukses dan makmur bukan karena badannya kekar, berotot, paling kuat berteriak soal agama, suku, ras tetapi karena mereka fokus membangun budaya kerja, pakai otak, jujur, tak korup, tak banyak gaya dengan panggilan yang mulia, tak sibuk mencaci maki, tak sibuk mempersoalkan keyakinan agama lain apalagi sibuk mengkavling surga.

Kalau Singapura terus maju 4 hingga 5 langkah di depan Indonesia, sebaliknya di sini tidak. Masih ada banyak rakyat Indonesia berotak dungu yang ingin hidup kembali di zaman bahelo, zaman khilafah, zaman kegelapan hantu genderuwo. Demi mendepak Jokowi, maka setiap hari caci-maki, hujatan dan hinaan-hinaan biadab terus ditembakkan kepada Jokowi. Rakyat Indonesia yang masih dungu, sibuk menghabiskan waktu 24 jam untuk saling mengkafirkan, memfitnah dan menghujat di media sosial.




Rakyat Indonesia termasuk pejabatnya sebagian, memang seperti kecoa di parit kotor tak beradab. Pejabat kita suka memakai jas Eropa, smartphone buatan Korea, makan KFC Amerika dengan jam tangan Rolex buatan Swiss. Tetapi otak dungu persis manusia purba Megantropus Erectus, belum cukup berakal budi masih memelihara budaya hina. Para wakil rakyat kita berani memprovokasi untuk membakar sekolah, bernafsu membekukan KPK, dan menyebarkan ujaran kebencian bersama Dewi Saracen 75 juta.

Saat ini, kita benar-benar diajari kegilaan dan kedunguan oleh wakil rakyat kita di Senayan. Kita dimabukkan sandiwara kegilaan Pansus KPK dengan bumbu tingkah memuakkan Masinton Pasaribu dan dagelan sakit Setya Novanto. Anggota DPR kita memang bebal. Pansus KPK adalah kerjanya manusia berkarakter gila dan dungu yang dihantui oleh nafsu berkuasa. Kita rakyat Indonesia seolah diajari bagaimana seharusnya berperilaku tolol, bermabukria dan dan berpestapora merayakan kebodohan dan kedunguan.




Tetapi, saya dan mungkin anda juga, tak rela berotak dungu dan ikut-ikutan bertololria. Kita masih waras dan masih punya harapan kepada seorang manusia langka yang disayat Singapura lewat penunjukkan Halimah sebagai Presiden kemarin. Ia adalah manusia hebat yang berasal dari pinggiran, berpenampilan ndeso tetapi berotak cemerlang. Ia menggemparkan Indonesia ketika jutaan sertifikat tanah berhasil dibagikannya. Ia menembus hutan belantara dengan membangun jalan ribuan kilometer. Ia mengajari rakyatnya bekerja siang malam lewat blusukannya yang mengguncang dunia.

Siapa dia?

Dialah Jokowi yang hari kemarin elektabilitasnya mencapai 68% menurut sebuah survei CICS. Ia mengungguli Capres abadi lain yang sudah berkali-kali gagal bermimpi menjadi Presiden. Memang ia layak dengan elektabilitas itu karena dialah sosok langka yang berani bertarung di 3 medan perang sekaligus. Ia memerangi para bajingan koruptor, para mafia besar dan kaum radikalisme maut berbaju agama.

Kini, Jokowi disayat Singapura. Tetapi sayatan itu justru membuat Jokowi mengamuk dengan bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Ia mencambuk dirinya agar lebih giat mencari cara memajukan bangsanya. Jokowi yakin bahwa hanya dengan kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan serta tingkat penalaran yang semakin baik, maka sebuah bangsa tidak lagi membuang banyak waktu dan energi mempersoalkan agama, suku dan ras para pemimpinnya.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.